Aktivitas di ruang digital, khususnya media sosial, biasanya terkait erat dengan personal branding. Kita menggunakan media sosial untuk berbagi foto dan video mengenai kehidupan kita, mendengarkan dan berbagi musik, dan menonton konten hiburan yang kemudian kita share kepada sesama pengguna media digital.

Kita seakan tidak diberi batas untuk mengekspresikan diri dan berbagi. Dalam menggunakan dunia digital dalam ruang tanpa batas ini, penting untuk saling menghargai dan menghormati perbedaan. Kita harus menghindari memulai hate speech, selalu bersikap penuh toleransi, tidak melakukan cyberbullying, saling peduli, dan sampaikan dengan baik semua pendapat di ranah digital.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Paham Batasan di Dunia Tanpa Batas: Kebebasan Berekspresi di Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Kamis, 29 Juli 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Andika Renda Pribadi (Kaizen Room), Supranoto (Dosen FISIP Universitas Jember dan pengurus DPP IAPA), Kiai M Jadul Maula (penulis dan budayawan), Meidine Primalia (Kaizen Room), dan Tyra Lundy (MC dan presenter TV) selaku narasumber.

Kiai M Jadul Maula memaparkan, Budaya itu intinya bagaimana kita menjaga martabat kita sebagai manusia, dan dunia digital yang disebut dunia tanpa batas itu bisa berjalan melalui jari-jari kita. Oleh karena itu, dari segi budaya digital adalah bagaimana kita menjaga martabat kemanusiaan kita melalui jari-jari kita. Tanpa kecakapan yang benar dan bertanggung jawab, teknologi digital bisa menjadi faktor perusak bangsa dan karakter manusiannya. Inilah yang perlu kita perhatikan, karena memang teknologi digital ini sesuatu yang harus kita akui datang dari luar, karena sebenarnya bukan kita yang menjadi pemiliknya.

“Platform-platform yang ada pun itu milik asing. Kita tidak memiliki kontrol atasnya sehingga arus informasi yang masuk dari luar jauh lebih besar daripada yang bisa kita produksi. Oleh karena itu, dampak negatifnya saat ini masih lebih besar. Harus diakui juga kekuatan yang bisa memproduksi konten lebih besar itu adalah yang memiliki kekuatan lebih dalam kepentingan-kepentingan, seperti bisnis, mencari uang, politik, dan yang mempunyai modal besar yang menjadikan teknologi digital sebagai alat untuk mengarahkan para pengguna teknologi agar memenuhi kebutuhan mereka,” katanya.

Tyra Lundy berpendapat, di tengah PPKM Level 4 ini ia tetap produktif dengan mengisi acara webinar literasi digital, karena selain bisa sharing ia juga banyak mendapatkan ilmu dari para narasumber lain. Selain itu, ia juga mempunyai program di Instagram live bernama Montok Mandetoks setiap Senin yang membahas topik yang sedang tren, tetapi tetap menyebarkan positive vibes, inspirasi, dan juga terdapat sharing session agar bisa berbagi bersama.

Menurutnya, dengan adanya transformasi digital yang terjadi saat ini, gaya hidup kita cenderung bersosialisasi melalui media sosial sepanjang hari. Dari bangun tidur sampai ingin tidur lagi, kita pasti selalu memegang ponsel. Dengan adanya media sosial, ia merasa  sangat terbantu sebagai medium untuk promosi diri, personal branding, dan juga mendapatkan pekerjaan.

Salah satu peserta bernama Kisha menyampaikan, sejak dunia digital mulai naik daun, banyak orang berbondong-bondong ingin menjadi Youtuber atau content creator. Mereka ingin mengekspresikan diri  di dunia digital. Namun, kebanyakan dari mereka minder karena tidak memiliki peralatan yang mumpuni, sehingga takut jika kualitas kontennya kurang bagus dan menimbulkan hujatan dari para netizen.

“Bagaimana tanggapannya mengenai hal tersebut, dan sesungguhnya lebih penting mana antara skill dan equipment yang mumpuni?” tanyanya.

Andika Renda Pribadi menjawab, kalau dengan berkarya di media sosial, mulai dulu dari kegelisahan, dengan memikirkan konten apa yang ingin dibuat dulu. Lalu, pikirkan juga jika kita membuat konten apakah akan mendapatkan respons yang buruk dari netizen. Meskipun mungkin awalnya tidak pede, tetap mulailah dengan konsep yang sudah ada. Jika dilihat dari segi pentingnya, memang skill menjadi hal utama yang harus kita miliki. Terus kembangan skill untuk berani memulai dalam dunia digital ini.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Utara. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]