Pancasila sebagai idelogi negara sudah final. Namun, agar nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu bisa diimplementasikan secara riil, dibutuhkan working ideology-nya atau penjabarannya yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari serta dalam berbangsa dan bernegara.

Demikian disampaikan po­litikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera dalam diskusi terbatas bertajuk “Refleksi Kehidupan Sosial dan Politik Indonesia 2019” di Jakarta, Rabu (4/12/2019). Pada kesempatan tersebut, hadir Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah dan sejumlah anggota Dewan Pengarah Badan Pem­binaan Ideologi Pancasila (BPIP) seperti Ahmad Syafii Maarif dan Andreas Anangguru Yewangoe.

Mardani mencontohkan, bagaimana anak-anak diajar­kan berdisiplin seperti jika me­nyeberang jalan harus melalui zebra cross. “Ini menjadi tugas BPIP untuk membuat dan menyusun working ideology itu agar bisa diterapkan,” katanya.

Sebagai lembaga yang bertugas merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi, BPIP harus berada di garis paling depan. “Lembaga-lembaga lain nanti akan ngikut apa yang dirumuskan oleh BPIP. Jadi, ada sinergitas,” ujar anggota Komisi Pemerintahan DPR ini.

Menurut Mardani, nilai-nilai Pancasila harus diterapkan melalui ke­luarga, lingkung­an, maupun sekolah. Dengan demikian, ia berharap nilai-nilai luhur ideologi bangsa itu akan menjadi kebiasaan dan kultur di masyarakat.

Anggota Dewan Pengarah BPIP Andreas Anangguru Yewangoe sepakat dengan Mardani. Kata dia, lingkungan, keluarga, dan sekolah punya peran besar dalam menularkan nilai-nilai luhur Pancasila. “Nilai-nilai itu harus diajarkan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga perguruan tinggi,” katanya.

Harapannya, jika nilai-nilai seperti toleransi, dan adab diajarkan terus-menerus, nilai-nilai itu akan menjadi kebiasaan mereka. “Di sini contoh konkret menjadi penting,” ujarnya.

Di zaman Orde Baru, kata dia, pemerintah getol melakukan penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Namun kenapa meski sudah ditatar, perilaku mereka tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. “Ini pasti ada yang salah,” katanya. “Kesalahan itu karena nilai-nilai Pancasila itu hanya sebatas jargon, bukan laku.”

Menurut Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, agar nilai-nilai Pancasila bisa menjadi laku hidup, anggota DPR sudah berencana merevisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam revisi itu nantinya Pancasila akan dimasukkan menjadi pelajaran wajib di sekolah-sekolah. “Kalau sekarang ini kan seperti disubkontrakkan di pelajaran lain,” kata anggota Fraksi PDI Perjuangan ini.

Selain itu, kata dia, jika pembentukan BPIP hanya tertuang dalam Peraturan Presiden, nantinya DPR akan mem­perkuat melalui Undang-undang. “Agar lembaga yang ditugasi mengawal ideologi ini bisa lincah dalam membuat turunan-turunan dari nilai Pancasila itu,” ujarnya.

Ahmad Syafii Maarif, anggota Dewan Pengarah BPIP lainnya, menyambut baik rencana penguatan lembaga ini. Kata dia, penguatan ini penting agar lembaga ini bisa benar-benar maksimal dalam bekerja.

Menurut Buya, Pancasila sebagai ideologi ini sudah teruji kekokohannya. Ia mencontohkan bagaimana pada Pilpres 2019 lalu, masyarakat kita seolah-olah akan perang. Ma­­sing-masing kubu saling mencaci, agama dibawa-bawa. Beruntung kita masih memegang nilai-nilai luhur Pancasila itu sehingga pasca-Pilpres dua kubu yang semula terlihat bermusuhan bisa kembali bersatu. [ADV]

Illustrasi : Shutterstock.com

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 5 Desember 2019.