Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Kiat Cegah Kecanduan Digital pada Anak”. Webinar yang digelar pada Rabu (28/7/2021) di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Yolanda Presiana Desi, S.I.P., M.A. (Dosen Sekolah Tinggi Multi Media MMTC Yogyakarta), Japelidi, Riri Khairoh (Aktivis Perempuan), Aam Abdul Nasir (Assitenprofesi.id), dan Novi Kurnia, Ph.D (Dosen Fisipol UGM, Japelidi). Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.
Adiksi internet
Yolanda Presiana membuka webinar dengan mengatakan, adiksi internet meningkat dari 3,2 persen sebelum pandemi menjadi 14,4 persen selama pandemi Covid-19.
Anak dan remaja usia 5-18 tahun paling rentan. Rata-rata durasi online 10 jam/hari (meningkat 52 persen). Adiksi internet adalah suatu pola penggunaan internet secara berlebihan yang disertai dengan pengendalian diri yang buruk dan pikiran yang obsesif untuk selalu menggunakan internet secara tidak sehat.
“Cara pencegahan adiksi internet secara komprehensif antara lain, orangtua menjadi role model, seperti membatasi penggunaan internet, mematikan notifikasi terutama ketika bersama anak, tidak menggunakan gawai ketika berbicara dengan anak,” tuturnya.
Lalu, tidak menggunakan gawai sebagai hadiah/hukuman atau penenang anak. Jadwalkan kegiatan bersama kapan waktu menggunakan internet, kapan waktu bermain, membaca, memasak, dan olahraga.
“Pastikan jadwal kegiatan harian anak teratur Buat kesepakatan dengan anak. Lakukan detoksifikasi digital, dan patuhi batas usia minimum pengguna media sosial/aplikasi/gim. Berikan anak aplikasi yang edukatif seperti Duolingo, Kids Coloring Fun, Super Simple,” ujarnya.
Aam Abdul Nasir menambahkan, gejala anak kecanduan digital yakni, gangguan fisik, susah tidur, nyeri punggung, peningkatan atau penurunan berat badan, gangguan pengelihatan, dan gangguan penglihatan.
“Selain itu juga terjadi gangguan psikologis, seperti mudah merasa cemas, sering berbohong dan memiliki perasaan bersalah dan rasa kesepian, pakai gadget untuk mengalihkan perasaan,” ungkapnya.
Menurutnya, kiat untuk mencegah anak kecanduan digital bisa dengan melakukan aktivitas fisik. Alihkan perhatian anak pada aktivitas fisik di luar rumah agar tetap aktif dan bergerak. Batasi waktu, lakukan aturan waktu penggunaan gawai pada anak, misal 1 jam dalam sehari. Lalu siapkan tempat khusus menggunakan gawai.
Menarik anak
Riri Khairoh turut menjelaskan, saat ini pada era dunia digital sangat menarik untuk anak-anak, karena tayangan seperti Youtube, bermain gim, video kartun dan lainnya mampu membuat anak tertarik dan semakin tenggelam dan penasaran terhadap gambar yang bergerak tersebut.
“Lalu fokus anak terhadap dunia di sekitarnya akan teralihkan. Tak heran anak-anak kecil sudah mahir menggunakan smartphone,” ujarnya. Ia berpesan, agar orang tua harus mampu memberikan pemahaman dan edukasi kepada anak yang menggunakan smartphone untuk tetap bijak dalam menggunakan smartphone.
Orang tua tetap yang memegang kontrol serta pengawasan terhadap konten konten dan waktu anak dalam berinteraksi dengan smartphone. Sebab, selain berdampak pada kelelahan fisik berupa menurunnya daya penglihatan mata, kecanduan gawai pula dapat memicu gangguan emosional anak lainnya.
“Penggunaan smartphone anak tanpa adanya pendampingan dan aturan yang ketat dari orang tua, akan memunculkan perilaku-perilaku yang kurang baik. Kita perlu kembalikan dunia anak karena anak-anak usia dini tetap membutuhkan aktifitas bermain fisik di luar, bertemu dengan teman temannya dan aktivitas non gadget lainya,” paparnya.
Sebagai pembicara terakhir, Novi Kurnia mengatakan, saat ini gawai adalah bagian penting dalam kehidupan keluarga modern. Gawai hadir sejak seorang bayi dilahirkan. Gawai juga ikut andil menemani orangtua untuk membesarkan anak.
Dalam keluarga modern, gawai adalah alat dengan banyak fungsi untuk anak, seperti pengantar tidur, bermain, belajar dan bahkan alat untuk mendiamkan anak yang rewel.
Melihat anak tenang dan diam di depan media digital mungkin nyaman untuk orangtua yang sibuk bekerja (dari rumah) agar bisa fokus pada tanggung jawab profesionalnya.
“Tapi ingat cara tersebut belum tentu aman untuk anak dari kecanduan digital baik sekarang maupun nanti. Gawai kita adalah pintu kita ke dunia digital. Seperti di dunia nyata, kita tidak akan meninggalkan (pintu) rumah tanpa perangkat keamanan yang memadai baik untuk kita maupun anak, keluarga dan orang lain,” ucapnya.
Melek digital
Dalam sesi KOL, Sony Ismail mengatakan, dampak positif dari adanya bermedia digital yaitu kita bisa berkomunikasi lebih gampang dengan orang lain. Namun dampak negatifnya, seperti ketika anak bermain gadget, lalu dipanggil oleh kita menjadi tidak fokus dan tidak mendengarkan perkataan.
“Era sekarang era digital maka kita semua masyarakat umum dituntut untuk melek digital. Poin plusnya kita bisa membantu untuk mencari minta bakat anak, kalau kita bisa menggunakannya dengan baik kita dapat memoles bakat anak sejak dini. Kita harus aktif mengedukasi anak supaya anak lebih positif dalam berinternet,” tuturnya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Salsa menanyakan, jika anak sudah kecanduan digital, bagaimana cara efektif untuk tidak kecanduan berlebihan menggunakan gadget tapi juga mengikuti perkembangan teknologi?
“Proteksi orang tua agar anak-anak terhindar dari konten-konten negatif. Sebagai orang tua sebaiknya tidak hanya menyensor tetapi juga harus memperdayakan anak, karena ketika kita melarang anak maka kebanyakan anak akan memberontak. Kita harus juga sedini mungkin update perkembangan anak, dan yang paling penting membuat kesepakatan bersama kapan untuk mengakses internet,” jawab Abdul Nasir.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.