Literasi digital yang lintas usia adalah bagaimana kita menggunakan teknologi secara penuh tanggung jawab, seperti mesin pencarian informasi, aplikasi percakapan, dan transaksi digital. Selain memproduksi informasi, kita memiliki kebebasan dalam menerima informasi.
Kini Indonesia memiliki jumlah smartphone yang lebih banyak dari populasi keseluruhan. Terkait itu, muncul tantangan ketika kebebasan berekspresi tidak dibarengi kebijaksanaan.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Kebebasan Berekspresi dan Beragama di Dunia Digital”. Webinar yang digelar pada Jumat, 12 November 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Trisno Sakti Herwanto (IAPA), Alviko Ibnugroho (Financologist, Motivator Keuangan dan Kejiwaan Keluarga, dan IAPA), Reza Sukma Nugraha (Pengajar Universitas Sebelas Maret), Ayuning Budiati (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan IAPA), dan Gina Sinaga (Public Speaker dan Founder Wellness Worthy) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Trisno Sakti Herwanto menyampaikan bahwa kecakapan digital pertama adalah bagaimana membedakan privasi dan data pribadi. Dunia digital pada dasarnya sama dengan dunia nyata sehingga juga terdapat ranah publik dan privat. Di dunia digital, di dalam ranah privat pun belum tentu dapat dijaga di lingkup yang sama, dengan adanya screenshot atau recording.
Privasi penting dijaga tanpa perlu dibagi ke ruang publik. Dalam menjaga privasi dapat dimulai dengan setelan personal privacy media sosial dan mengecek siapa saja lingkup pertemanan yang bisa menerima informasi. Informasi yang dikonsumsi akan mencerminkan diri kita, walaupun memang terdapat banjir informasi, kita harus mampu mengolah dan memfilternya untuk memiliki manfaat bagi diri sendiri. Dalam mengonsumsi informasi baiknya mengetahui untuk diet informasi.
Cara-cara yang dapat dilakukan antara lain menciptakaan batasan tapi bukan batasi informasi yang ingin dicari, cek sumber informasi yang dapat digunakan untuk radikalisme untuk suatu ideologi dengan berasal dari sumber yang kredibel, dan terapkan triangulasi informasi (cek dan ricek sumber informasi, penulis, dan metodenya).
“Selain diet informasi, kita dapat melakukan detoks informasi yang dapat tercapai dengan waspada akan judul provokatif dan sensasional, awas terhadap provokasi dan manipulasi, dan waspada akan informasi yang meminta untuk memviralkan. Kualitas dirimu tergambar dari bagaimana menggunakan kebebasanmu,” jelasnya.
Gina Sinaga selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa tiap orang memiliki passion yang berbeda-beda, seperti menyebarkan pesan-pesan positif dan membangun yang dapat memotivasi diri sendiri maupun ikut mengingatkan orang sekitarnya, misal melalui konten media video atau foto dalam bentuk ayat. Pada dasarnya di dunia nyata juga ikut tercermin di dunia digital.
Di media sosial, hal yang terpenting adalah untuk menjadi diri sendiri, bijaksana, selalu crosscheck informasi yang diterima seperti pandangan yang berbeda, dapat menempatkan diri ke orang lain, serta jangan terlalu baper atau mudah sakit hati atas kemungkinan adanya kesalahpahaman karena kurangnya konteks komunikasi. Melalui edukasi literasi digital tentunya diharapkan dapat menanamkan pengetahuan yang mumpuni terhadap orang lain.
Sebarkan kabar-kabar baik, sebarkan juga kata-kata baik. Di era saat ini yang semakin dipermudah, sebenarnya semakin banyak pula tantangannya. Penting untuk berada di posisi menerima segala informasi, atau berada di posisi bijak yang memiliki prinsip, serta memiliki kesibukan dan minat masing-masing yang dapat memanfaatkan teknologi, bukan terikut arus.
Salah satu peserta bernama M Fathir Anugrah menyampaikan, “Bagaimana jika anak- anak memiliki etika yang kurang baik dan lingkungan yang memperburuk etika?”
Pertanyaan tersebut dijawab Alviko Ibnugroho. “Misal di dunia nyata mengenai etika, ketika melihat ada orang yang berpakaian tidak rapi yang tiba-tiba dirapikan bajunya oleh orang tak dikenal, niatnya baik tapi caranya belum benar. Supaya tidak salah terima atau memiliki persepsi yang beda, harus dimulai dengan omongan baik-baik, baru diberitahukan apa yang kita inginkan kepada orang tersebut. Lakukanlah di jalur komunikasi pribadi. Itulah yang namanya etika. Dengan paham atas etika, kita dapat menghargai atas privasi seseorang.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]