Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Bahaya Adiksi Game Online di Masa Pandemi”. Webinar yang digelar pada Rabu (14/7/2021) di Kota Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Aidil Wicaksono (Kaizen Room), Dr Bevaola Kusumasari MSi (Dosen/Pengajar Fisipol UGM), Yoga Regawa Indra (UMKM Mart & HdG Team), Eka Y Saputra (Web Developer & Konsultan Teknologi Informasi). Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.
Bermain gim
Aidil Wicaksono membuka webinar dengan mengatakan bahwa kegiatan apa saja kini kita bisa lakukan menggunakan smartphone, termasuk bermain gim.
“Yang main gim bukan anak kecil, tetapi seluruh generasi,” tuturnya. Adapun dampak negatif bagi remaja dan dewasa, yakni kecanduan hingga lupa waktu, gangguan kesehatan jasmani, beranggapan gim tidak murah karena ada yang premium dan berbayar terus menerus dan gangguan kesehatan mental karena bisa aja ada cyberbullying.
Sementara dampak positif bagi remaja dan dewasa yakni relaksasi dan kompensasi keterasingan, mengatasi kecemasan, memuaskan rasa kompetitif yang menyenangkan, melatih sosialisasi dan kerjasama, serta bereksperimen terhadap identitas dan interaksi sosial.
“Beberapa cara optimalisasi gim adalah bermain sesuai dengan durasi yang sudah ditetapkan dan ciptakan benefit dan gunakan sebagai media pembelajaran. Gunakan sebagai sarana komunikasi dan menciptakan benefit (manfaat personal), dan gunakan gim sebagai media pembelajaran,” paparnya.
Dr Bevaola Kusumasari menambahkan, WHO telah menetapkan kecanduan gim online atau game disorder ke dalam versi terbaru International Statistical Classification of Diseases (ICD) sebagai penyakit gangguan mental (mental disorder).
“Kecanduan gim merupakan disorders due to addictive behavior atau gangguan yang disebabkan oleh kebiasaan atau kecanduan,” ungkapnya. Adapun kriteria online/video gaming disorder yakni gangguan kontrol (tidak dapat mengendalikan diri).
Lalu lebih memprioritaskan memainkan permainan tersebut, dibandingkan dengan aktivitas yang seharusnya lebih diutamakan. Intensitasnya semakin meningkat dan berkelanjutan meskipun ada konsekuensi atau dampak negatif yang dirasakan.
Gejala lain yang perlu diwaspadai yaitu bermain gim terlalu lama, melewatkan waktu mandi dan makan hanya untuk main gim, bohong pada orang lain untuk menyembunyikan aktivitas gim dan munculnya tanda-tanda iritasi bingung, cemas, mudah marah, saat dipaksa berhenti main gim.
Selain berperilaku impulsif, biasanya orang yang kecanduan video/gim online kehilangan fokus saat mengerjakan sesuatu sehingga berdampak pada prestasi dan produktivitasnya.
Emosi yang tidak stabil juga seringkali berdampak buruk pada hubungan relasinya. Sehingga sebagian besar para pecandu video/gim online menunjukkan sikap yang anti-sosial.
“Cara mengatasi kecaduan gim online yakni mengakui jika kita memang kecanduan terhadap gim online, mengubah pola pikir, membatasi waktu bermain, membatasi pemasangan gim pada gadget, mencoba hobi baru lainnya dan melakukan terapi,” paparnya.
Minimalisasi bahaya adiksi
Yoga Regawa menjelaskan, meminimalisasi bahaya adiksi gim online adalah bukan dengan cara melarangnya. “Perlu dipahami bahwa mindset para gamers yakni iseng, sebagai hiburan, membunuh waktu senggang dan tantangan untuk menjadi pemenang,” katanya.
Agar kecanduan bermain gim berkurang, sebaiknya dijadwalkan dan diwajibkan atau tawarkan hobi baru yang sama menentangnya. Jangan dilarang karena harus ada ‘sesuatu yang lain’ yang ditawarkan saat seseorang menyukai sesuatu/hobi.
“Kultur baru bermain gim menjadi bekerja sebagai gamers. Bebaskan mereka pilih gim yang disuka. Arahkan tempatnya/plaform. Setelah ada hasil biasanya lebih semangat dan punya kreativitas dan inovasi addict game tapi positif dan produktif. Cintai pekerjaan yang Anda suka,” jelasnya,
Sebagai pembicara terakhir, Eka Y Saputra memaparkan cara mitigasi finansial, yakni autentikasi pembayaran berlapis, hapus metode pembayaran default, kosongkan saldo toko aplikasi.
“Risiko impresional adalah paparan konten tak pantas, kekerasan fisik/perang, kekerasan seksual/pornografi, kekerasan mental/ujaran kebencian. Mitigasi impresional yakni memahami sistem rating konten, aplikasi kontrol keluarga, cek konten secara berkala,” pungkasnya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Shiro mengatakan, zaman sekarang banyak anak-anak yang memiliki cita-cita mencari uang dari gim.
Namun, banyak yang tidak didukung orang tua karena terkadang orang tua belum mengerti bagaimana cara mencari uang dari gim karena identitas gim dari dulu hanya untuk bersenang-senang dan cenderung dicap negatif. Bagaimana cara meyakinkan orang tua bahwa gim juga bisa menjadi sarana mencari uang?
“Jadi sebenarnya kadang kita yang selalu ingin didengar. Komunikasi itu ada 2 arah terkadang dari dua duanya ingin menjadi berpesan coba dilihat dari orang tua itu ingin pembuktian coba dengarkan orang tua dulu,” jelas Aidil.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.