Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Menjadi Netizen yang Cerdas dan Bijak di Mata Dunia”. Webinar yang digelar pada Rabu (14/7/2021) di Kota Cilegon, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Trisno Sakti Herwanto, Alviko Ibnugroho SE MM (Financologist), Novita Sari (Aktivis Kepemudaan Litas Iman), dan Muhammad Salahuddien Manggalanny (CEO PT Karatech). Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.

“Skill” dasar warganet

Trisno Sakti membuka webinar dengan mengatakan, setidaknya ada dua skill dasar menjadi warganet.

“Bagaimana cara kita menjadi warganet Indonesia yang baik, yakni tidak hanya mampu mengoperasikan alat, tetapi juga harus mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab. Tetapi sayangnya negara kita di Asia Pasifik terkenal dengan negara yang paling rendah tingkat kesopanannya,” kata Trisno.

Ia menambahkan, privasi berada pada dunia maya dan dunia nyata, serta terdapat ranah publik dan privat. Menurutnya, privasi harus penting dijaga karena, bisa menjadi sumber cyberbullying (iri, dendam), pintu masuk radikalisme terorisme, pintu masuk pelecehan, cybercrime, dan hoaks.

Tahapan menjaga privasi yaitu gunakan password yang sulit, jangan memberikan informasi mengenai data pribadi terlalu banyak di media sosial, dan perhatikan akses yang diminta oleh aplikasi yang baru kita install.

“Setelah penjajah fisik, teknologi dan ekonomi, mungkin saja saat ini dunia memasuki era baru, era penjajahan informasi, era di mana informasi digunakan untuk memecah belah bangsa, mendorong kita semakin tidak maju, jadi makanlah digitalisasi, jangan kau justru dimakan olehnya,” paparnya.

Netiket

Novita Sari menambahkan, pada kondisi lingkungan digital, saat ini ada 73,7 persen populasi di negara Indonesia yang menggunakan internet. Dalam berinternet, kita mempunyai etika digital yaitu netiket (Internet etiquette).

“Pengertian etiket dalam masyarakat yaitu sebuah kode perilaku sopan yang kita perlu untuk perhatikan dan lakukan sebagai warga yang baik, lalu kalau etiket di teknologi yaitu sebuah kode perilaku yang kita perlu unutk perhatikan dan lakukan saat berinteraksi dengan orang lain secara online,” jelasnya.

Ia menambahkan, netiket adalah golden rules, di mana kita harus respek terhadap privasi orang lain dengan jangan sembarangan membagikan informasi pribadi orang lain, perhatikan bahasa kita sebelum mengetik, hati-hati dengan bahasa yang digunakan, lalu jangan sarkas karena bisa saja diterjemahkan tidak baik oleh orang lain.

Alviko Ibnugroho menjelaskan, pada saat ini di Indonesia pengguna teknologi digital cukup tinggi, terutama pengguna gawai untuk mengakses internet, khususnya media sosial. Di sini perlunya peran literasi budaya dalam kehidupan masyarakat.

“Budaya dapat bertransformasi menjadi tindakan nyata dari perkembangan akal atau pikiran manusia. Untuk menjadi netizen yang baik maka kita harus bijak gunakan internet untuk meningkatkan kualitas diri, serta kreatif dalam membuat karya melalui internet, dan aksi dengan bersatu membawa nama Indonesia di dunia digital melalui aktivitas positif,” paparnya.

Sampah informasi

Sebagai pembicara terakhir, Muhammad Salahuddien mengungkap, pada dasarnya di Internet semuanya isinya adalah sampah, karena apa yang kita lakukan seperti foto, atau status nantinya akan menjadi sampah, karena menjadi tidak relevan dengan situasi yang ada.

“Akibatnya adalah kita tidak bisa mendapatkan manfaat dari adanya teknologi ini, dan sampah informasi di Internet adalah abadi,” tuturnya. Menurutnya, ada beberapa kecenderungan yang diamat oleh para pakar isi dari media digital atau internet.

Pada saat ini sampah-sampah informasi yang dulu ada dan diangkat, sekarang maka akan menimbulkan disinfromasi yang disebar oleh beberapa orang dan jadi viral. Digital imigrant adalah orang yang lahir pada saat belum adanya internet, maka ketika ada internet mereka belajar dan nature dari teknologi.

“Celakanya yang sekarang mendominasi reproduksi yang ada diruang digital sekarang adalah kita, atau orang tua kita dengan berbagai macam hoax, berbagai macam disinformasi, dan sampah-sampah lainnya,” ungkap Salahuddien.

Ia menambahkan, insfrastruktur digital untuk saat ini sudah ada, tetapi masyarakat masih belum baik dalam menggunakanya, masyarakat sudah beradaptasi dan sudah menggunakan tetapi banyak yang tidak mengambil manfaatnya, hanya mengambil yang viral saja tanpa baca seutuhnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Melly menanyakan, dirinya ingin sekali menjadi youtuber yang memiliki konten travelling. Lalu, apa syarat utama agar bisa menggapai impiannya?

“Bisa bikin kekayaan-kekayaan yang ada di kota Cilegon, karena saya sendiri khususnya di Jakarta, melihat Cilegon hanya ada pabrik-pabrik. Makanya menciptakan tempat travelling baru, bisa dimulai dari lingkungan kita dulu, agar nantinya bisa menjadi konten youtube kita,” jelas Alviko.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Cilegon. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.