Penghinaan dan pencemaran di ranah digital masih tinggi di Indonesia. Menurut survei Microsoft, 5 dari 10 orang mengaku terlibat bullying, dan 19 persen responden mengaku sebagai target. Hal yang berkaitan dengan trauma seseorang itu juga termasuk cyberbullying, yang bisa jadi terjadi dari data-data pribadi kita yang tidak sengaja tersebar. Maraknya aktivitas digital yang dilakukan mengharuskan kita untuk peduli pentingnya memproteksi perangkat digital yang kita miliki. Selain membantu memudahkan pekerjaan, transformasi digital mulai memunculkan kebiasaan baru. Namun , kebiasaan baru tersebut juga menimbulkan banyaknya kejahatan di dunia digital (cybercrime).
Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Identifikasi dan Antisipasi Perundungan Digital (Cyberbullying)”. Webinar yang digelar pada Senin, 11 Oktober 2021, pukul 13.00-15.30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Dr Bevaola Kusumasari, M.Si. (Dosen Fisipol UGM & IAPA), Dr Dwiyanto Indiahono (Dosen Kebijakan Publik Universitas Jendral Soedirman), Dr Kismartini, MSi (Dosen FISIP Universitas Diponegoro), Annisa Choiriya (Kaizen Room), dan Sheila Siregar (Public Relations) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya Dr Kismartini, MSi menyampaikan informasi penting bahwa “Apa saja dampak dari perundingan digital? Menunjukkan ciri-ciri depresi, selalu curiga terhadap orang lain (kekhawatiran berlebih), memiliki masalah kepercayaan dengan orang lain, memiliki masalah menyesuaikan diri dengan sekolah, tidak diterima oleh rekan-rekan mereka, dan bahkan kurang motivasi sehingga tidak fokus dalam mengikuti pembelajaran. Jika kita mengalami cyberbullying, apa yang harus dilakukan? Hal yang pertama adalah kita bisa mencari bantuan dari seseorang yang dipercaya; misalnya seorang anak di sekolah bisa menghubungi guru yang dipercaya seperti guru BK. Jika merasa tidak nyaman berbicara dengan seseorang yang dikenal, hubungi telepon pelayanan sosial anak, lalu memblokir akun pelaku dan melaporkan perilaku mereka di media sosial itu sendiri. Jangan lupa untuk mengumpulkan dan menyimpan bukti-bukti seperti pesan dalam chatting dan screenshot postingan berisi konten cyberbullying tersebut di media sosial.”
Sheila Siregar selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa banyak sekali public figure seperti contohnya anggota girl band di Korea yang akhirnya bunuh diri karena tidak tahan dengan cyberbullying ini. Hal yang bahaya adalah bagaimana cyberbullying bisa mengambil kebebasan kita dalam berekspresi. Orang banyak sekali komentar terhadap baju yang kita pakai, dan itu bisa membahayakan mental. Menurutnya cyberbullying ini bisa mematikan generasi, karena mereka yang tadinya percaya diri dapat menjadi takut dan malas untuk berekspresi; membuat orang jadi takut untuk berkarya karena tidak siap dengan komentar-komentar netizen. Digital skill ini adalah skill yang harus terus menerus di update. Apa manfaatnya? Kalau kita cakap digital kita akan lebih bijak dalam bersikap di media sosial.
Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Magrafis Amriz menyampaikan pertanyaan “Bagaimana upaya dan tindakan yang dapat kita lakukan untuk menghindari berbagai konten negatif khususnya di dunia maya yang saat ini sedang marak terjadi? Lalu mengenai intimidasi cyber, apa cara terbaik untuk menghindarkan adik saya dari intimidasi cyber dan apa yang harus saya lakukan jika adik saya mengalami intimidasi cyber?”
Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Dr Bevaola Kusumasari, MSi, bahwa “Kita tidak bisa menghindar adanya konten negatif. Cara kerja internet itu algoritma, sekali kita klik konten-konten yang kita klik itu ada disuguhkan lagi. Internet menyuguhi timeline kita dengan al yang sejenis. Ketika menyukai berita hoaks, nanti akan datang ke kita juga berita-berita hoaks tersebut. Ketika kita banyak mengonsumsi berita-berita palsu konten- konten yang bermunculan pun akan konten yang negatif juga. Hal yang bisa katakan ke adik kita adalah apabila membaca berita yang tidak menyenangkan, yang buruk atau tidak baik, tidak perlu ikut komentar; cukup itu saja.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Pusat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.