Perundungan atau bullying adalah perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal, fisik, maupun sosial yang diterima seseorang atau sekelompok orang. Saat ini media sosial merupakan sumber dan media perantara terbesar dari aksi. Perundungan dapat mengenai penyebaran rumor, foto/video yang mengundang rasa malu, pelecehan seksual, menggunakan SARA sebagai gurauan, penghinaan isu orientasi seksual, dan lain sebagainya. Perundungan, termasuk yang dilakukan melalui siber, dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti tidak berdayanya korban, pelaku pernah di-bully, cemburu atau iri, kurangnya rasa menerima, kurangnya empati, mencari perhatian, kondisi hidup yang penuh perselisihan, atau suatu keinginan untuk memiliki kontrol.

Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Identifikasi dan Antisipasi Perundungan Digital (Cyberbullying)”. Webinar yang digelar pada Senin, 11 Oktober 2021, pukul 09:00-11:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Akhmad Nasir, SSos (Direktur DOT Studio), Anggun Puspitasari, SIP, MSi (Dosen Hubungan Internasional Universitas Budi Luhur Jakarta), Antonius Galih Prasetyo (Sosiolog & Penulis), Adetya Ilham (Kaizen Room), dan Audrey Chandra (News Presenter) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Anggun Puspitasari, SIP, MSi menyampaikan informasi penting bahwa “Di negara ini sudah terdapat bentuk perlindungan hukum, seperti UU No. 34 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, UU ITE Pasal 27 ayat (3) jika bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dan Pasal 28 ayat (2) mengenai menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan antar individu atau kelompok berdasarkan SARA. Kadang apa yang kita komentari atau lakukan di media sosial termasuk sebagai tindakan perundungan, terutama dengan adanya perlindungan hukum. Sehingga, pentingnya untuk melindungi diri sendiri dan orang lain di media sosial, seperti pilah-pilih dengan siapa kita berinteraksi di sosial media, mulai berani menegur perilaku cyberbullying, dan tidak mudah terprovokasi. Sebagai korban, jangan takut untuk speak up dan berani melaporkan, seperti cukup buat akun di website https://layanan.kominfo.go.id/ dan kamu bisa memasukkan bukti screenshot atau link terkait situs dan konten media sosial yang melanggar UU ITE. Selain itu, bisa dilaporkan juga ke Kepolisian 110 atau secara online pada https://www.lapor.go.id/instansi/kepolisian-republik-indonesia dan juga melalui Patroli Siber di https://patrolisiber.id/report/my-account. Korban disarankan untuk mencari support, jangan diam saja, dan beritahukan orang terdekatmu atau cari bantuan profesional.”

Audrey Chandra selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa sebagai pembawa acara berita reguler di Kompas TV dari Senin hingga Jumat, perkembangan teknologi mempermudah pekerjaan reporting dalam berhubungan kontak kepada narsum secara singkat. Selain itu Citizen Journalism sangat terbantu dalam memberikan informasi terbaru berkat sosial media seperti Twitter, dan ikut mengamplifikasi atau mengangkat isu-isu yang kurang memiliki perhatian. Kini, media sosial sebagai personal branding dapat dianggap sebagai “CV berjalan” sehingga menjadi faktor akan diterimanya dalam suatu pekerjaan atau tidak. Ia sendiri pernah mengalami perundungan oleh netizen, ketika tiba-tiba ingin membawakan sesi Breaking News mengenai penggerebekan aksi terorisme di Bekasi. Dengan terbatas informasi yang diterima sehingga hanya melalui visual saja tanpa adanya persiapan atau informasi lebih jelas lagi, sehingga pembawa berita hanya berusaha membicarakan walaupun keterbatasan informasi. Hal tersebut tidak disambut baik oleh para netizen karena dianggap kurang paham atas kejadian yang berlangsung dan presenter cenderung menyimpulkan diri sendiri. Walaupun begitu, sebagai seorang profesional, ia sudah paham untuk tidak membalas cibiran tersebut, namun ikut menonton kembali sesi breaking news tersebut dan mengintrospeksi dirinya atas kritikan yang diterima dan memperbaiki diri sendiri untuk kedepannya. Cibiran atau komentar tak menyenangkan pasti akan selalu ada, dan sangat tidak apa-apa jika memblokir akun yang benar-benar mengganggu.

Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Kyara Via menyampaikan pertanyaan “Sekarang ini banyak anak atau remaja yang kurang paham terkait etika dalam berinteraksi di sosial media. Sebagai orang tua bagaimana cara yang efektif memberikan edukasi yang baik kepada anak agar dapat menggunakan internet dengan bijak dan beretika yang baik dalam menggunakan sosial media agar tidak menjadi pelaku cyberbullying dan share konten yang mengandung unsur negatif dan perundungan?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Anggun Puspitasari, SIP, MSi, bahwa “Memang pendidikan sejak dini sangatlah penting, terutama ketika memiliki akun media sosial dari saat masih kecil. Sehingga jika masih di bawah umur, lakukan pengawasan menyeluruh bagi orang tua. Untuk menghindari mengakses terhadap konten-konten negatif dapat menggunakan aplikasi khusus anak-anak yang memfilter konten-konten yang tidak diinginkan.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.