Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Menjadi Generasi yang Makin Cakap Digital”. Webinar yang digelar pada Rabu, 3 November 2021 di Kabupaten Pandeglang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Ragil Triatmojo – Blogger & SEO Specialist, Jeffry Yohanes Fransisco – CEO JFAutowear, Dewi Rahmawati MKom – Product Manager at Localin dan Akhmad Nasir, SSos – Direktur DOT Studio.
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Ragil Triatmojo membuka webinar dengan mengatakan, sebanyak 19,5 persen masyarakat Indonesia menghabiskan waktu lebih dari 8 jam sehari untuk menggunakan internet.
“Meski begitu, jangan sampai penggunaan internet dan gadget membuat kita mengalami Nomophobia. Tetapi yang harus dilakukan adalah menggunakan internet sebagai sarana untuk kegiatan produktif,” tuturnya.
Menurutnya, kita harus menggunakan dunia maya dengan hal yang positif dan kreatif. Jangan lupa mempelajari tentang literasi digital agar kita terhindar dari “musibah”. Manfaat yang bisa didapatkan dari internet yakni memperdalam keterampilan, memahami informasi, memberikan dampak positif bagi orang sekitar.
Jeffry Yohanes menambahkan, di era perubahan ini kita harus tetap bijak. “Bijak memberikan informasi, jangan sebar hoax, jangan pornografi, jangan penipuan, jangan hate speech, jangan menimbulkan keributan,” ujarnya.
Selain itu, pengguna internet harus menjaga privasi orang lain, sopan berkomentar, meminta izin jika menggunakan karya orang lain, ucapkan salam dan terima kasih.
Dewi Rahmawati turut menambahkan, budaya digital atau digital culture merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.
“Budaya digital sebagai karakter, internalisasi Pancasila & Bhinneka Tunggal Ika, digitalisasi budaya dan paham akan hak dalam berdigital, serta mencintai produk dalam negeri,” tuturnya.
Meski era reformasi membawa banyak perubahan, namun Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika mutlak menjadi rujukan dalam berbangsa yang plural. Dalam ruang digital, budaya mendapatkan apresiasi.
Tetapi kemungkinan juga mengundang para individu yang melihat beragam kebudayaan dengan cara yang kurang tepat, sehingga perbedaan budaya dapat dijadikan alat untuk melakukan tindak diskriminasi.
Menjadi generasi digital yang pancasilais bisa dilakukan dengan berpikir kritis, saring sebelum sharing, tingkatkan privasi akun di ruang digital, berpartisipasi aktif dalam memproduksi konten positif.
Sebagai pembicara terakhir, Akhmad Nasir mengatakan, salah satu ancaman terbesar bagi kaum muda di situs media sosial adalah jejak digital dan reputasi masa depan mereka.
“Tidak hanya perangkat digital, namun termasuk pula situs web yang kita kunjungi, email yang kita kirim, komentar yang kita tinggalkan pada media sosial, foto yang kita unggah, transaksi kita pada situs atau platform belanja daring, dan segala informasi yang kita kirimkan ke berbagai layanan daring.” ungkapnya.
Jejak digital pasif yakni jejak data yang kita tinggalkan secara daring dengan tidak sengaja dan tanpa sepengetahuan kita. Sementara jejak digital pasif ini tercipta saat kita mengunjungi situs web tertentu dan server web mungkin mencatat alamat IP kita.
Menurutnya, jejak digital aktif kita dapat mempengaruhi berbagai hal seperti ketika kita melamar pekerjaan baru. Perusahaan saat ini gemar melihat profil media sosial calon pekerjanya sehingga kita perlu untuk berhati-hati dalam mengelola jejak digital aktif ini.
Dalam sesi KOL, Steve Angkasa mengatakan, dari sisi negatif ruang digital yaitu makin banyaknya penipuan, dan penyebaran hoax yang sembarangan di-share, dan konten dewasa yang gampang untuk disebar.
“Kalau sisi positifnya pertama menjadi mudah komunikasi melalui tempat masing-masing, kita bisa mengakses informasi di dunia ini semua nya bisa diakses, lalu kemudahan transaksi bisnis dengan adanya belanja online, lalu juga bisa untuk promosi diri atau personal branding dengan membuat konten-konten positif yang bermanfaat,” katanya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Rachel menanyakan, cara saring informasi yang baik dan benar?
“Cara saring informasi yang baik dan benar adalah pertama jangan hanya membaca judul. Kedua, cek dan ricek, kita semua mesti lebih rajin melakukan cek dan ricek terlebih dulu sebelum menjadikannya sebagai referensi,” jawab narasumber.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Pandeglang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.