Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Lindungi Diri Dari Bahaya Pornografi Di Dunia Digital”. Webinar yang digelar pada Kamis, 30 September 2021 di Kabupaten Pandeglang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Pradna Paramita (Founder Bombat.Media), Novita Sari (Aktivis Kepemudaan Lintas Iman), Rhesa Radyan Pranastiko (Kaizen Room), dan Madha Soentoro (Etnomusikolog dan Pemerhati Industri Musik Digital).
Pradna Paramita membuka webinar dengan mengatakan, dengan segala keterbukaan, kemudahan, kebebasan dalam mengakses internet, anak- anak menjadi segmen yang rentan terhadap bahaya pornografi.
“Langkah untuk mengamankan ponsel dari situs porno yakni gunakan whitelist browser, gunakan google family link, gunakan Youtube Kids, aktifkan juga parental controls di Google Chrome, aplikasi Mamabear Family Safety,” ungkapnya.
Hal penting selain teknis untuk mencegah pornografi yakni berbicara terbuka pada anak. Mengasuh anak di era digital harus dimulai dengan berkomunikasi secara terbuka dengan anak.
Lalu terus belajar, jika orangtua sudah tidak bisa mengikuti perkembangan teknologi, yang bisa dilakukan adalah bertanya kepada anak. Dukung dan dorong minat dan bakat anak, poinnya adalah kemauan orangtua untuk berpikiran terbuka kemudian mendorong minat dan bakat anaknya, dengan memanfaatkan internet.
Novita Sari mengatakan, cyberporn merupakan penyebaran bahan-bahan atau materi-materi pornografi melalui internet, baik itu tulisan, gambar, foto, suara, maupun film atau video.
“Mencegahnya, diperlukan netiket yang merupakan kode perilaku yang baik dan sebaiknya ada di internet. Memperhatikan dan melakukan perilaku yang baik di dunia digital bukan hanya wajib. Hal ini adalah tanggung jawab kita semua,” tuturnya.
Rhesa Radyan Pranastiko menambahkan, pornografi dapat memberi dampak langsung pada perkembangan otak anak dan remaja, yang bisa menyebabkan kerusakan otak permanen bila tidak segera diatasi.
“Indikator pertama dari kecakapan dalam budaya digital adalah bagaimana setiap individu menyadari bahwa ketika memasuki era digital, secara otomatis dirinya telah menjadi warga digital,” katanya.
Digital culture merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.
Digital culture merupakan prasyarat dalam melakukan transformasi digital karena penerapan budaya digital lebih kepada mengubah pola pikir agar dapat beradaptasi dengan perkembangan digital.
“Maka dari itu, kita butuh mindful communication merupakan komunikasi yang penuh perhatian melibatkan penerapan prinsip-prinsip perhatian dalam berhubungan dengan sesama. Prinsip-prinsip ini meliputi menetapkan niat, hadir sepenuhnya, tetap terbuka, tidak menghakimi, dan berhubungan dengan sesama kita dengan penuh belas kasih, empati, dan simpati,” ujarnya.
Sebagai pembicara terakhir, Madha Soentoro mengatakan, dengan segala keleluasaan internet yang luas dan bebas, maka filter terbaik untuk menghindari bahaya pornografi adalah diri sendiri.
“Melalui kesungguhan untuk melawan budaya pornografi di ruang maya maka konten-konten pornografi akan semakin terdegradasi. Bersihkan perangkat, bersihkan browser, history, dan rekaman pencarian. Hati-hati dengan keyword yang anda masukkan, beberapa kata berhubungan dengan konten pornografi,” pesannya.
Dalam sesi KOL, Brigita Ferlina mengatakan, kalau ada konten negatif jangan kasih panggung serta harus hindari hal tersebut. “Yang terpenting jangan terlalu puas pada diri kita maka kita dapat terus belajar sehingga menjadi semakin cakap digital,” jelasnya.
Salah satu peserta bernama Felisa menanyakan, bagaimana seharusnya sikap orang tua terhadap anak agar anak bisa mengerti dan dapat melindungi diri mereka dari bahaya pornografi di dunia digital?
“Sebagai orangtua harus banyak mendampingi anak dengan sikap yang terbuka, tidak hanya memberikan ujaran ‘jangan’ tetapi harus dijelaskan juga sebab akibatnya terhadap anak agar anak juga dapat memahami dan mengerti hal tersebut,” jawab Novita.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Pandeglang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]