Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Lindungi Karyamu di Dunia Digital”. Webinar yang digelar pada Jumat, 26 November 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni A Zulchaidir Ashary (Pena Enterprise), Muhammad Taufan Akbar (Founder Penerbit Nyala), Muhammad Iqbal (Comic Artist dan Ilustrator), dan Delly Maulana (Dosen Universitas Serang Raya, IAPA).
A Zulchaidir Ashary membuka webinar dengan mengatakan, dalam menggunakan media digital diperlukan kecakapan atau skill.
“Digital skill merupakan kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta sistem operasi digital. Mulai dari website hingga beragam aplikasi di smartphone,” tuturnya.
Menurutnya, masyarakat perlu kecakapan menggunakan media digital dengan beretika dan bertanggung jawab untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi. Di sinilah pentingnya literasi digital yang membuat kita mampu berpikir kritis, kreatif, dan inovatif. Memecahkan masalah. Berkomunikasi dengan lebih lancar.
Literasi digital adalah suatu kemampuan seorang memanfaatkan teknologi untuk hal-hal yang positif seperti mencari menggunakan seta menyebarkan informasi yang bisa akurat dan tepercaya.
Jika kita dapat memanfaatkan literasi dengan baik maka kita mendapatkan informasi ter-update, sadar untuk menjaga privasi, menghemat pengeluaran, mempermudah pekerjaan, menghemat waktu.
Adapun bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta yakni memberi wewenang (berupa persetujuan atau dukungan) kepada pihak lain untuk melanggar hak cipta. Memiliki hubungan dagang atau komersial dengan barang bajakan, ciptaan-ciptaan yang dilindungi hak cipta.
Mengimpor barang-barang bajakan ciptaan yang dilindungi hak cipta untuk dijual eceran atau didistribusikan. Memperbolehkan suatu tempat pementasan umum untuk digunakan sebagai tempat melanggar pementasan atau penayangan karya yang melanggar hak cipta.
Muhammad Taufan mengatakan, dalam ruang digital kita akan berinteraksi, dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultural tersebut, sehingga sangat mungkin pertemuan secara global tersebut akan menciptakan standar baru tentang etika.
Addapun etika berinternet yakni menulis email dengan ejaan yang benar dan kalimat sopan. Tidak menggunakan huruf kapital semua. Membiasakan menuliskan subyek email untuk mempermudah penerima pesan.
Lalu tidak mengirim email berupa spam, surat berantai, surat promosi, dan surat lainnya yang tidak berhubungan dengan mailing list. Menghargai hak cipta orang lain. Menghargai privasi orang lain. Jangan menggunakan kata-kata jorok dan vulgar.
“Hak cipta merupakan perlindungan karya asli baik yang sudah maupun belum dipublikasikan (selama masa hidup penulis ditambah 50 tahun setelahnya) dari suatu aplikasi tidak sah tanpa memberikan pengakuan dan kompensasi yang sesuai,” katanya.
Hak cipta tidak hanya mencakup buku, tapi juga iklan, artikel, desain grafis, label, surat (termasuk email), lirik, peta, komposisi musik, desain produk, dan sebagainya.
Muhammad Iqbal turut menjelaskan, ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, famplet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan Pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik, dan sebagainya.
“Membuat karya yang otentik memang tidak mudah, tapi bisa dimulai dari berkarya dengan jujur. Maka kita lestarikan dengan mengapresiasi, mengkahi, dan menerapkan nilai-nilainya di kehidupan bermasyarakat. Maka mari kita jadikan dunia digital sebagai ekosistem yang sehat, aman, produktif, dan saling memberdayakan,” katanya.
Sebagai pembicara terakhir, Delly Maulana mengatakan, ada beberapa cara memanfaatkan kebebasan ruang digital untuk meningkatkan produktivitas dan kreativitas. Pertama cari peluang bisnis di era digital, lalu update pengetahuan, meningkatkan kemampuan teknologi digital, bergabung di komunitas dan forum, membuat konten positif.
“Hak cipta dalam era digital, antara lain perkembangan teknologi memberikan peluang bagi semua masyarakat untuk bisa membuat karya atau konten yang mudah untuk dikonsumsi oleh masyarakat,” tuturnya.
Namun, terkadang masyarakat tidak memahami tentang batasan karya hak cipta seseorang, sehingga fenomena menyalahgunakan hak cipta sangat banyak terjadi. Fenomena men-download, membagikan dan mengupload karya yang menjadi hak cipta seseorang sering terjadi. Oleh karena itu, kita harus sama-sama melindungi karya kita dan karya orang lain untuk kita hargai.
Cara untuk melindungi karya di era digital, yakni dengan menggunakan teknologi pengaman atau istilah lainnya dikenal sebagai digital rights management (DRM) merupakan suatu sistem keamanan atau enkripsi untuk melindungi karya cipta digital.
DRM mengacu pada kumpulan sistem yang digunakan untuk melindungi hak cipta yang ada pada media elektronik, termasuk musik digital, film digital, serta data-data lain yang tersimpan dan ditransfer secara digital.
DRM adalah sistem komponen teknologi informasi dan layanan, bersama dengan hukum yang sesuai, kebijakan dan model bisnis yang berusaha untuk mendistribusikan dan mengontrol kekayaan intelektual dan haknya.
Dalam sesi KOL, Komo Ricky mengatakan, jika teman-teman ingin menjadi seorang content creator maka penting banget untuk ikut literasi digital dalam dunia digital ini, sehingga jangan asal bikin konten langsung upload atau bikin konten langsung posting.
“Sekarang ini dapat dilihat dari kacamata content creator, lagi banyak yang membuat konten yang menarik dan menaikan follower melalui wadah digital ini, maka kita bisa memanfaatkannya dengan baik dan bagus, sehingga juga semua bisa menjadi terpacu dan bergerak di dalam bidang ini,” jelasnya.
Salah satu peserta bernama Rahma Desinta menanyakan, apa saja pertimbangan dalam membuat karya yang baik dan bermanfaat dan inspiratif dalam dunia digital?
“Content creator dapat membuat konten yang relate yang bisa menyentuh para audiensnya, tantangan para kreator semua bagaimana membuat konten yang relate sesuai pasarnya tetapi tetap bisa diterima oleh masyarakat kita dan tidak menyinggung perasaan beberapa orang, dan tetap harus yang bersifat positif. Disesuaikan karyanya dan kemampuannya pada diri kita sendiri,” jawab Zul.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]