Di era digital dan big data ini, kita dengan dapat cepat memproduksi konten dan informasi yang banyak. Tugas utama pengguna media digital adalah memastikan informasi yang diterima mengandung kebenaran dan dapat bermanfaat, sehingga dapat melawan hoaks, hal-hal kontroversial, atau mengenai penghinaan/merendahkan, dan radikalisme.

Terkait hal itu, kita harus memiliki literasi digital yang baik agar mampu menjalankan tugas dengan baik untuk menjaga keharmonisan ruang digital. Dengan memiliki literasi digital, kita akan mampu mengambil langkah yang tepat, seperti jika ditemukan individu atau kelompok yang memprovokasi dan berpotensi menimbulkan konflik horizontal, kita dapat mengenalinya dan melaporkan hal tersebut.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Berantas Radikalisme Melalui Literasi Digital”. Webinar yang digelar pada Jumat, 26 November 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Dwiyanto Indiahono (Dosen Kebijakan Publik Universitas Jenderal Soedirman), Wulan Tri Astuti (Dosen Ilmu Budaya UGM dan IAPA),  Mustaghfiroh Rahayu (Dosen Sosiologi Universitas Gadjah Mada), AAM Abdul Nasir (assistenprofesi.id), dan Dilla Fadiela (Puteri Indonesia Perdamaian 2018) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Wulan Tri Astuti menyampaikan bahwa sebagai netizen penting menyeleksi perilaku netiket dengan sadar atas keberadaan orang lain, menerapkan standar perilaku online yang sama dengan kehidupan nyata. Selain itu, tidak merugikan pengguna internet lainnya, membentuk citra diri positif, menghormati privasi orang lain, memberi saran atau komentar yang baik, serta menghormati waktu dan bandwith orang lain. Termasuk mengakses hal-hal yang baik dan bersifat tidak dilarang, dan tidak melakukan seruan atau ajakan ajakan yang sifatnya tidak baik.

“Orangtua memiliki peran untuk mendampingi anak dalam berselancar di ruang digital, terutama untuk menghindari radikalisme. Berikanlah mereka pemahaman akan internet sehat, ajarkan perbedaan bercanda dan perundungan, dampingi saat bermain serta memonitor aktivitas digital, ajak anak berkomunikasi, dorong anak untuk merasa nyaman serta percaya diri, dan berikan perhatian, kasih sayang, dan penghargaan kepada anak,” jelasnya.

Dilla Fadiela selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa terkait isu radikalisme, keberagaman negara Indonesia membuat hal ini menjadi topik pembicaraan di seluruh penjuru negara ini. Misal, ketika terjadi serangan terror di gereja di Surabaya, sebagai Miss Perdamaian ia menggunakan media sosial untuk membagikan informasi, tentunya setelah melakukan saring sebelum sharing karena banyaknya kesimpangsiuran atas peristiwa tersebut.

Menurutnya, kembali lagi ke diri sendiri untuk bagaimana berperilaku secara baik dan benar di ruang digital sesuai dengan niatan diri sendiri. Bukan hanya generasi muda, setiap generasi harus mengikuti berbagai perkembangan teknologi yang menyangkut kecakapan, budaya, etika, dan keamanan demi menciptakan masyarakat yang memiliki wawasan yang luas. Tidak hanya menjadi penikmat konten, tapi juga ikut mengisi ruang digital dengan konten-konten positif dan bermanfaat demi diri sendiri maupun orang banyak.

Salah satu peserta bernama Anita menyampaikan, “Bagaimana tanggapan tentang kebebasan berpendapat di era digital ini? Kadang orang menyampaikan kritik atau opininya terlalu ekstrem dan mengarah ke rasisme. Bagaimana cara menyikapinya agar tidak terbawa arus kebebasan yang negatif itu, dan batasan apa saja yang harus kita perhatikan dalam menyampaikan kritikan atau opini di ruang publik, khususnya di dunia digital?”

Pertanyaan tersebut dijawab Dwiyanto Indiahono. Ketika kita berinteraksi di media sosial, sejatinya menyadari bahwa kita berinteraksi dengan manusia yang memiliki hati, perasaan, dan martabat yang harus dijaga, bukan hanya perangkat dan layar saja. Hal tersebut harus disampaikan kepada orang-orang banyak.

“Dalam menyampaikan kritik, kita dapat mengontak melalui jalur pribadi untuk menghindari seperti menggurui, sambil menyertakan informasi dan fakta sebenarnya. Selalu gunakan kesopanan dalam memberi tahu dan menyampaikan pesan kepada siapapun, di manapun,” jawabnya.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]