Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna Internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Jaga Bersama Ruang Digital Kita”. Webinar yang digelar pada Jumat (30/7/2021) di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Rhesa Radyan Pranastiko (Kaizen Room), Wulan Furrie, M.I.Kom (Praktisi dan Dosen Manajemen Komunikasi Institut STIAMI), Kiai M. Jadul Maula (Penulis dan Budayawan), serta Mathelda Christy Natalia T. (Kaizen Room). Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.
Literasi digital
Rhesa Radyan membuka webinar dengan mengatakan, kita mungkin sudah sangat akrab dengan dunia digital. Namun, selayaknya dunia fisik di sekitar kita, ada beberapa hal yang perlu kita ketahui dan pahami agar tidak tersesat dalam dunia digital, salah satunya adalah literasi digital.
“Literasi digital, banyak menekankan pada kecakapan pengguna media digital, dalam melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif,” tuturnya. Sementara digital skills adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan peranti lunak TIK serta sistem operasi digital.
Mulai dari website hingga beragam aplikasi di smartphone. Rata-rata durasi masyarakat menggunakan handphone yakni 8 jam 52 menit dan sosial media paling banyak digunakan yaitu Youtube.
Menurut Rhesa, 5,5 persen masyarakat Indonesia masih menganggap semua informasi yang beredar di Internet dapat dipercaya, 26,1 persen menganggap sebagian besar informasi di Internet dapat dipercaya, 27,5 persen menganggap setengah informasi di Internet dapat dipercaya.
“Untuk itu diperlukan BTS, yakni Baca, Teliti, dan Sharing. Baca menyuluruh, baca sumbernya dan kutipan informasi tersebut. Teliti dan pastikan informasi hadir dari media atau kanal yang tepercaya. Sharing atau posting yang penting, bukan yang penting posting,” katanya.
Wulan Furrie menambahkan, ekosistem Internet yang tidak sehat seperti adanya cyber-bullying, sebar berita hoaks, iklan palsu, provokasi, berita kekerasan, hingga pelecehan seksual online yang meningkat di masa pandemi.
“Jangan termakan segala bentuk provokasi. Bijak menentukan apa provokasi itu positif atau negatif. Bijaksanalah jika ingin menyebar sebuah informasi karena kita bisa menjadi biang keladi sebuah aksi negatif di dunia nyata,” ungkapnya.
Etika
Sementara mereka yang menjadi pelaku perundungan atau bullying di media sosial, dinilai tidak memiliki etika, sehingga tidak bisa membedakan bagaimana menyampaikan kritik, saran, dan bullying.
“Kesadaran untuk menghargai orang lain dalam bermedia sosial harus ditumbuhkan dari dalam diri sendiri. Freedom online bukan hanya perihal kebebasan berpendapat namun juga saling mengedukasi untuk saling memahami. Kita harus baik terhadap satu sama lain secara online dan dalam kehidupan nyata,” pesannya.
Kiai M. Jadul menjelaskan, tanpa kecakapan yang benar dan bertanggung jawab, teknologi digital bisa menjadi faktor perusak bangsa dan karakter manusianya. Menurutnya, teknologi untuk memudahkan, bukan menyulitkan. Teknologi mempertemukan, bukan memisahkan.
“Teknologi untuk mendidik, bukan mencekik. Teknologi untuk kebenaran, bukan keonaran. Teknologi untuk kebaikan, bukan kerusuhan. Jaga kerhormatan melalui jemarimu, jelas tujuannya, mainkan teknologi, mulailah jaga martabat kita,” imbuhnya.
Sebagai pembicara terakhir, Mathelda Christy memaparkan, digital safety adalah kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan tingkat keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.
“Lakukan hal-hal baik ini di ruang digital, seperti hanya berbagi berita positif/baik, hormati orang lain, bahkan jika berbeda pendapat. Verifikasi semua permintaan data pribadi, berhati-hati dengan link mencurigakan,” pungkasnya.
Dalam sesi KOL, Ranny Rach menjelaskan, secara harfiah teknologi ini menjadi alat untuk manusia mempermudah kehidupan dan memberikan manfaat bagi kehidupan. Sehingga, alat tersebut harus dipergunakan sebagaimana semestinya dan sebagai peran fungsinya.
“Bukan berarti kita yang digunakan yang di peralat sama teknologi yang seharusnya jadi alat kita. Menjaga di ruang digital, kita harus pahami betul karena peran-peran fungsi aplikasi atau media sosial yang kita pergunakan sesuai dengan fungsinya,” katanya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Rahmat menanyakan, berhubung saat ini data pribadi sering disebarkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, bagaimana cara agar dapat merasa aman dan nyaman dalam berselancar di dunia digital?
“Kita sebagai pengguna Internet yang baik, tentu harus ikut andil dalam menyebarkan konten positif. Seperti di media sosial, agar keluarga atau teman kita lebih aware dengan segala fenomena atau kejahatan, yang terjadi di dunia maya dan bisa terhindar dari segala kejahatan,” jawab Christy.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.