Dalam rangkaian kegiatan Ramadhan di Pekan Raya Jakarta, Kemayoran, Harian Kompas, Jumat (24/5/2019) sore, menyelenggarakan aktivitas “ngabubookread”. Sesuai dengan namanya, aktivitas tersebut berisi rangkaian kegiatan literasi di antaranya bincang santai, diskusi ringan, dan permainan kencan buku untuk menunggu momen buka puasa bersama.

Penulis dan penggiat literasi Maman Suherman menjadi pembicara dalam acara yang dihadiri sejumlah komunitas baca Tanah Air, seperti Goodreads Indonesia, Indowriters Community, dan Pine House Venesia. Selain mengulas buku puisi terbarunya Hijabers, Jika Itulah Jalanmu, Kang Maman, begitu ia akrab disapa, berbagi cara untuk menebar kebaikan melalui gerakan-gerakan literasi Nusantara.

Penerapan 3E

Bincang santai dibuka dengan cerita Kang Maman mengenai bahaya perkembangan arus informasi yang berjalan pesat tanpa diimbangi masyarakat melek literasi. Dampaknya, banyak orang yang mudah dibuat keliru oleh hoaks, bahkan sebagian di antara juga berbuat tindakan tercela karena menerima informasi palsu dan berita bohong. Fenomena ini diperparah dengan fakta yang diungkapkan Kang Maman bahwa Indonesia masih menjadi salah satu negara yang warganya relatif suka bernarasi, tetapi jarang membaca.

Hal tersebut perlu segera dicarikan solusi bersama. Salah satunya melalui penerapan 3E, yaitu empowerment, enlightment, dan enrichment terhadap gerakan literasi. Agen pergerakan ini bisa dimulai oleh komunitas-komunitas literasi lewat kegiatan baca dan menulis yang dihidupkan dari daerah hingga nasional. Tujuannya, api literasi bisa dihidupkan, dirawat, dan dijaga.

“Dulu, saya sering dipandang remeh karena kerap membolos kelas dan jarang masuk kuliah, tapi dikenal rajin dan kritis bertanya jika ada kesempatan sehingga tidak tertinggal. Itu karena saya hobi membaca buku, jadi keinginan mencari tahu dan terus belajar juga besar. Saya ingin teman-teman juga demikian, maka pergerakan literasi adalah penting dan segalanya,” ujar Kang Maman.

Menangkal hoaks

Menyoal literasi, tidak akan jauh dari aktivitas baca buku. Hal ini karena buku adalah jendela yang membukakan siapa saja pada ilmu pengetahuan dan wawasan baru. Bagi Kang Maman, buku bahkan memiliki arti lebih dari itu. Ia pun mengajak masyarakat untuk memaknai pandangan tentang buku.

“Buku bukan benda mati, melainkan benda yang menghidupkan pikiran dan pandangan. Buku tidak cuma pajangan, tetapi juga produk pemberdayaan,” tambah Kang Maman.

Melalui pemaparannya, ia mengajak komunitas-komunitas yang turut hadir untuk bersama mengemban misi penting meningkatkan minat baca buku masyarakat Indonesia. Tujuannya, masyarakat bisa mandiri dalam menangkal hoaks, berhati-hati dalam berbagi informasi (saring sebelum sharing), hingga tumbuh karakter yang semangat belajar. Hal ini juga akan diikuti dengan perkembangan melek literasi lainnya, seperti literasi finansial, literasi kebinekaan, literasi digital, literasi sains, dan lain-lain. Semuanya berawal dari kebiasaan membaca.

Untuk itu, kegiatan “ngabubookread” sarat dengan aktivitas bersama buku, salah satunya lewat permainan ringan “Book Blind Date”. Tiap peserta komunitas berkesempatan memilih satu buku bacaan hanya dengan petunjuk singkat yang tertempel di buku bersampul cokelat dan koran. Buku yang dipilih nantinya dibuka dan dibaca bersama sembari menyantap takjil untuk buka puasa bersama.

Tak lupa juga, masing-masing komunitas menerima parsel buku persembahan Harian Kompas dan Gramedia sebagai bentuk apresiasi dan dukungan bagi komunitas baca. Para peserta pun pulang tidak sekadar membawa banyak buku, tetapi juga inspirasi dan pengalaman untuk memajukan literasi Indonesia. [VERONICA/MARCOMM KOMPAS]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 2 Juni 2019.