Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kominfo menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Think Before Posting!”. Webinar yang digelar pada Kamis, 22 Juli 2021 di Kabupaten Tangerang, ini diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Panji Gentura (Project Manager PT WestmooreTech Indonesia), Dr Dwiyanto Indiahono (Dosen Kebijakan Publik Universitas Jenderal Soedirman, IAPA), Novi Widyaningrum SIP MA (Researcher Center for Population and Policy Studies UGM), dan Meidine Primalia (Kaizen Room).

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Panji Gentura membuka webinar dengan mengatakan, situs jejaring sosial dan aplikasi dapat memfasilitasi komunikasi dan berbagi informasi di antara kelompok dan individu yang beragam sekarang menjadi klise.

“Maka tidak mengherankan, negara kapitalis yang mereka layani, telah memusatkan perhatian pada pertumbuhan eksplosif teknologi ini,” katanya. Dalam konteks ini, kebocoran data pribadi menjadi masalah keamanan yang utama,” ungkapnya.

Dwiyanto Indiahono menambahkan, perlunya menjadi netizen ramah di dunia nyata dan dunia maya. Menurut Survei Digital Civility Index (DCI) Microsoft, dari 32 negara Indonesia menempati posisi 29, dalam hal netizen yang paling tidak sopan.

“Setidaknya ada 3 faktor utama, yakni hoaks dan penipuan, ujaran kebencian dan diskriminasi,” ungkapnya. Apalagi konten dengan muatan penghinaan atau pencemaran nama baik, menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan, ancaman kekerasan atau menakut-nakuti ikut mengalami kenaikan.

Menurut Dwiyanto, di sinilah perlunya membangun citra diri positif dengan hanya mem-posting hal bermanfaat, menginspirasi, memotivasi, memberi solusi, menjalin silaturahmi, dan membuat jejaring dengan cara yang santun.

Adapun cara menjaga nilai Pancasila di dunia digital, bisa dilakukan dengan membangun budaya digital, berkumpullah dengan komunitas yang baik, saring informasi (cek konten yang mencurigakan), tenangkan diri, dan berpikir jernih dalam membuat konten.

Novi Widyaningrum turut menjelaskan, netizen harus memiliki etika yang baik, sebab komunikasi digital memiliki karakteristik komunikasi global yang melintasi batas-batas geografis dan batas-batas budaya. “Apalagi, setiap batas geografis dan budaya juga memiliki batasan etika yang berbeda. Sebaiknya tidak menebar kebencian dan perpecahan. Etika adalah pedoman perilaku yang sifatnya mutlak. Etiket adalah pedoman tingkah laku ketika berinteraksi dengan orang lain yang sifatnya relatif.”

Adapun hak digital adalah hak asasi manusia yang menjamin tiap warga negara untuk mengakses, menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan media digital. Sementara tanggung jawab digital, yakni melindungi privasi dan data pribadi, menjaga hak-hak atau reputasi orang lain, menjaga keamanan nasional atau moral publik.

“Etiket berkolaborasi digital, yakni menggunakan caption yang baik, tidak berbau SARA, dan inspirasif kepada orang lain. Menggunakan hastag untuk menautkan informasi spesifik berkaitan dengan netiket. Menggunakan metode comment dalam melakukan interaksi satu sama lain dengan menyertakan mention akun lain,” jelasnya.

Meidine Primalia mengajak netizen untuk posting yang penting saja, bukan yang penting posting. Untuk itu, di dalam dunia digital juga diperlukan keamanan digital (digital safety). “Digital safety merupakan kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan tingkat keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari untuk kegiatan positif dan tidak merugikan diri sendiri atau orang lain, serta lebih bijak dalam menggunakan fasilitas tersebut.”

Adapun hal yang seharusnya tidak di-posting di media sosial, yakni screenshoot percakapan pribadi, alamat dan nomor telepon pribadi, status atau informasi keuangan pribadi, geolokasi terkini, hingga berita yang belum jelas kebenarannya.

Dalam sesi KOL, Cinthia Karani yang merupakan Miss Earth Indonesia 2019 mengatakan, bila berbicara soal dampak khusus, dengan adanya dunia digital kita bisa lebih mudah mendapatkan informasi hanya melalui internet.

“Sekarang dengan hanya gadget dengan internet, kita sudah bisa mengakses apapun. Kemudian juga sudah ada sosial media yang banyak juga kegunaannya untuk hiburan yang dan juga mengakses informasi. Sekarang juga banyak walaupun harus kita saring lagi karena banyak juga informasi hoaks di sosial media,” katanya.

Peserta bernama Irfan menanyakan, bagaimana cara memberikan arahan kepada orang terdekat untuk berhati-hati dalam mem-posting dan menanggapi posting-an yang ada di sosial media?

“Bila ada informasi dari media-media kredible masyarakat menganggap situs berita tersebut yang fakta. Bisa cek di halaman resmi ke Kominfo untuk cek kebenaran berita-berita yang ada media berita,” jawab Novi.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]