Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kominfo menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Menjadi Generasi Cerdas Berselancar di Internet”. Webinar yang digelar pada Kamis, 22 Juli 2021 di Kota Tangerang, ini diikuti oleh ratusan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dr Bevaola Kusumasari MSi (Dosen Fisipol UGM), Mikhail Gorbachev Dom (Peneliti Institut Humor Indonesia Kini), M Nur Arifin (peneliti/antropolog), dan Fransiska Desiana Setyaningsih MSi (Dosen Unika Widya Mandira Kupang).

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Bevaola Kusumasari mengawali webinar dengan menerangkan keterkaitan antara kepuasan penggunaan internet dengan literasi digital seharusnya dapat seimbang. “Sehingga, pemanfaatan teknologi dapat berjalan sesuai dengan kesadaran masyarakat dalam mempergunakan teknologi tersebut.”

Saat ini, lanjut Bevaola, generasi dibagi menjadi 3 karakter. Pertama adalah generasi milenial yang merupakan generasi pertama yang dibesarkan di internet dan media sosial. Lalu generasi Z dan generasi Alpha. Ia mengatakan, ada beberapa hal yang bisa dimanfaatkan dengan internet, seperti menjadi influencer, menulis konten digital, membangun toko online, dan mengajar online.

“Mari membangun konten positif di portal internet dengan konten-konten yang bermuatan pendidikan untuk mengedukasi dan menginspirasi masyarakat. Sebab, konten positif dapat memengaruhi perubahan prilaku masyarakat ke arah lebih baik,” ungkapnya.

Adapun jenis konten negatif yang sering muncul di internet, yakni hoaks, hate speech, dan cyberbullying. Motivasi pembuatan konten negatif biasanya didasari alasan ekonomi, mencari kambing hitam, politik, dan memecah belah persatuan.

“Manusia itu pada hakikatnya belajar, termasuk belajar untuk mengubah tingkah laku. Sehingga, membutuhkan asupan informasi yang baik agar orang dapat berpikir dan menentukan sikap,” tambahnya.

Mikhail Gorbachev Dom menambahkan, etika beinteraksi di media sosial, yakni gunakan bahasa yang sopan, tidak mengguggah konten berbau SARA hingga pornografi, bijaksana dalam meneruskan foto/video di media sosial, bijaksana dalam like, bijaklah dalam berkomentar, dan tidak mengedit video untuk memberi presepsi yang berbeda.

“Etika membuat akun ialah gunakan identitas asli, gunakan foto diri kita bukan orang lain, tulislah bio dengan baik, gunakan bahasa yang sopan, tidak menampilkan informasi data pribadi, kenali fitur-fitur di platform media sosial yang kita tuju,” jelasnya.

Mikhail melanjutkan, banyak kasus yang terjadi di indonesia terjerat oleh UU ITE pasal 27 ayat 1, yaitu memuat konten melanggar kesusilaan misalnya pornografi. Lalu pasal 27 ayat 3 terkait pencemaran nama baik, pasal 28 ayat 2 tentang menyiarkan kebencian, dan pasal 29 tentang ancaman kekerasan.

“Tindakan melawan banjirnya konten negatif, yakni jangan mengakses informasi yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Stop perundungan, jangan mendistribusikan konten negatif, kebenaran informasi adalah sebuah keharusan,” sambungnya.

Nur Arifin turut menjelaskan, kebudayaan masyarakat dari waktu ke waktu mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan tingkat pengetahuan dan kebutuhan manusia. Saat ini terjadi perubahan dari tradisional ke modern.

“Lalu dunia riil menjadi dunia digital. Perubahan kebudayaan adalah sebuah keniscayaan,” kata Nur. Ia menambahkan, teknologi adalah manifestasi dari imajinasi manusia tentang sebuah dunia yang lebih baik. Melalui teknologi, manusia membangun masa depan kebudayaan dan kehidupan.

Sebagai pembicara terakhir, Fransiska Desiana memaparkan, pengguna internet di Indonesia per Januari 2021 berjumlah 202,6 juta dari total populasi 274,9 juta. Ini berarti 73,7 persen masyarakat Indonesia berselancar di internet.

Pengguna internet di Indonesia rata-rata menghabiskan waktu hampir 9 jam untuk mengakses internet, dan sekitar 3 jam dihabiskan untuk bermedia sosial. “Di sinilah perlunya penerapan empat pilar literasi digital, yakni digital skill, digital ethics, digital culture, digital safety,” ujar Fransiska.

Adapun manfaat internet, yaitu kecepatan mengakses dan menyebarkan informasi, kemudahan dalam bertransaksi (jual-beli), memperluas pergaulan dan pertemanan, sarana hiburan untuk semua kalangan, dan wadah untuk berekspresi.

Dalam sesi sharing KOL, Qausar Harta Yudana mengatakan, dampak positif internet bisa dilihat dari penyebaran informasi dengan mudah dan beragam, bentuknya mulai dari tulisan, foto, hingga video.

“Di media sosial juga perlu diperbanyak konten yang berbobot agar kita lebih intelektual atau cerdas. Saat ini, generasi Z lebih berani untuk mengambil sikap untuk membuat sesuatu dan mereka ini lebih cepat berkembangnya daripada milenial sekarang,” jelasnya.

Salah satu peserta bernama Nazil menanyakan, adakah tips detoxifikasi internet yang bisa dilakukan? Karena tidak dimungkiri pandemi membuat kita semakin intens dengan gadget.

“Ini sebenernarnya tidak ada durasi tepatnya harusnya kita harus bisa lepas untuk kesehatan mata dan kelelahan berpikir. Jadi, break 2 atau 3 jam saja sudah cukup untuk kesehatan mental dan fisik,” jawab Bevaola.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Lebak. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]