Hari Raya Idul Fitri memang tidak hanya memiliki dimensi religiositas. Meminjam kata-kata analis ekonomi Enny Sri Hartati di Kompas, Selasa (20/4/2021), dimensi ekonomi Lebaran sangat kental setiap tahunnya. Ekonomi lebaran menurutnya sudah dimulai sejak memasuki bulan Ramadhan.

Hal itu karena sebagian besar masyarakat Muslim akan mengistimewakan konsumsinya. Mulai dari hal kecil seperti kualitas konsumsi selama bulan puasa. Puncaknya pada Idul Fitri, ketika mereka biasanya rela membongkar tabungan demi sukacita perayaan hari raya.

Tabungan itu biasanya digunakan untuk tradisi seperti membeli baju baru atau memberikan hantaran kepada sanak saudara atau rekan sejawat. Bahkan, sampai sekarang, masih terdengar cerita soal masyarakat yang rela berutang untuk bisa melaksanakan mudik Lebaran. Jadi, tak heran pemerintah berharap Lebaran ini konsumsi masyarakat tetap tinggi.

pemulihan ekonomi

Harapan ini jelas beralasan karena selama pandemi, ekonomi Indonesia cukup terpengaruh. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia triwulan IV-2020 terhadap triwulan IV-2019 tumbuh minus 2,19 persen (year on year). Sementara itu, dibandingkan triwulan III-2020 mengalami minus 0,42 persen.

Anjloknya pertumbuhan ekonomi sejalan dengan melorotnya konsumsi rumah tangga sepanjang 2020 yang tumbuh minus 2,63 persen. Padahal, konsumsi masyarakat penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia karena selama ini kontribusinya bagi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 60 persen.

Walaupun demikian, Pemerintah tetap optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini akan kembali ke zona positif, yaitu di kisaran 4,5 persen hingga 5,3 persen. Hal ini dikatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Baca juga : 

Mengejar target pertumbuhan

Untuk bisa kembali kepada kinerja prapandemi, pemerintah melalui Kemenko Perekonomian menyebut ada tiga kunci pertumbuhan ekonomi untuk tahun ini, yaitu konsumsi, investasi, dan ekspor. Pemulihan ekonomi ini harus berjalan selaras dengan upaya penanganan Covid-19.

Dari ketiga komponen itu, komponen yang relatif bisa didorong oleh pemerintah dalam jangka pendek adalah konsumsi rumah tangga. Sementara itu, investasi merupakan rencana jangka panjang dan ekspor masih berat karena dunia usaha nasional masih belum pulih total serta dunia usaha global masih lesu.

Pada 2020, upaya menjaga daya beli masyarakat ini telah dilakukan dengan mengucurkan dana sebesar Rp 203,9 triliun untuk program perlindungan sosial. Dengan dana ini, diharapkan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah bisa terdorong meningkat. Program ini sendiri antara lain disalurkan dalam bentuk Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Dana Desa, Subsidi Listrik, dan Program Keluarga Harapan.

Untuk itu, pemerintah ingin menggunakan momentum Ramadhan untuk mendorong konsumsi masyarakat. Sebab, seperti halnya Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, konsumsi masyarakat meningkat.

Presiden Joko Widodo, menurut Airlangga, memang menginginkan momentum Ramadhan ini dimanfaatkan untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi. Sebab, pertumbuhan ekonomi pada kuartal 1-2021 diproyeksikan masih negatif. Oleh karena itu, untuk bisa kembali ke level pertumbuhan sebelum pandemi, ekonomi harus tumbuh sekitar 7 persen pada kuartal II-2021.

Pertumbuhan itu dibutuhkan guna kembali ke level sekitar 5 persen (year on year) pada 2021. Jika, kuartal II-2021 tidak mencapai kisaran angka minimal 6,7 persen, target pertumbuhan 5 persen di 2021 tidak akan tercapai.

“Presiden ingin memanfaatkan momentum ini (Ramadhan) guna mengejar target pertumbuhan ekonomi. Namun, pengendalian pandemi Covid-19 harus tetap dilakukan,” ujarnya.

konsumsi masyarakat memengaruhi ekonomi
Berkumpul sembari nongkrong juga bisa membantu menaikkan ekonomi. Foto : Klasika Kompas/ Egbert Siagian.

Saat ini, masyarakat, terutama kalangan menengah ke atas, tidak belanja bukan karena tidak ada uang, melainkan takut untuk belanja. Oleh karena itu, Presiden berpesan untuk selalu menjaga daya beli. Oleh karena itu, pemerintah mau tidak mau harus mengubah rasa khawatir itu menjadi rasa aman sehingga mereka mau melakukan interaksi dan roda ekonomi bisa berputar lagi.

Sebelumnya, beberapa upaya kebijakan telah dilakukan untuk mendorong konsumsi masyarakat, seperti pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM) untuk pembelian mobil dan kredit usaha rakyat untuk menjaga produksi dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Walaupun demikian, Pemerintah tetap optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini akan kembali ke zona positif, yaitu di kisaran 4,5 persen hingga 5,3 persen.

~ Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Hasilnya, memang ada perkembangan indikator makro pada sisi konsumsi atau belanja. Grafiknya mulai menunjukkan peningkatan. Berdasarkan big data pada perbankan, angka pertumbuhan belanja nasional pada April 2021 mengalami peningkatan dibandingkan tahun lalu. Peningkatan ini sangat tajam, yaitu sebesar 32,48 persen (year on year) untuk non-seasonally adjusted. Sementara itu, seasonally adjusted tumbuh 13,11 persen (year on year).

Airlangga pun mengatakan bahwa angka purchasing manager index (PMI) juga mengalami kenaikan. Bahkan, penerimaan di sektor industri juga tumbuh.

“Pertumbuhan di sektor industri selain PMI all time high di 53,2 tertinggi dari periode sebelum 2019, yang biasanya di rata-rata 51. Juga penerimaan sektor industri mengalami kenaikan, yakni tumbuh 10,26 persen secara year on year. Itu untuk non seasonally adjusted. Dan, 1,46 persen year on year yang seasonally adjusted,” paparnya.

Momentum Idul Fitri

Oleh karena itu, momentum peningkatan konsumsi masyarakat ini tidak bisa dilepaskan begitu saja. Belajar dari libur mudik Lebaran 2020, upaya pembatasan dan peniadaan kegiatan mudik juga harus diimbangi dengan berbagai program yang tujuannya untuk mendorong pemulihan ekonomi, terutama untuk meningkatkan konsumsi masyarakat.

Airlangga mengatakan, program PEN memang terus didorong untuk memperkuat daya beli dan produksi. Hal ini memang karena saling berkaitan sembari mempercepat vaksinasi massal dan menguatkan implementasi UU Cipta Kerja, dan memperluas implementasi PPKM Mikro.

“Pemerintah akan konsisten menjaga keseimbangan antara Program Pengendalian Covid-19, dengan Program Pengungkit Perekonomian yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi,” imbuh Airlangga.

Guna mewujudkan hal tersebut, pemerintah meluncurkan Program Pengungkit Ekonomi untuk meningkatkan belanja masyarakat. Beberapa inisiatif ini antara lain kewajiban untuk tetap memberikan THR keagamaan kepada pekerja atau buruh dan aparatur sipil negara, TNI, dan Polri.

Pemerintah juga tetap akan melanjutkan program Perlindungan Sosial dan kartu sembako. Jadwalnya pun akan dipercepat pada awal Mei. Untuk perlindungan sosial, pemerintah sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp 148,66 triliun. Sementara itu, untuk program keluarga harapan (PKH) akan ada 10 juta penerima manfaat. Program lanjutan lainnya yang tetap dipertahankan adalah BLT Dana Desa, Bansos Tunai, dan kuota internet serta diskon listrik.

Sementara itu, ada juga program lainnya yang untuk memperkuat sisi demand, seperti Kampanye berbagi kiriman untuk keluarga di rumah. Sebelumnya, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan konsumsi masyarakat, seperti pembebasan PPnBM untuk pembelian mobil dan program kredit usaha rakyat untuk merangsang produksi UMKM.

Ayo Belanja, Dukung Ekonomi Indonesia

Fitch Ratings, lembaga pemeringkat kredit internasional, memperkirakan PDB Indonesia akan pulih secara bertahap menjadi 5,3 persen pada 2021 dan 6 persen pada 2022. Jelas ini prediksi yang sangat baik, mengingat ekonomi Indonesia sempat terkontraksi 2,1 persen pada 2020.

Prediksi ini sejalan dengan proyeksi pemerintah yang mematok pertumbuhan di angka 4,5–5,3 persen. Proyeksi ini cukup berdasar karena Pemerintah Indonesia terus mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menjaga daya belanja masyarakat dan pemerintah serta menjaga harga komoditas.

Hal itu diamini Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Menurut Airlangga, keberhasilan Indonesia terus bertahan di tengah pandemi karena penerapan kebijakan PPKM Mikro untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat dan juga percepatan vaksinasi.

Fitch juga melihat pengeluaran pemerintah tetap difokuskan untuk mengurangi dampak akibat pandemi. Disebutkan, sekitar 4,2 persen dari PDB Indonesia pada 2021 dialokasikan untuk langkah kesehatan dan bantuan mendukung rumah tangga dan bisnis. Angka ini meningkat 0,4 persen dari PDB 2020.

Memasuki Ramadhan dan menyambut Idul Fitri, pemerintah tidak ingin kehilangan momen untuk memulihkan ekonomi. Saat hari raya, biasanya terjadi peningkatan konsumsi masyarakat.

pemulihan ekonomi dimulai dari masyarakat
Konsumsi rumah tangga menjadi tulang punggung perekonomian Negara. Foto : Klasika Kompas/Egbert Siagian

Seperti yang sudah diketahui, PDB Indonesia saat ini masih sangat bergantung pada konsumsi rumah tangga. Oleh karena itu, saat hal ini anjlok karena pandemi, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk kembali meningkatkan daya beli masyarakat.

Baca juga : 

Pencairan THR

Untuk mendukung daya beli masyarakat, pemerintah melalui kantor Menko Perekonomian meminta semua perusahaan swasta membayarkan tunjangan hari raya (THR) secara penuh kepada pekerja atau buruh, termasuk untuk aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri. Langkah ini untuk mendukung stimulus pemerintah di sektor swasta yang sudah banyak diluncurkan.

Stimulus itu antara lain menggratiskan PPnBM mobil, menanggung PPN untuk sektor properti, dukungan untuk hotel, restoran, dan kafe (horeka) dari segi restrukturisasi kredit (relaksasi pembayaran cicilan) dan penjaminannya, serta subsidi bunga untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Kemenko Perekonomian memperkirakan akan ada putaran dana di pasar sebesar Rp 215 triliun dari pembayaran THR perusahaan terhadap karyawan. Ini diharapkan bisa mendorong konsumsi masyarakat jelang Lebaran.

Percepatan pencairan Perlinsos

Kebijakan Perlindungan Sosial (Perlinsos) kembali dilanjutkan pada tahun ini. Untuk itu, pemerintah melalui Kemenko Perekonomian akan mencairkan kembali dana ini dan akan dipercepat. Perlinsos tahun ini akan diberikan pada awal Mei sehingga bisa digunakan masyarakat untuk merayakan Idul Fitri, dari yang semestinya dibagikan pada Mei–Juni

Perlinsos memang fokus pada masyarakat menengah ke bawah dalam bentuk Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Pra Kerja, Bantuan Sosial, Bantuan Langsung Tunai, dan Dana Desa. Namun, di satu sisi, pemerintah juga menjaga keberlangsungan dunia usaha untuk menyeimbangkan antara demand dan supply. Salah satunya dengan dukungan kepada UMKM.

Kampanye Berbagi Kurma

Kemenko Perekonomian bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) mengadakan kampanye nasional Bagi-Bagi Kurma (Kado untuk Keluarga di Rumah). Kampanye nasional ini sedang disiapkan oleh Satuan Tugas PEN, Kemenko Perekonomian, dan Kominfo.

Bantuan beras

Bantuan beras dari Bulog ini rencananya akan sebesar 10 kilogram kepada 20 juta keluarga penerima manfaat. Penyalurannya direncanakan akan dilakukan pada akhir Ramadhan atau pada masa peniadaan mudik berlaku.

Penyerahan bantuan beras ini dipercepat dari Juni ke awal Mei selama dua bulan. Subsidi bansos beras selama Ramadhan ini membuat Bulog bisa memperoleh dana senilai Rp 2 triliun yang nantinya bisa digunakan untuk membeli gabah rakyat sebesar 440 ribu ton.

“Dan, percepatan perlindungan sosial estimasinya Rp 14,12 triliun sehingga harapannya PDB pada kuartal II 2021 bisa tumbuh positif,” pungkas Airlangga.

Pengungkit Ekonomi saat Ramadhan
Desain Grafis : Iklan Kompas/ Yovieta B