Komitmen pemerintah untuk peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dibuktikan dengan konsisten mengalokasikan anggaran fungsi pendidikan sebanyak 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sesuai dengan amanat Undang-undang. Tahun ini anggaran fungsi pendidikan mencapai Rp 429,5 triliun yang disebar ke 19 kementerian/lembaga dan porsi terbesar ditujukan untuk transfer daerah sebanyak 62,62 persen atau sekitar Rp 308,38 triliun.
Meski nilainya besar, pemanfaatannya dinilai belum optimal meningkatkan dan memeratakan kualitas pendidikan di Indonesia. Hal tersebut diungkapkan Komisi X DPR RI saat menggelar Rapat Kerja Bersama Kemdikbud pada Senin (24/6/2019). Ini juga tecermin dari hasil pemetaan yang dilakukan Kemdikbud, masih sedikit sekolah yang memenuhi standar nasional pendidikan (SNP). Untuk itu, perlu ada kebijakan maupun regulasi dalam mengawal penggunaan anggaran transfer daerah tersebut.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, pihaknya terus berupaya mempertajam penggunaan anggaran fungsi pendidikan agar lebih optimal dan melakukan sinkronisasi dalam pemanfaatan anggaran agar lebih tepat sasaran. “Perlu mekanisme pelaksanaan dan pengawasan yang baik agar penggunaan anggaran fungsi pendidikan dapat lebih dirasakan dampaknya.”
Kemdikbud menggandeng kementerian dan lembaga-lembaga terkait, seperti Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawal distribusi dan penggunaan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dari dalam, pengawasan juga dioptimalkan melalui aparat pengawasan intern pemerintah (APIP).
DAK tepat guna dan tepat sasaran
Mendikbud menilai, penggunaan DAK fisik yang tepat guna dan tepat sasaran menjadi kunci pembangunan pendidikan yang lebih baik. “Bantulah sekolah yang sangat jelek dan dibikin menjadi sangat bagus.”
Menurut Mendikbud, penggunaan dana harus berkesinambungan untuk satuan pendidikan yang membutuhkan. “Karena itu, dananya fokus, jangan diecer. Kalau fokus ke satu sekolah yang membutuhkan, bisa itu. Membangun dari pinggiran, dimulai dari yang paling parah, paling rusak, kemudian menjadi bagus.”
DAK, menurut Peraturan Presiden Nomor 141 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Fisik, merupakan dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus fisik yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Penentuan besaran DAK berdasarkan usulan kebutuhan daerah yang selaras dengan prioritas nasional, untuk peningkatan dan pemerataan penyediaan infrastruktur pelayanan publik. DAK memiliki tiga lingkup rencana bidang, yaitu DAK regular, DAK afirmasi, dan DAK penugasan.
DAK fisik dalam pagu indikatif dialokasikan sebesar Rp 16,7 triliun, juga ditujukan untuk pemerataan mutu layanan pendidikan sehingga sekolah yang bermutu tidak hanya berada di wilayah tertentu saja.
Data Perkembangan dan Arah Kebijakan DAK Fisik Tahun Anggaran 2020 menargetkan output DAK fisik sektor layanan pendidikan meliputi rehabilitasi dan pembangunan ruang kelas 31.812 ruang; rehabilitasi dan pembangunan perpustakaan sekolah 2.200 unit; rehabilitasi dan pembangunan laboratorium dan ruang praktik siswa 4.625 unit; penyediaan alat praktik siswa SMK 1.112 paket; pembangunan baru prasarana gedung olahraga 30 unit; dan pembangunan dan rehabilitasi perpustakaan daerah 50 unit.
Perpres Zonasi
Kebijakan zonasi ini telah diimplementasikan secara bertahap sejak 2016 yang diawali dengan penggunaan untuk penyelenggaraan ujian nasional. Tahun berikutnya hingga saat ini, zonasi digunakan untuk penerimaan peserta didik baru (PPDB). Mendikbud menegaskan, melalui sistem zonasi persoalan percepatan pemerataan kualitas pendidikan dapat diatasi.
Mendikbud mengungkapkan, dalam waktu dekat Peraturan Presiden (Perpres) tentang zonasi pendidikan akan terbit untuk menjadi panduan bagi semua pemangku kepentingan pendidikan.
“Perpresnya nanti berupa Perpres zonasi pendidikan. Nanti semua yang berkaitan dengan pendidikan akan ditangani berbasis zonasi.” Mendikbud menambahkan, kebijakan zonasi akan tetap diterapkan karena merupakan langkah strategis untuk membangun sistem pendidikan yang maju.
Sebelumnya, Kemdikbud membentuk Satuan Tugas (Satgas) Zonasi Pendidikan yang bertugas memastikan keberhasilan implementasi zonasi pendidikan di daerah-daerah yang terbagi dalam kluster. Satgas dibagi ke dalam delapan kluster wilayah, yang masing-masing dikoordinatori oleh pemangku layanan di pusat, serta beranggotakan unit pelaksana teknis (UPT) di daerah.
Dalam memastikan keberhasilan implementasi zonasi, salah satu tugas koordinator kluster adalah berkoordinasi dan melakukan konsolidasi dengan koordinator daerah terkait pelaksanaan sosialisasi, asistensi dan pendampingan, efektivitas kegiatan, serta penanganan permasalahan yang muncul di lapangan. Koordinator kluster kemudian bertanggung jawab untuk melaporkan hal tersebut kepada Mendikbud.
Penerapan kebijakan zonasi diambil di antaranya karena adanya fakta ketimpangan atau kesenjangan pendidikan antardaerah, belum meratanya kualitas dan kuantitas sekolah, khususnya dalam sarana prasarana dan guru, serta diskriminasi dan ketidakadilan terhadap akses dan layanan pendidikan sebagai layanan dasar yang wajib diberikan kepada semua warga negara.
Pengelolaan anggaran di Kemdikbud
Sementara itu, anggaran fungsi pendidikan sebesar 7,31 persen yang dikelola Kemdikbud diarahkan untuk melaksanakan berbagai kebijakan peningkatan dan pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia, di antaranya penyaluran Kartu Indonesia Pintar (KIP), pembangunan unit sekolah baru dan ruang kelas baru, renovasi sekolah dan ruang kelas, pemberian tunjangan profesi guru, bantuan peralatan pendidikan, serta pengembangan bahasa Indonesia dan pelestarian budaya.
Dalam pengelolaan anggaran ini, Kemdikbud berhasil mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Tahunan selama enam kali berturut-turut sejak 2013. Hal ini semakin memacu kinerja jajaran Kemdikbud untuk terus meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan dalam menunjang mutu layanan pendidikan dan kebudayaan.
Kemdikbud juga berkomitmen penuh dalam mewujudkan Zona Integritas Wilayah Bebas dari Korupsi (ZI-WBK). Mendikbud menuturkan, usaha untuk melakukan pencegahan terhadap tindakan korupsi harus selalu dibudayakan.
“Berbagai cara telah kita lakukan seperti melakukan reformasi birokrasi, terus melakukan perbaikan sistem dan tata kelola agar dapat melayani dengan lebih baik. Juga, membangun zona-zona integritas,” katanya.
Mendikbud menambahkan, pelaksanaan anggaran tahun 2019 akan memperhatikan enam hal utama, yaitu pelaksanaan tata kelola yang baik; fokus kepada tugas dan fungsi; fokus kepada target dan sasaran; mengurangi kegiatan yang bersifat penunjang; patuh dan taat kepada regulasi yang berlaku; serta tepat waktu dalam mencapai target dan sasaran. [*]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 15 Agustus 2019.