Dampak Covid-19 terhadap daya beli masyarakat berefek pada cash flow universitas. Perolehan dana terganggu seiring dengan kesanggupan mahasiswa membayar dana pendidikan tepat waktu. Sementara sisi pengeluaran, di tengah tuntutan implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka, terdapat tambahan beban biaya belanja teknologi informasi (TI) berupa sistem PMB, e-learning, hybrid class, dan pengondisian pematuhan protokol kesehatan.
Fakta demikian menuntut rasionalisasi anggaran belanja dan fokus pada belanja program prioritas utama. Lebih dari itu mendesaknya rekonstruksi pengelolaan perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi swasta (PTS) bergerak menuju sosok entrepreneurial university, yaitu universitas yang menerapkan hasil-hasil penelitiannya untuk kepentingan dunia usaha atau masyarakat luas. Sosok demikian dapat menjawab sindiran kampus menara gading, sekaligus menjadi solutif atas problematika masyarakat dan tersedianya sumber pendapatan di luar mahasiswa.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) mendorong seluruh Perguruan Tinggi untuk melakukan diversifikasi pendanaan di luar mahasiswa. Bahkan, dalam penilaian akreditasi, diberi skor maksimal bagi perguruan tinggi yang dapat menggalang sumber perolehan dana selain dari mahasiswa dan kementerian/lembaga minimal 10 persen terhadap total perolehan dana perguruan tinggi.
Merespons tuntutan ini, perlu dilakukan transformasi institusi berupa hadirnya kelembagaan yang memfasilitasi peningkatan inovasi, hilirisasi dan komersialisasi yang menampilkan produk-produk unggulan penciri universitas yang dibutuhkan masyarakat. Dengan demikian, tidak cukup dengan keberadaan LPPM dan inkubator bisnis, tetapi juga perlu adanya perseroan terbatas yang memproses komersialisasi.
Universitas Islam Bandung (Unisba) tengah merintis bisnis kampus dengan mendirikan sebuah perseroan terbatas (PT) yang diberi nama PT Uzma Prima Sinergi, bergerak di bidang industri makanan dan olahan masakan, industri farmasi, industri obat tradisional dan bidang perdagangan besar farmasi, obat dan kosmetik, serta perdagangan besar berbagai macam barang. Bidang farmasi digarap merespons invensi penelitian produk farmasi yang sudah mendapatkan penghargaan sebagai TOP 3 Best Halal Innovation di Bidang Akademik pada ajang Indonesia Halal Industry Awards (IHYA) 2021 yang diadakan oleh Kementerian Perindustrian Indonesia.
Bidang industri makanan dan olahan masakan untuk menampung invensi karya kreatif mahasiswa terkait pangan yang sudah diinkubasi di Inkubator Bisnis Halal. Prospek bisnis kedua jenis produk ini sangat baik. Dari sisi produk, pangan dan kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia, dan dari sisi pasar, jumlah mahasiswa dan pegawai beserta keluarganya adalah pasar yang menjanjikan. Tentu dibutuhkan pengelola profesional untuk bisa tampil menjadi sumber tambahan pendapatan.
Baca juga:Â
- Kesiapan Ekonomi Syariah pada Era Metaverse
- Membangun Sumber Daya Manusia Unggul, Berintegritas, dan Berakhlak
- Dukung Daya Saing Industri, Kemendikbudristek Siapkan Rp 750 Miliar pada SMK PK Skema Pemadanan Dukungan
Meski begitu, tidak kemudian keberlanjutan pendanaan bersandar kepada komersialisasi. Core business pendidikan tinggi tetap bertumpu pada kepercayaan masyarakat melanjutkan pendidikan di lembaga bereputasi. Artinya, branding image perguruan tinggi sebagai tempat menghasilkan lulusan yang berkualitas tetap menjadi pilar utama, yang tidak sekadar menawarkan peningkatan kompetensi pengetahuan dan keterampilan, tetapi lebih utama adalah kompetensi sikap yakni lulusan yang berakhlak mulia. Unisba selalu menjadi pilihan bijak untuk melanjutkan studi. (Prof Dr Atih Rohaeti Dariah SE MSi, Wakil Rektor II Unisba)
Mengelola perguruan tinggi yang mengedepankan good university governance berlandaskan nilai-nilai keislaman. Situs web: https://www.unisba.ac.id