Saat ginjal sudah tidak bisa lagi menjalankan fungsinya, prosedur cuci darah perlu dilakukan secara rutin. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi yang terjadi akibat adanya gangguan yang menyerang ginjal. Menurut dr Maria Riastuti SpPD-KGH, dokter spesialis penyakit dalam konsultan ginjal dan hipertensi RS Royal Taruma, Jakarta, proses cuci darah yang dikenal dengan hemodialisis merupakan salah satu jenis terapi pengganti ginjal selain chronic ambulatory peritoneal dialysis/CAPD dan terapi definitif (transplantasi ginjal).

Hemodialisis, lanjutnya, perlu dilakukan oleh pasien dengan gangguan ginjal akut (gangguan ginjal yang terjadi tiba-tiba akibat penyakit atau kondisi lain) dan pasien dengan penyakit ginjal terminal atau pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 dengan keluhan, gejala, dan tanda akut.

Tujuan hemodialisis

Tujuan dilakukannya hemodialisisis adalah menggantikan fungsi ginjal dalam hal membuang sisa-sisa metabolisme, mengatur keseimbangan elektrolit dan asam basa, serta membuang kelebihan cairan dari tubuh pasien sehingga pasien tidak sesak, bengkak, ataupun elektrolit, terutama kalium menjadi normal.

Di mana hemodialisis dilakukan

Hemodialisis umumnya dilakukan di rumah sakit atau klinik hemodialisis, tetapi pada pasien yang sudah menjalani hemodialisis rutin, sudah dapat dilakukan di rumah. Begitupun pada pasien dengan penyakit berat yang mendapatkan perawatan  home care di rumah, bisa menjalani hemodialisis di rumah. Namun, dibutuhkan peralatan reverse osmosis (RO) dan mesin hemodialisis yang dipasang di rumah dan tentu di bawah pengawasan dokter konsultasi ginjal dan hipertensi serta perawat hemodialisis akan datang ke rumah sesuai jadwal yang telah ditentukan.

Persiapan yang perlu dilakukan dalam hemodialisis

Dokter akan mengevaluasi pasien, termasuk hemodinamik (keadaan umum, tekanan darah, denyut jantung, pernapasan, saturasi oksigen dan suhu), pemeriksaan fisik lain serta pemeriksaan laboratorium, lalu sebelum mulai hemodialisis akan  dilakukan skrining terhadap hepatitis B, hepatitis C dan HIV, kemudian akan dipasang akses (catheter double lumen/CDL) bila pasien belum dilakukan  cimino (pada pasien penyakit ginjal tahap akhir).

Baca juga: 

Proses hemodialisis

Cara kerja hemodialisis adalah melalui akses yang telah dipasang (CDL) darah pasien akan dikeluarkan, dilewatkan mesin dan ginjal buatan (dialyzer) yang dibentuknya seperti tabung untuk dibersihkan dari sisa metabolisme dan membuang kelebihan cairan, lalu darah selanjutnya akan dialirkan kembali ke tubuh pasien melalui akses CDL tersebut. Jadi, tidak ada darah yang dibuang ataupun diganti.

Proses hemodialisis pun dilakukan bertahap, untuk pertama kali umumnya dilakukan 3-4 jam, selanjutnya akan ditingkatkan hingga 4-5 jam. Hal ini dilakukan agar kelebihan sisa metabolisme tidak terlalu cepat dibuang agar keseimbangan tubuh tetap terjaga. Setelah rutin, akan ditentukan 2-3 kali seminggu selama 4-5 jam. Tergantung kebutuhan pasien. Namun, pada kondisi akut (gangguan ginjal akut), bila fungsi ginjal reversible (ginjal dapat bekerja kembali) yang ditandai dengan urin yang cukup dan ureum, kreatinin yang tidak naik lagi serta elektrolit yang normal, hemodialisis tidak berlanjut. Hemodialisis dilakukan berkala/rutin pada pasien penyakit ginjal tahap akhir/penyakit ginjal kronik stadium 5,  sedangkan pada pasien gangguan ginjal akut bila ginjal membaik tidak perlu dilakukan berkala atau rutin.

Efek samping

Efek samping atau komplikasi yang dapat terjadi pada saat dilakukan hemodialisis atau setelah hemodialisis, antara lain stroke, gangguan irama jantung sampai henti jantung, pendarahan ataupun gangguan kesadaran, tetapi komplikasi ini pun akan terjadi, bahkan lebih sering terjadi pada pasien yang dengan ‘keracunan’ akibat ginjal tidak bekerja dan tidak dilakukan hemodialisis.

Meski demikian, pasien hemodialisis dapat hidup normal dengan mematuhi/disiplin menjalani hemodialisis dan menjaga pola makan dan minum. Artinya, pasien mengubah pola gizi dengan makan protein yang tinggi (1,2 gram per kilogram berat badan sehari), batasi minum (terutama pada pasien yang urinnya sudah sangat berkurang), hindari makanan tinggi kalium seperti santan atau buah-buahan terlalu banyak, serta kurangi garam. Selain itu, rutin berolahraga dan berjemur matahari. Menjaga akses vaskularnya.