Beradab dalam bermedia sosial sangatlah penting. Sering kali kita sebagai pengguna media sosial cenderung membagi konten yang mengutamakan mendapatkan banyak “likes” dan komen yang kita inginkan.
Pada dasarnya, hal seperti itu bisa mengganggu secara psikologis. Selain itu, berlaku saat kita sering membaca dan melakukan ujaran kebencian serta mengonsumsi informasi yang cenderung memicu perselisihan di media sosial. Tanpa kita sadari, hal seperti ini bisa membentuk mindset kita yang berakibat pada pembentukan karakter yang cenderung kurang ideal.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Menjadi Pengguna Media Sosial yang Bijak, Kreatif dan Inovatif”. Webinar digelar pada Rabu (30/6/2021), diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut, hadir Asep Kambali SPd MIK (sejarawan dan pendiri Komunitas Historia Indonesia), Arief Hidayatullah SIKom MSi (dosen Ilmu Komunikasi STISIP dan Mbojo Bima), Yoga Regawa Indra (UMKM Mart & HdG Team), Rizki Ayu Febriana (Kaizen Room), dan Debi Glenn (influencer) selaku narasumber.
“Digital mindset”
Dalam pemaparannya, Asep Kambali SPd MIK menyampaikan, “Penting untuk menerapkan sebuah digital mindset saat menggunakan media digital, yang merupakan kumpulan keyakinan dalam diri yang menunjukkan orientasi dan cara kita melihat situasi dalam konteks digital tertentu dan memilih respons yang tepat terhadap konteks itu.”
Menurut Asep, terdapat sejumlah capabilities (kemampuan) yang harus dimiliki untuk mendukung digital mindset agar dapat berkembang dengan baik.
“Di antaranya adalah kreatif dan inovatif dalam menciptakan peluang dan mengkreasikan potensi yang ada, etis dan aman dalam memilah konten dan menentukan asupan konten, memiliki strategi berpikir untuk menciptakan rencana–rencana dan mengeksekusikannya berdasarkan kesempatan dan kebutuhan, adaptatif dalam menyesuaikan diri pada keadaan tertentu, serta kolaboratif dalam menciptakan jaringan untuk merencanakan serta menjalankan suatu program yang bermanfaat,” ujarnya.
Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Peppo menyampaikan pertanyaan, “Bagaimana dengan orang-orang yang menjadikan sebuah kontroversi atau provokasi sebagai bahan utama konten mereka? Misalnya, sosok tersebut malah mendulang uang serta ketenaran akan hal tersebut. Apakah ini sebuah inovasi dalam media sosial?”
Menanggapi itu, Asep menjelaskan, “Inovasi selalu positif, bukan negatif. Negatif itu melanggar etika, kalau ada yang menyalahgunakan dan tidak mengatasnamakan kebaikan, hal itu merupakan sebuah keburukan dan bahkan melanggar hak-hak orang lain. Semua hak asasi manusia juga dibatasi oleh hak orang lain juga. Harus disadarkan bahwa itu salah. Hal yang bisa dilakukan oleh masyarkat cerdas dan aparat adalah untuk mengingatkan dan menindak pihak-pihak tersebut.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Jakarta Barat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.