Globalisasi merupakan sesuatu yang menguntungkan bagi negara yang maju. Walau begitu, harus didukung dengan perubahan perilaku warga negaranya, dari konsumtif menjadi produktif.

Kecenderungan masyarakat Indonesia dengan hadirnya digitalisasi adalah bersifat konsumtif. Sifat ini dapat menjadikan masyarakat bersikap tidak pernah puas terhadap segala hal dan bahkan dapat mengancam kekuatan budaya negara.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Ketahanan Budaya Indonesia di Era Digital”. Webinar yang digelar pada Rabu (30/6/2021), diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Dalam forum tersebut, hadir Dr Mangihut Siregar MSi (Universitas Wijaya Kusuma Surabaya), Dr Yuyun Purbokusumo (dosen MKP Fisipol UGM dan IAPA), Roza Nabila (Kaizen Room), Tauchid Komara Yuda SSos MDP (dosen Fisipol UGM dan IAPA), dan Poppy Sovia (influencer) selaku narasumber.

Budaya Indonesia

Dalam pemaparannya, Tauchid Komara Yuda SSos MDP menyampaikan, “Norma dan etik yang tertanam dalam budaya Indonesia sangat dibutuhkan dalam menjalankan transformasi digital.”

Menurut Tauchid, kebudayaan harus dipandang sebagai sesuatu yang dapat mengontrol arah, bukan membatasi, dalam hal penggunaan media digital secara baik dan benar. Dengan mengontrol, kebudayaan bisa menjaga perubahan modernisasi dan transformasi digital.

“Salah satu contoh dampak positif yang akan bisa dirasakan dari penerapan budaya ke dalam interaksi dalam media digital adalah adanya crowdfunding platform sebagai wujud transformasi digitalisasi pada masyarakat yang sudah banyak dirasakan manfaatnya oleh banyak pihak di Indonesia,” ujarnya.

Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Etha menyampaikan pertanyaan, “Seperti yang kita ketahui bersama, banyaknya kalangan remaja, bahkan ibu-ibu, yang menggandrungi budaya luar dan hal ini cukup berpengaruh pada dunia nyata. Bagaimana cara mengantisipasi ancaman budaya luar yang dibawa masuk ke Indonesia melalui kanal-kanal digital?”

Menanggapi hal itu, Tauchid menjelaskan, “Kebudayaan itu merupakan konstruksi yang berarti ia hidup dengan sangat dinamis. Digitalisasi ini pada dasarnya merupakan produk budaya Eropa, sampai saat ini mereka gencar mempromosikan digitalisasi. Adanya budaya-budaya luar itu belum tentu semuanya cocok dengan kita di Indonesia. Oleh karena itu, banjirilah media sosial dengan budaya-budaya kita. Digitalisasi ini sebenarnya banyak manfaatnya, dan kita dapat menggunakannya dengan cara seperti itu karena secara realistis, kita tidak bisa menghalau masuknya kebudayaan luar.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Jakarta Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.