Mendapatkan kesempatan untuk bekerja adalah hak semua orang, termasuk penyandang disabilitas. Oleh karena itu, dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional pada 3 Desember 2018, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri mengatakan perusahaan memiliki kewajiban mempekerjakan penyandang disabilitas sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 8 Tahun 2016.

Pada pasal 53 ayat (1) dinyatakan bahwa Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah wajib mempekerjakan paling sedikit 2% Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. Sedangkan, pada ayat (2) perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1%  penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.

“Hampir 3.000 lebih penyandang disabilitas sudah dipekerjakan. Untuk kalangan non BUMN satu persen,” ujar Hanif Dhakiri saat membuka kegiatan Seminar dan Expo Tenaga Kerja Bagi Penyandang Disabilitas di Kementerian Ketenagakerjaan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Selasa (30/10).

Foto-foto: Iklan Kompas/Achdiyati Sumi

Pemerintah juga menjamin pemenuhan dan kesamaan hak bagi para penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan atau keterampilannya. Tambah Hanif, pada dasarnya sudah tidak ada lagi kalangan disabilitas. Mengingat, mereka sudah dibekali dengan kesiapan pendidikan, keterampilan, pengembangan bakat dan minat para pencari kerja disabilitas, serta kesiapan penyedia kerja dalam menerima tenaga kerja disabilitas.

“Sudah ada 19 tempat Balai Latihan Kerja (BLK), yang dapat menyediakan tempat bagi penyandang disabilitas dan kepada lulusan apa saja, usia berapa saja. Ini juga dimaksudkan agar para pencari kerja (pencaker) penyandang disabilitas dapat bekerja secara produktif dan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan pasar kerja. Tentunya mereka harus dibekali dengan kesiapan pendidikan, keterampilan, pengembangan bakat dan minat para pencaker penyandang disabilitas, serta kesiapan penyedia kerja dalam menerima tenaga kerja disabilitas, termasuk dalam hal penyediaan aksesibilitas yang memadai di tempat kerja,” jelasnya.

Melansir Kompas.com, Advocacy for Disability Inclusion (Audisi) Yustitia Arif menyampaikan bahwa salah satu penyebab sulitnya penyandang disabilitas mendapatkan “ruang” dalam lapangan pekerjaan adalah masih terbatasnya pemahaman perusahaan tentang pekerja penyandang disabilitas. Selain itu, masih banyak yang menganggap bahwa penyandang disabilitas itu hanya tuna daksa. Padahal ada disabilitas lainnya, seperti tuli dan tuna netra.

Berdasarkan UU Nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Banyak perusahaan juga belum paham tentang cara menyediakan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas. Yustitia mengungkapkan, masih ada perusahaan yang menganggap  penyediaan akomodasi layak untuk disabilitas membutuhkan biaya yang mahal. Padahal dibutuhkan penyesuaian saja.

Perusahaan yang ingin mempekerjakan penyandang disabilitas, berarti sudah menuju proses untuk menjadi Perusahaan Inklusi.  Dari buku “Menjadi Perusahaan Inklusi” yang diterbitkan oleh organisasi nirlaba yang bergerak di bidang penguatan disabilitas, yakni Saujana, disebutkan bahwa perusahaan inklusi adalah perusahaan yang mengakomodir dan menghargai keberagaman karyawannya, untuk memungkinkan kontribusi mereka secara penuh dan tanpa diskriminasi bagi semua, untuk mencapai pengalaman positif dalam pekerjaan.

Selain akomodasi, perusahaan juga perlu mengedukasi karyawan tentang berinteraksi dengan penyandang disabilitas. Menurut Yustitia, perusahaan perlu mengadakan pelatihan tentang kesetaraan disabilitas untuk semua karyawan.

UU Nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas memiliki kerangka kebijakan menjamin penyandang disabilitas memperoleh pekerjaan tanpa diskriminasi dengan upah yang setara, tidak diberhentikan karena disabilitas, mendapatkan akses ke permodalan dan fasilitas pemasaran serta memperoleh pelatihan dan ketrampilan kerja dan kewirausahaan.

Masih di acara yang sama, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri juga menyempatkan berkunjung ke stand milik disabilitas yang menghasilkan kerajinan tangan dan kesenian. Selain itu, Hanif sempat berbincang dengan Atlet Asian Para Games cabang Tenis Meja David Jacobs yang berhasil merebut 2 medali emas. Ia juga menyempatkan bernyanyi bersama rekan penyandang disabilitas yang hadir dalam acara tersebut. Tak ketinggalan, hadir juga Komunitas Cinta Film Indonesia (KCFI) yang berhasil memproduksi film tentang keberagaman penyandang disabilitas. Film ini diproduksi sepenuhnya oleh pekerja film penyandang disabilitas dan juga diperankan oleh pekerja seni penyandang disabilitas. [*/ACH]