Kevin Sandjaja, CEO PT Go Online Destinations atau Pegipegi, secara personal melihat wisata sebagai aktivitas yang melengkapi kisah hidup. Menempati posisi sebagai pemimpin salah satu online travel agent (OTA) ternama, ia pun terus mengusahakan mimpi membuat bepergian jadi lebih aksesibel.

“Dengan traveling, saya sendiri jadi banyak belajar, terbuka dengan kultur yang baru, bertemu dengan pengalaman dan orang-orang baru. Ini mengubah pola pikir. Wisata tidak sekadar untuk bersenang-senang atau melepas stres, tetapi juga benar-benar bisa sampai ke level mengembangkan diri sendiri, menjadi orang yang lebih baik. Itulah yang betul-betul menjadi core industri wisata,” tutur Kevin tentang pengalaman berwisata ketika ditemui di kantor Pegipegi, Rabu (18/12/2019).

Dari sisi tren, industri pariwisata juga terus bertumbuh. Seperti diungkapkan Kevin, menurut sejumlah riset, pada 2025 nilai pasar daring industri ini bisa mencapai lebih dari 300 triliun rupiah. Hasil survei Pegipegi pada 2.000 responden yang dirilis November lalu juga menguatkan prediksi ini.

Salah satu hasil survei itu menyebutkan, 8 dari 10 masyarakat Indonesia berencana untuk bervakansi pada 2020. Oleh karena itu, Kevin yang memegang posisi CEO Pegipegi sejak pertengahan 2018 pun optimistis bisnis ini bakal lebih menjanjikan ke depannya.

Perkuat layanan

Dengan makin tingginya minat orang untuk berwisata dan makin meleknya orang-orang terhadap teknologi, Pegipegi pun memiliki misi untuk membuat kegiatan bepergian menjadi lebih aksesibel, terutama bagi orang Indonesia. Ini diupayakan dari sisi kemudahan memesan tiket, lebih luasnya pilihan transportasi dan akomodasi, maupun keterjangkauan harga.

“Target kami memang membuat perjalanan atau wisata lebih aksesibel untuk orang Indonesia. Contoh untuk melihat sejauh mana kami bisa mencapai ini, misalnya dari jumlah user yang kami akuisisi dari transaksi di Pegipegi, apakah makin tersebar di second and third tier city, bukan hanya kota-kota besar. Itu salah satu matriks yang kami gunakan. Yang kedua juga dari supply market, apakah kami bisa bekerja sama dengan hotel-hotel di lebih banyak kota, misalnya Jayapura. Jadi, kami melihat bahwa performa finansial lebih ke hasil dari apa yang mau kami capai di sini,” jelas Kevin.

Untuk meraih target tersebut, Pegipegi pun mengembangkan sejumlah strategi. Untuk akomodasi, misalnya, Pegipegi menempatkan lebih banyak tim di kota-kota satelit agar lebih dekat dengan mitra hotel. Dengan begitu, tim Pegipegi bisa mengamati tren di sebuah daerah, menangkap kebutuhan mitra dan pelanggan, membawa informasi ini ke platform Pegipegi, lantas mengimplementasikannya dalam strategi bisnis.

Saat ini, Pegipegi juga menambahkan la­yanan pemesanan tiket bus dan shuttle, seiring menguatnya infrastruktur darat, seperti pembangunan jalan tol Trans-Jawa. Dari layanan ini, tampak bahwa antusiasme orang bepergian dengan bus, misalnya dari Surabaya ke Semarang atau Solo, juga tinggi. Mereka menikmati liburan dengan staycation atau berkeliling kota.

Pegipegi juga baru saja meluncurkan layanan baru bertajuk Asli Lokal, yang saat ini mencakup delapan kota. Di sini, pelancong atau wisatawan bisa mendapatkan informasi soal tempat atau kegiatan menarik langsung dari warga lokal se­hing­ga secara tidak langsung terjalin interaksi anta­ra wisatawan dan orang lokal. Dengan begitu, warga lokal bisa mempromosikan daerahnya, wisatawan pun bisa mendapatkan pengalaman yang otentik.

Wisata memang industri yang menjanjikan, juga memberikan pengalaman mengesankan bagi turis. Namun, disadari pula, bila tidak dikelola dengan baik, kegiatan ini mungkin saja berdampak negatif bagi lingkungan atau masyarakat di destinasi wisata. Misalnya, kerusakan lingkungan, kesenjangan sosial, atau konflik antara warga asli dengan turis. Pegipegi juga menaruh perhatian pada isu wisata yang berkelanjutan dan tahun ini sedang menyusun rencana untuk mendorong wisata yang lebih bertanggung jawab.

“Pertama, di internal dulu, tim kami harus percaya bahwa sustainable tourism is the only way for moving forward. Kami internalisasi pemahaman itu ke dalam,” ujar Kevin.

Bentuk aksi untuk wisata berkelanjutan itu, misalnya beberapa waktu lalu tim Pegipegi di Bali mengadakan kegiatan CSR bersih-bersih pantai dan membagi-bagikan tas jinjing di pasar untuk kampanye tentang pariwisata berkelanjutan. Sementara rencana untuk jangka panjang masih dirancang.

Lewat Pegipegi, kita berharap bahwa kegiatan bepergian akan menjadi lebih aksesibel dan memberikan dampak positif bagi lingkungan serta diri sendiri. Seperti diungkap Kevin, menjadi sarana untuk mengembangkan diri.

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 23 Desember 2019.