Setelah terakhir pada 1995 menjadi tuan rumah, Indonesia akhirnya kembali ditunjuk menjadi tempat penyelenggaraan AdAsia, konferensi periklanan terbesar di Asia, tahun ini. AdAsia 2017 sukses diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, pada 8–10 November 2017.
Head of Organizing Committee AdAsia 2017 Maya Watono mengatakan, penyelenggaraan ini penting untuk insan periklanan Indonesia, terutama dalam persiapannya menghadapi perubahan zaman. Head of Organizing Committee AdAsia 2017 Maya Watono mengatakan, penyelenggaraan ini penting untuk insan periklanan Indonesia, terutama dalam persiapannya menghadapi perubahan zaman.
“Ini merupakan sebuah kehormatan bagi Indonesia bisa menjadi tuan rumah konferensi periklanan terbesar di Asia ini. Kami berhasil memenangkan persaingan dari Thailand dan Filipina yang juga mengajukan diri menjadi tuan rumah,” ujarnya.
Sudah sewajarnya Indonesia menjadi tuan rumah dari AdAsia saat ini. Selain dilihat sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi, lanskap dunia periklanan di Indonesia juga merupakan salah satu yang atraktif dan terus bertumbuh.
Indonesia selama ini dikenal sangat adaptif dengan teknologi yang berimbas positif. Indonesia menjadi negara berkembang dengan pertumbuhan pengguna internet terbesar di dunia, yakni 51 persen. Di dunia periklanan sendiri, Indonesia punya 400 perusahaan periklanan dengan 8.000 merek yang aktif di pasar. Nilai belanja iklan di Indonesia diperkirakan akan mencapai 3,56 miliar dollar AS pada 2020 seiring dengan semakin membesarnya populasi kelas menengah di Indonesia.
Menurut Maya, penyelenggaraan AdAsia ini memiliki dua keuntungan bagi Indonesia, yaitu keuntungan ke luar dan ke dalam. Keuntungan ke luar adalah Indonesia bisa melakukan showcase industri kita ke luar negeri. Sementara itu, keuntungan ke dalam, para pelaku kreatif di Indonesia, terutama di bidang periklanan, bisa kedatangan puluhan expertise.
Jarang sekali kita kedatangan banyak sekali expertise, baik dari dunia iklan maupun bidang yang lain. Selain itu, kehadiran 1.200 delegasi dari 15 negara jelas menjadi keuntungan bagi kita untuk membangun jaringan,” ujarnya.
Total ada 39 pembicara yang hadir di dalam acara ini. Mereka antara lain Chief Evangelist of Canva dan Former Chief Evangelist of Apple Guy Kawasaki, mantan pembalap Formula 1 David Coulthard, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dan mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa dan peraih Nobel Perdamaian Kofi Annan.
AdAsia 2017 juga menjadi ajang untuk menunjukkan budaya Indonesia. Salah satunya dengan pertunjukan budaya dari Ayu Laksmi dan grup musikalnya Svara Semesta. Pertunjukan ini menyatukan sisi religi dan spiritualitas dengan pertunjukan bergaya kontemporer. Adapun tema yang diangkat dalam pertunjukan ini adalah “Panca Maha Bhuta” atau lima elemen dalam kehidupan. Secara tidak langsung, pertunjukan ini memiliki pesan untuk bersatu.
Menyikapi Tantangan
Dari AdAsia ini, Maya mengatakan, ada beberapa tantangan yang akan dihadapi dunia periklanan di masa mendatang. Transformasi dan digitalisasi, era globalisasi, new possibilities, dan perubahan yang positif adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh dunia periklanan.
Dalam sambutannya, Chairman dari Asian Federation of Advertising Association (AFAA) Raymond So mengatakan, tema globalisasi yang dipilih untuk konferensi ini sangatlah penting dan bermakna. “Banyak yang mengatakan bahwa abad ke-21 menjadi milik Asia karena perkembangan teknologi digital menyediakan alat dan peluang bagi negara di Asia untuk masuk ke pasar global dan menunjukkan kekuatannya.”
Ketua Formatur Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Janoe Arijanto mengakui hal itu. Menurutnya, saat ini isu yang paling mendesak di dunia periklanan adalah kesiapan para insan periklanan menyikapi perubahan media dan lanskap konsumen Indonesia. Penggunaan teknologi komunikasi yang masif harus segera disikapi dengan perubahan.
“Ketika pengguna internet di Indonesia telah mencapai 132,7 juta pada 2017 atau meningkat 51 persen dibandingkan 2016, kita tidak bisa lagi menggunakan pengetahuan dan skill set konvensional untuk meresponsnya,” ujar Janoe.
Walaupun demikian, Janoe tidak menyanggah bahwa pengguna internet belum mampu mengalahkan jumlah dari penonton aktif televisi di Indonesia yang mencapai 92 persen. Namun, sebagian besar dari jumlah tersebut menghabiskan waktu jauh lebih lama untuk ponsel pintarnya. Biasanya, saling berkirim pesan instan dan mengakses media sosial untuk mengonsumsi informasi sudah menjadi sebuah kebutuhan sehari-hari. Itulah salah satu fakta yang harus dihadapi sekarang.
Penyelenggaraan AdAsia 2017 ini merupakan yang ketiga bagi Indonesia. Pertama kali, Indonesia menjadi tuan rumah pada 1974, berlanjut pada 1995 dan 2017. AdAsia 2017, lanjut Janoe, penting bagi dunia periklanan Indonesia karena diskusi dan tema yang diangkat di sini sangat relevan dan mampu menjawab berbagai tantangan yang kini sedang dihadapi. Perubahan yang cepat di seluruh stakeholder dunia periklanan, baik dari sisi media, konten, maupun teknologi menjadi tantangan yang harus dihadapi di masa mendatang.
“Dari kacamata komunikasi pemasaran, manusia Indonesia saat ini sedang dalam kondisi hibrida. Dalam kondisi ini, proses transisi untuk beradaptasi dari konvensional ke modern tidaklah mudah, baik bagi dunia periklanan maupun bisnis media. Kondisi hibrida ini mensyaratkan banyak perubahan, baik di sumber daya sampai model bisnis. Inilah yang kemudian didiskusikan dan dijawab bersama di AdAsia 2017 ini,” pungkas Janoe. [VTO]
Memetakan Peluang pada Masa Depan
Penyelenggaraan AdAsia 2017 di Bali pada 8–10 November 2017 menghadirkan sebuah pengetahuan penting bagi para insan periklanan. Pasalnya, industri periklanan Indonesia ini punya potensi untuk berkontribusi besar bagi perekonomian Indonesia.
Berdasarkan data Nielsen-Fusion, belanja iklan televisi dan media cetak pada sepanjang Januari sampai September 2017 mengalami kenaikan sebesar 8 persen dibandingkan periode yang sama pada 2016. Pada periode tahun ini, nilainya mencapai Rp 108 triliun dibandingkan periode yang sama pada 2016 yang sebesar Rp 100 triliun. Nilai total belanja iklan sepanjang 2016 sendiri mencapai Rp 135 triliun. Diperkirakan, sampai akhir tahun, nilai belanja iklan untuk televisi dan media cetak ini akan meningkat sebesar 6–8 persen pada 2017.
Ketua Formatur Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Pusat Janoe Arijanto mengatakan, total angka yang menggerakkan perputaran industri komunikasi pemasaran yang melibatkan banyak pihak. Pihak media dan agensi periklanan, pembuat konten, rumah produksi, rumah pascaproduksi, animator, kru film, periset, dan periset konsumen.
“Kita bisa lihat di sana, dunia periklanan adalah salah satu bagian dari ekonomi kreatif yang ikut menggerakkan banyak cabang bisnis kreatif lainnya,” ucapnya, Kamis (30/11).
Menangkap Tren
AdAsia 2017 menyajikan beberapa tren penting yang bisa ditangkap sebagai peluang bagus dunia periklanan Indonesia. Sebagai negara dengan populasi yang besar dengan beragam budaya, penduduk Indonesia mengakses informasi dari media yang beragam. Karakter audiens Indonesia ini sangat unik sekaligus kompleks dan menarik dipecahkan tantangannya, terutama dalam dunia komunikasi. Kondisi ini terjadi di negara Asia lainnya.
Oleh karena itu, melalui AdAsia ini, para pelaku periklanan Asia ini berdiskusi tentang bagaimana membaca segmen-segmen baru yang sedang berkembang ini. Contohnya, perkembangan budaya generasi milenial yang sangat jauh berbeda dengan generasi sebelumnya dan perkembangan pasar muslim yang makin membesar.
“AdAsia juga berbicara tentang teknologi dari mulai penggunaan robot, virtual reality, augmented reality, sampai pada geno-segmentation pada masa depan. Geno segmentation adalah segmentasi yang menggunakan DNA sebagai alamat pengiriman pesan,” ujarnya.
Ada juga diskusi menarik lainnya seperti munculnya kebutuhan small data. Seperti yang diketahui, saat ini merupakan era big data, tetapi branding expert dunia Martin Lindstrom mengatakan kita juga harus memperhatikan small data. Menurut Lindstrom, big data tidak bisa berdiri sendiri. Dengan small data, setiap orang bisa mencari kebutuhan yang mungkin tidak diketahui dan terlihat tidak signifikan, padahal itu sangat berguna.
Tren lain yang harus diperhatikan adalah pembicara Kofi Annan yang berbicara tentang “Campaign for Better World, The Courage for Positive Change”. Janoe mengatakan, topik ini mengungkapkan bahwa dunia periklanan tidak bisa melepaskan diri dari persoalan-persoalan kemanusiaan dan lingkungan yang juga menjadi perhatian umat manusia.
Tema “Globalization : Advancing New Possibilities” diusung dalam AdAsia 2017 karena inilah waktunya Asia untuk menyebarkan merek-mereknya di dunia. Asia merupakan energi besar dunia komunikasi yang perkembangannya kini memengaruhi dunia.
“Dalam konteks ini, Indonesia memiliki peran yang strategis, terutama ketika brand lokal dan brand di tingkat regional tumbuh besar. Ini mengakibatkan semua lini bisnis termasuk periklanan akan terkena imbasnya. Dunia periklanan Indonesia juga harus terus mengubah dirinya dan menyesuaikan dengan standar global, tentang bagaimana mengorganisasikan kampanye komunikasi di dalam pasar yang sedang berkembang ini,” ungkapnya.
Perubahan ini bagi P3I dilihat sebagai arus besar yang tidak bisa dibiarkan. Janoe dan teman-teman P3I berusaha untuk mempercepat pengadopsian dan penerapannya dalam bisnis sehari-hari dan AdAsia jadi salah satu cara itu.
Di dalam organisasi sendiri, P3I juga mengubah strukturnya, dengan meletakkan divisi digital sebagai salah satu divisi utama di organisasi. Sebab, daerah semakin memiliki peran penting dalam Industri periklanan. Digitalisasi tidak hanya terjadi di pusat dan kota-kota besar, tapi juga di kota kecil. Perubahan merata inilah yang perlu direspons.
“Yang sangat nyata, maraknya destination branding di kota-kota seluruh Indonesia. Begitu sebuah wilayah menerapkan destination branding, dunia periklanan menjadi salah satu sektor ekonomi kreatif yang langsung terlibat. Destination branding mensyaratkan keterlibatan penuh dunia komunikasi, dan di dalam dunia komunikasi itulah kreativitas periklanan di daerah diperlukan,” pungkas Janoe. [VTO]
Konsisten Memberi Apresiasi
Satu-satunya penghargaan paling bergengsi dan konsisten memberikan apresiasi bagi insan periklanan Indonesia adalah Citra Pariwara. Tahun ini akan menjadi tahun ke-30 penyelenggaraan Citra Pariwara.
Citra Pariwara diselenggarakan pertama kali oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia. Ketua Organizing Committee Citra Pariwara 2017 Elwin Mok mengatakan, ajang ini merupakan ajang terpenting untuk meraih penilaian obyektif atas pencapaian kreatif dari para pelaku industri periklanan.
“Ajang ini memberikan kesempatan bagi para pelaku industri periklanan untuk bisa unjuk diri dan mendapatkan kesempatan melakukan evaluasi terhadap kemampuan mereka di bidang kreatif, “ ujarnya.
Selama penyelenggaraannya, Citra Pariwara juga tidak berdiam diri. Beragam perubahan dan inovasi dihadirkan agar ajang ini tetap relevan mengikuti zaman. Elwin mengatakan, ajang ini telah melakukan perubahan sekitar 10 tahun belakangan dan bisa dikatakan sangat drastis.
“Panel juri dan praktisi periklanan global yang telah terbukti memenangkan ajang penghargaan internasional dihadirkan. Melalui upaya ini terjadi peningkatan kualitas pencapaian kreatif industri periklanan Indonesia. Hal ini terbukti dengan munculnya beberapa karya iklan kreatif Indonesia yang menang di kompetisi iklan internasional dalam beberapa tahun belakangan,” ujar Elwin.
Perubahan terus dihadirkan di Citra Pariwara. Sebab, tantangannya selalu sejalan dengan perkembangan dunia. Perkembangan media digital dan media sosial memberikan dampak besar terhadap dunia periklanan.
“Persaingan usaha yang semakin ketat membuat industri periklanan semakin dituntut bisa memberikan solusi-solusi kreatif bagi pelaku usaha untuk memenangkan kompetisi di pasar. Apalagi, industri digital dan konten kreator digital makin menarik minat tenaga kerja muda yang kreatif. Mau tidak mau, hal ini jadi pesaing bagi industri periklanan dalam merekrut tenaga kerja kreatif yang baru dalam industri ini,” ungkapnya.
Mendorong Industri
Industri periklanan Indonesia bisa dibilang sudah mengalami perkembangan yang menggembirakan, dari sisi kualitas kreatif. Tapi, memang harus diakui, masih banyak ruang untuk berkembang yang perlu kita perbaiki.
Dari tahun ke tahun, Citra Pariwara selalu memberikan kesempatan bagi tenaga-tenaga baru industri untuk unjuk gigi melalui Daun Muda Awards (khusus pelaku industri periklanan berusia di bawah 29 tahun) dan BG Awards (khusus untuk mahasiswa). Dengan demikian, kualitas insan periklanan akan terus meningkat.
“Industri periklanan memang memiliki karakter pragmatis, cenderung berjarak dengan pendekatan akademis. Dari sisi ini, lembaga pendidikan yang memiliki kedekatan dengan dunia praktisi periklanan akan memiliki nilai lebih dalam mempersiapkan tenaga kerja yang siap dengan tantangan industri. Harus diakui, dari sisi ini, masih terdapat jenjang yang cukup lebar antara dunia pendidikan dan industri periklanan yang memang terus berevolusi sesuai tuntutan jaman,” ujarnya.
Citra Pariwara tahun ini adalah Citra Pariwara ke-30. Satu-satunya festival kreatif di Indonesia yang berlangsung setiap tahun tanpa terputus. Citra Pariwara dapat terus berlangsung selama ini berkat kerja sama dan kekompakan para pelaku industri periklanan yang bernaung di bawah asosiasi Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I).
Pada penyelenggaraan kali ini, sesuai juga dengan perkembangan jaman yang menuntut para pelaku industri periklanan lebih adaptif dan terbuka terhadap inovasi kreatif, seminar Citra Pariwara akan mengundang pembicara-pembicara dari luar industri periklanan untuk berbagi pengalaman mereka.
Beberapa pembicara yang datang adalah Najwa Shihab (jurnalis), Joko Anwar (sutradara), Jim Geovedi (teknologis), Andanu Prasetyo (Founder Tuku Coffee), Teza Sumendra (musisi), Alfatih Timur (CEO kitabisa.com), Iman Usman (CEO Ruangguru), Leonika Sari (Founder ReBlood), Diela Maharani (ilustrator), serta Leon Zheyoung dan Liestya Magdalena (Lastday Production).
“Saya berharap, penyelenggaraan Citra Pariwara ke-30 ini, dapat memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan kualitas kreatif periklanan nasional, para pemenangnya memenuhi standar dunia, sehingga bisa berkompetisi di ajang dunia. Dan, melalui pembicara berlatarbelakang beragam, wawasan dan inspirasi bagi para pelaku industri periklanan bertambah sehingga dapat lebih adaptif terhadap tuntutan perubahan,” pungkasnya. [VTO]