Keju merupakan salah satu produk turunan susu yang populer di Indonesia. Laporan United States Department of Agriculture (USDA) 2021 menyebutkan, produk keju di Indonesia mengambil porsi sebesar 4 persen dari total produk turunan susu.
Selain itu, sangat disayangkan bahwa sebagian besar keju di Indonesia masih impor dari negara lain. Padahal, harga keju cukup mahal dibandingkan dengan produk turunan susu lainnya.
Keju biasanya dibuat secara konvensional dari susu sapi yang dikoagulasi dengan enzim rennet, yang diambil dari perut (abomasum) sapi muda. Namun, seiring dengan meningkatnya konsumsi keju baik secara global maupun nasional, pasokan enzim rennet tidak dapat memenuhi permintaan produksi keju.
Hal ini mendorong peneliti untuk mencari alternatif enzim rennet, contohnya pepsin dari ayam, sapi, dan babi; enzim dari jamur, mikroba, dan tanaman; bahkan dari enzim chymosin (salah satu kandungan enzim rennet) yang direkayasa secara genetik. Sayangnya, aplikasi dari enzim rennet dan penggantinya tersebut masih memiliki kelemahan dan menimbulkan permasalahan.
Enzim rennet dan pepsin dari hewan tidak dapat digunakan untuk vegetarian dan mungkin ditolak karena isu agama dan etika. Rekayasa genetika pada organisme sering kali menyebabkan kekhawatiran dari segi keamanan dan kesehatan. Sementara itu, enzim dari jamur dan tanaman umumnya menghasilkan keju dengan rasa pahit. Oleh sebab itu, masih dilakukan penelitian untuk mencari enzim pengganti rennet.
Potensi sumber daya laut Indonesia
Ekosistem laut Indonesia yang kaya dan beragam membuka peluang untuk mencari alternatif lain enzim pengganti rennet. Sampai saat ini, sumber bawah laut, seperti ubur-ubur, terumbu karang, dan limbah makanan laut telah diteliti sebagai sumber enzim pengganti rennet. Namun, penelitian mengenai potensi rumput laut sebagai sumber enzim koagulasi susu masih sangat terbatas. Padahal, produksi rumput laut di Indonesia menduduki peringkat kedua setelah China.
Sebagai contoh, ekstrak dari rumput laut coklat (Fucus sp, Stypocaulon sp), rumput laut merah (Gracilaria sp, Corallina sp) dan rumput laut hijau (Enteromorpha sp, Ulva sp) menunjukkan aktivitas koagulasi yang baik pada kasein susu sapi. Selain itu, enzim dari rumput laut merah, Gracilaria edulis, telah diteliti dapat digunakan untuk membuat keju dengan prosedur yang mirip dengan jika menggunakan enzim rennet. Hal ini membuka peluang bagi peneliti untuk mengkaji lebih jauh potensi rumput laut dari jenis-jenis yang lain sebagai sumber pengganti koagulan susu dan aplikasinya pada pembuatan keju.
Untuk menjawab kebutuhan tadi, Jurusan Teknik Kimia Universitas Katolik Parahyangan menyelenggarakan pendidikan dan penelitian untuk menghasilkan produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Jurusan Teknik Kimia terdiri atas prodi sarjana dan prodi magister yang membekali mahasiswa dengan ilmu-ilmu yang relevan dan up-to-date.
Dalam pengembangan keilmuan dan tugas pengabdian kepada masyarakat, para dosen berkolaborasi dalam beberapa pusat studi (pusdi), yaitu Pusdi Rekayasa Proses dan Produk Pangan, Pusdi Material Maju dan Perancangan Produk, Pusdi Konversi Energi Terbaharukan, dan Pusdi Teknologi Air dan Pengolahan Limbah yang ada di Unpar.
Selain itu sejak 2021, program peminatan Chemical Business Development ditujukan untuk memberikan dasar-dasar kemampuan bisnis kepada sarjana teknik kimia. Pada prodi magister, mahasiswa dibekali ilmu-ilmu tambahan dan pelengkap untuk kemampuan rekayasa proses dan produk, yang dapat dipilih dari tiga bidang konsentrasi, yaitu Teknologi Pangan, Manajemen Teknologi Proses, dan Rekayasa Proses.
Dengan demikian, lulusan Teknik Kimia Unpar memiliki bekal kompetensi untuk melakukan inovasi dan berkolaborasi dengan berbagai bidang studi dan industri guna menjawab tantangan dunia global. [Ariestya Arlene Arbita PhD/Dosen Teknik Kimia Unpar]
Universitas Katolik Parahyangan adalah salah satu universitas swasta pertama di Indonesia berdiri sejak 1955 berkomitmen untuk menjadi komunitas akademik yang humanum untuk dibaktikan kepada masyarakat. Situs web www.unpar.ac.id