Di Indonesia, istilah toleransi dipadankan dengan kata kerukunan. Dalam perkembangannya, toleransi di Indonesia menjadi kenyataan sosial dan menjadi penting untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Harus disadari, sejak masa nenek moyang Nusantara, ajaran spiritualitas keagamaan yang beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha berakar pada satu landasan etik toleransi. Sikap intoleran mulai marak dan mengganggu sikap toleransi dengan munculnya propaganda, radikalisme, dan intoleransi di dunia maya. Hoaks atau berita bohong, ujaran kebencian kian mewarnai dunia maya.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Toleransi dan Kolaborasi dalam Dunia Digital”. Webinar yang digelar pada Rabu (16/6/2021) diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut, hadir Aina Masrurin (Media Planner ceritasantri.id), Yusuf Mars (Pemred PadasukaTV dan Direktur Eksekutif ITF), AA Subandoyo (Klipaa.com), Roza Nabila (Kaizen Room), dan Decky Tri (influencer) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Yusuf Mars menyampaikan informasi, “Becermin pada beberapa kasus luar biasa, para pakar di Indonesia telah memperingatkan bahwa media sosial mudah memicu konflik karena tingkat literasi yang rendah. Sikap yang harus dilakukan untuk memerangi intoleransi di media sosial adalah melawannya dengan berita dan pesan menyejukkan. Jangan ikut mem-posting foto atau video yang mengandung kebencian, jangan sharing sebelum menyaring informasi yang didapat, buat konten positif dan melakukan kolaborasi dengan content creator atau grup yang memiliki visi yang sama.”

Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Rudiansyah menyampaikan, “Masyarakat sekarang sudah lekat dengan memviralkan segala macam informasi. Terkait perilaku ini, bisakah dan perlukah diadakan pembatasan atau pemantauan lebih untuk hal seperti itu mengingat banyak manfaatnya, tetapi banyak pula mudaratnya?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh AA Subandoyo, “Ada dua hal ketika bersentuhan di dunia digital, kita menerima dan kita berproduksi. Kalau menerima informasi, kita harus santai. Ruang digital bisa jadi tempat untuk melatih kesabaran kita. Ketika berproduksi sebuah konten, kita perlu berhati-hati dalam membagikan hal yang sensitif. Harus tetap mengutamakan toleransi dalam berinterkasi di internet.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.