Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Kenali dan Pahami: Rekam Jejak di Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Kamis, 9 September 2021 di Kabupaten Serang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dr Lina Miftahul Jannah, MSi – Dosen Universitas Indonesia dan Pengurus DPP IAPA, Siska Sasmita, SIP, MPA – Dosen/Pengajar Universitas Negeri Padang, IAPA, Oetari Noor Permadi – Praktisi Pendidikan & Budaya dan Dr Delly Maulana, MPA – Dosen Universitas Serang Raya.

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Dr Lina Miftahul membuka webinar dengan mengatakan, ada beberapa cara agar terhindar dari kejahatan digital seperti malware.

“Pertama jangan membuka lampiran dari surel yang masuk, baik dari alamat surel yang dikenal atau tidak, jika kita tidak mengharapkan dikirimnya lampiran tersebut. Unduh file dan dokumen dari situs yang terpercaya. Jangan mengakses dan mengunduh file dari situs berbagi file. Hanya berbagi perangkat keras penyimpanan file kepada orang atau komputer yang kita percaya,” tuturnya.

Menurutnya, kerusakan media sosial dapat memberikan dampak yang buruk, salah satunya ialah bisa merusak mental penggunanya. Hal tersebut dikarenakan terobsesi dengan jumlah like, untuk mendapatkan jumlah like yang banyak tak sedikit seseorang yang rela mengubah penampilan mereka hingga melakukan challenge yang dapat membahayakan.

“Kecanduan dapat membuat gelisah dan kesal jika sehari tidak mengakses media sosial. Membuat perbandingan dari penampilan fisik, kehidupan sosial hingga kekayaan teman di media sosial dijadikan bahan perbandingan terhadap diri sendiri sehingga menimbulkan kecemburuan dan iri terhadap teman. Selain itu, terkadang kita merasa puas setelah membully akun orang lain melalui kolom komentar yang tidak pernah kita kenal sebelumnya,” ungkapnya.

Siska Sasmita turut menjelaskan, di Amerika Serikat, 60 persen manajer tidak jadi mempekerjakan orang karena jejak digitalnya, sebanyak 77 persen perekrut kerja memanfaatkan Google untuk mencari tahu calon karyawannya.

Jejak digital aktif adalah data atau informasi yang sengaja diunggah seseorang ke dunia maya, contohnya kicauan di Twitter, status Facebook, foto dan video postingan Instagram video YouTube.

“Sementara jejak digital pasif adalah data yang ditinggalkan tanpa sadar oleh pengguna ketika berselancar di dunia maya, contohnya server menyimpan alamat IP, lokasi, dan search history,” jelasnya.

 

Jejak digital yang menyalahi norma kesusilaan, sosial, hukum, dan agama bisa sangat membahayakan. Namun, jejak digital yang tidak mengindikasikan hal-hal tersebut tetap memiliki potensi untuk disalahgunakan.

Maka diperlukan etika bermedia digital untuk meredam tertinggalnya jejak digital negative. Etika digital merupakan kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.

Oetari Noor Permadi budaya digital adalah cara kita berperilaku, berpikir, berkomunikasi dalam masyarakat dengan memakai teknologi internet. Budaya digital mencoba hal-hal baru, cara pikir dan keterampilan untuk memanfaatkan data dan pemahaman melalui teknologi digital.

“Teknologi digital adalah kendaraan kita mencapai hidup sehat, sejahtera, bahagia secara lebih efisien, efektif, ekonomis,” tuturnya. Ia menjelaskan, jejak digital adalah kumpulan jejak data yang terdokumentasi secara digital pada perangkat komputer atau lainnya.

Potensi rekam jejak digital yang merugikan yaitu rekam jejak pelamar kerja, khususnya di media sosial. Pencemaran nama baik, mengakses data pribadi tanpa kita ketahui, pencurian identitas melalui laman yang kita kunjungi dan media sosial.

“Pada era digital ini berpikir kritis menjadi kebutuhan mendasar dalam menghadapi situasi global yang sarat dengan kompleksitas dan perubahan yang begitu cepat. Jagalah pikiranmu, ucapanmu, tindakanmu dan digitalmu karena akan menunjukkan karaktermu,” jelasnya.

Sebagai pembicara terakhir, Dr Delly Maulana mengatakan, ada dua sisi wajah internet. Sisi positifnya, yakni internet membantu manusia untuk berinteraksi, bekerjasama, efisiensi, menyebar pengetahuan dan belajar pengetahuan, berbisnis, membuka cakrawala, tidak terbatas ruang dan waktu.

Sementara sisi negatifnya yakni internet dijadikan alat untuk kejahatan (kriminal), seperti penipuan, transaksi narkoba, terorisme, ajakan provokasi, pornografi, perdagangan manusia, cyberbullying dan lainnya.

“Selalu lah bijak dalam ruang digital. Selalu berpikir positif. Ketahui, tindakan di media sosial selalu terekam, bijak gunakan media sosial, berpikir sebelum memposting, menyaring sebelum membagikan, membuat dan ikut membanjiri dengan konten-konten positif,” katanya.

Dalam sesi KOL, drg Stephanie Cecillia mengatakan, dunia internet memang sangat luas tanpa boundaries, dan hal itu benar- benar merefleksikan sikap karakter kita. Ada netizen yang bijak, ada pula yang belum bijak.

“Kalau dari sisi kesehatan itu sangat berpengaruh apalagi jika menyebarkan informasi yang salah terkait kesehatan, hal itu ujung-ujungnya akan berefek ke status kesehatan orang lain bahkan menyebabkan mis informasi. Untuk itu harus kita edukasi untuk menjadi warganet yang bijak,” paparnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Dwiansyah menanyakan, bagaimana kita menyikapi konten-konten negatif yang beredar di media sosial? terutama untuk melindungi anak-anak yang melihat konten tersebut.

“Berinteraksi di dunia digital perlu diiringi dengan netiket yang sudah menjadi kesepakatan umum pengguna internet, misalnya penggunaan bahasa yang sopan, sehingga kemudian kata-kata atau pilihan kalimat tepat pada sasarannya dan sebaiknya kita harus pilah pilih informasinya. Di sisi lain sebagai orang tua dan guru mempunyai tanggung jawab yang besar dalam penggunaan internet anak kita,” jawab Siska.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.