Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, baru-baru ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Aku Anak Cerdas, Siap Berkreasi Positif di Dunia Digital”. Webinar yang digelar pada Jumat (16/7/2021) di Tangerang Selatan, diikuti oleh ratusan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni CEO BUMDesa Mutiara Soka & Nemolab Pri Anton Subardio, Kepala KCD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten Wilayah Tangerang H Zainal Abidin SSos MM, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Tangerang Selatan Drs H Abdul Rojak MA, dan Ismita Saputri dari Kaizen Room.

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Pri Anton Subardio membuka webinar dengan mengatakan bahwa konten digital adalah konten yang dikemas dalam beragam format.

“Baik teks, tulisan, gambar, video, audio maupun kombinasinya yang diubah dalam bentuk digital sehingga dapat dibaca dan mudah dibagikan melalui platform media digital,” tuturnya.

Saat ini, konten yang dianggap menarik biasanya, seperti konten tutorial, konten review, konten kolaborasi, konten wawancara, konten sharing, konten social campaign, konten success story, dan konten mini series.

Adapun cara membangun konten yang berkualitas di antaranya findable alias harus mudah ditemukan dalam situs pribadi maupun di luar. Lalu shareable atau mudah dibagikan, readable atau mudah dibaca bila dilihat dari perspektif desain, serta memorable.

“Konten yang bagus tidak hanya menghibur sejenak lalu hilang dari pikiran. Konten yang selalu diingat membuat kembali dikunjungi dan direkomendasikannya kepada teman,” tuturnya.

H Zainal Abidin menambahkan, hoaks adalah kebohongan yang dibuat untuk tujuan jahat. Oleh karena itu, hati-hati bila ingin membagi berita, gambar, maupun video di media sosial.

“Cek dulu sumber beritanya apakah memiliki manfaat yang baik dan layak disebarkan. Gunakan prinsip saring sebelum sharing. Hati-hati dengan judul provokatif, cermati sumber infonya, teliti keaslian foto/gambar/videonya, banyak membaca agar tidak mudah terhasut, hapus berita bohong,” paparnya.

Ia berpesan agar masyarakat hanya membagikan konten yang positif, inspiratif, kreatif dan produktif. Adapun etika bermedia sosial, di antaranya hati-hati dalam menyebarkan informasi pribadi, gunakan etika atau norma saat berinteraksi dengan siapa pun di media, hati-hati terhadap akun yang tidak dikenal.

“Tak lupa untuk pastikan unggahan di akun media sosial tidak mengandung unsur SARA, manfaatkan media sosial untuk membangun jaringan atau relasi, pastikan mencantumkan sumber konten yang diunggah dan manfaatkan media sosial untuk menunjang proses pengembangan diri,” ungkapnya.

H Abdul Rojak menjelaskan, pada 11 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan wabah Covid-19 ini sebagai pandemi global. Sebagai upaya untuk mencegah penyebarannya, pemerintah mengeluarkan kebijakan agar sekolah-sekolah menerapkan sistem belajar di rumah secara daring (dalam jaringan).

“Pembelajaran daring merupakan sistem pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung antara guru dan murid, tetapi dilaksanakan melalui online yang menggunakan jaringan internet,” ujarnya.

Media pembelajaran daring dapat dilakukan melalui grup Whatsapp, Zoom Meeting, Google Classroom atau Edmodo. Siswa juga dapat mengakses beberapa laman resmi Kemendikbud RI untuk belajar daring dari rumah di antaranya Ruang Guru, Rumah Belajar, Google for Education, Kelas Pintar, Sekolahmu, Zenius, dan Cisco.

Adapun kelebihan pembelajaran online, yakni sangat fleksibel, hemat biaya, dapat diulang sesuka hati, eksplorasi belajar, penguasan teknologi meningkat. Sementara itu, kekurangan belajar online, yaitu butuh kerja sama dan pengawasan ekstra dari orangtua, kesenjangan hasil belajar, dan menurunnya kemampuan sosial.

Selain itu, kekurangan belajar online adalah sulitnya membentuk karakter, tidak semua memiliki ketersediaan sarana prasarana, tidak ada jaminan proses belajar terjadi, biaya mahal karena butuh pembelian kuota internet.

“Pembelajaran online tentu saja bukan hal yang mudah, baik bagi guru, siswa, maupun orangtua. Namun, peran orangtua sangat diharapkan dalam menyukseskan pembelajaran online melalui bimbingan, pendampingan, dan pembiasaan dalam menjalankan praktik ibadah sehari-hari,” harapnya.

Sebagai pembicara terakhir, Ismita Saputri memaparkan, menurut data yang dilansir oleh Hootsuite per Januari 2021, total penduduk Indonesia mencapai 274,9 juta jiwa dengan total pengguna internet Indonesia menyentuh 202,6 juta, yang meningkat sebesar 73,7 persen.

Melihat realitas bahwa pengguna internet di Indonesia tergolong masif, menjadi sangat penting bagi kita sebagai masyarakat Indonesia untuk mencerminkan budaya digital yang sejalan dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika ketika kita berada di ruang digital.

“Baik itu dalam bentuk konten yang kita posting maupun berinteraksi dengan sesama seperti melalui kolom komentar, pesan pribadi, dan lain sebagainya. Penerapan dan pemerataan wawasan mengenai budaya digital sangat diperlukan,” ucapnya.

Ia menambahkan, komunikasi media massa berjalan dua arah sehingga menjadi penting juga bagi kita untuk mengetahui beberapa macam aplikasi untuk menunjang komunikasi, yakni media sosial.

Perlu diingat, penggunaannya ini pun juga tidak sembarang. Rekan-rekan juga harus mengetahui etika dalam berinternet hingga digital safety yakni bagaimana menjaga keamanan digital.

“Jangan mudah terpengaruh, pahami tingkatkan kewaspadaan saat bermain di ruang digital, tingkatkan pengetahuan terkait data apa yang perlu dilindungi, dan pilah konten. Kembangkan cara berpikir kritis dan tidak mudah percaya sebelum melihat bukti. Budayakan kebiasaan membaca,” pungkasnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Dian Riviana mengatakan bahwa sekolahnya, yakni SMKN 9 Kota Tangerang telah memiliki chanel Youtube tersendiri dan mulai berkembang dengan baik.

Pertanyaannya apa saja tips dan trik, untuk produktif dan menjadi channel pendidikan yang diminati para pemirsa umum? Menjawab hal tersebut, Pri Anton menjelaskan kalau channel pendidikan itu harus wajar, jangan membandingkan channel tersebut dengan daily activity yang memiliki penonton dan subcribersnya yang banyak.

“Untuk channel pendidikan, pastinya lebih konsen pada sekolah SD, SMP, SMA/SMK. Coba mulai sekarang penting untuk melakukan riset channel pendidikan agar lebih difokuskan lagi ke mana marketnya,” tuturnya.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Tangerang Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak.