Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Mencegah Kekerasan Terhadap Perempuan Melalui Literasi Digital”. Webinar yang digelar pada Selasa, 7 Juli 2021 di Kota Serang, itu diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini menampilkan narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Trisno Sakti Herwanto SIP MPA, lalu Dra Labibah Zain MLIS (Presiden Asosiasi Perpustakaan Perguruan Tinggi Agama Islam), Hayuning Sumbadra (Kaizen Room), Maryam Fithriati (Co-Founder Pitakonan Studio & Management).

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Trisno Sakti Herwanto mengawali webinar dengan mengatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan tindakan yang berakibat penderitaan secara fisik, seksual, dan psikologis.

Kekerasan tersebut termasuk ancaman dan paksaan di depan umum, dan dalam kehidupan pribadi. “Adapun bentuknya seperti aborsi seleksi kelamin, penganiayaan saat hamil, perkawinan anak, prostitusi anak, hingga kekerasan seksual,” kata Trisno.

Sementara kekerasan seksual berbasis siber, contohnya penyebaran video porno, revenge porn, video atau chat sex. Pelecehan gender merupakan salah satu yang marak di Indonesia, bentuknya seperti pernyataan dan perilaku menghina/merendahkan perempuan, lelucon, humor, dan meme. Modusnya pun bermacam-macam, mulai dari mengirim pesan ajakan berulang-ulang via chat, dengan kalimat menggoda bermuatan seksual, foto seksual, hingga video seksual atau bahkan dengan ancaman.

Tips menghindari hal tersebut bisa dilakukan dengan pilah foto sebelum diunggah dan dibagikan. “Batasi privacy setting Anda. Sementara untuk anak dan remaja, lakukan komunikasi terbuka, dan pantau media sosial anak,” papar Trisno.

Sementara Labibah Zain menambahkan, segala sesuatu semuanya sudah ada di sosial media, dan bersosial media bisa menjadi ajang untuk silaturahmi virtual, bisnis, bertukar pikiran, arsip virtual, dan menulis/membuat konten positif.

“Konten digital ada di mana-mana bisa dibuat oleh siapa saja dan disebarkan kapan saja. Digital konten membentuk opini. Maka dari itu, perlu kesadaran dari si pembuat konten bila bermuatan negatif, tentunya bisa membuat adanya kekerasan terhadap perempuan,” kata Labibah.

Ia menambahkan, setiap orang bisa menjadi siapa saja, media sosial sama dengan dunia maya yang tidak ada ruang privat di media sosial. Adapun jenis-jenis kekerasan terhadap perempuan, yaitu cyber stalking, cyber harassment, dan sebagainya.

“Perlunya digital literasi untuk perempuan agar tidak mudah ditipu, lebih sehat, tidak mudah diadu domba, tidak gegabah menggungah konten, dan tahu hukum pencegahan kekerasan seksual yaitu dengan sensitization, safeguard, sanctions. Maka dari itu harus berpikir sebelum mem-posting sesuatu,” kata Labibah.

Maryam Fithriati kemudian mengajak masyarakat untuk menghentikan kekerasan berbasis gender online/siber. Menurut sebuah survei, kekerasan berbasis gender meningkat hingga 53 persen, dan kekerasan gender berbasis online meningkat 300 persen.

“Untuk itu pentingnya bagi perempuan untuk mengetahui tentang digital literasi, sehingga kita mampu memilah informasi dengan benar dan menggunakan medsos untuk tujuan kebaikan dan bermanfaat bagi orang sekitar,” kata Maryam.

Menurutnya, perempuan harus punya kompetensi mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari. Panduan untuk menjaga keselamatan perempuan, yakni jika ada modus-modus kekerasan seksual harus waspada.

“Lalu proteksi perangkat dan layanan digital. Melindungi perangkat digital dari ancaman malware, menghindari peretasan terhadap data-data dalam perangkat, serta proteksi identitas dan data digital,” ujar Maryam.

Sebagai pembicara terakhir, Hayuning Sumbadra, memaparkan, dunia nyata sama dengan dunia digital. Maka ingatlah, kita harus memperlakukan orang lain sama dengan halnya kita berbicara dengan orang di depan kita.

“Di dunia digital mempunyai keuntungan untuk membaca ulang. Kira-kira kalau saya jadi penerima saya sakit hati atau tidak, menyinggung atau tidak, tidak perlu semua hal kita komentari, sempat dibahas kita sekarang menjadi netizen paling tidak sopan se-Asia Tenggara ini karena kurangnya literasi digital,” kata Hayuning.

Dari banyaknya komentar positif, ternyata komentar negatif lebih mudah ditangkap oleh mata. Hal ini tentunya membuat kita sakit hati dan mengakibatkan seseorang bisa depresi dan bunuh diri. “Pintar membawa diri perlakukan semua orang dengan baik selayaknya kita ingin diperlakukan baik,” lanjutnya.

Salah satu peserta bernama Rendy menanyakan, apa yang dimaksud kata kekerasan melalui literasi digital? Seperti apa contohnya?

“Itu seperti scam, phising, dan lain-lain. Ingatlah jari-jarimu menunjukkan masa depanmu, jangan mengundang orang lain untuk melakukan kekerasan. Jagalah privasi masing-masing, harus hati-hati menjaga konten yang kita upload, dalam rangka melindungi kita dan orang lain,” jelas Maryam.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]