Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Literasi Era Digital”. Webinar yang digelar pada Kamis (8/8/2021) di Kota Serang itu diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Mohammad Taufan Akbar (Founder Penerbit Nyala), Novi Widyaningrum SIP MA (Researcher, Center for Population & Policy Studies UGM), Zulfan Arif (translator dan content writer), dan Btari Kinayungan (Kaizen Room). Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.

Interaksi “online”

Mohammad Taufan Akbar membuka webinar dengan mengatakan, aplikasi percakapan dan media sosial menjadi media interaksi online.

“Di sana berbasis aktivitas untuk menjalin komunikasi, menjadi ruang interaksi. Adapun kekurangan media sosial yakni jumlah pengguna menduduki peringkat pertama, pengguna terlalu heterogen sehingga informasi yang muncul selalu beragam,” katanya.

Ia menambahkan, sebagai pengguna harus mengenali kelebihan dan kekurangan dari aplikasi percakapan. “Ekspresi di media sosial melalui teks seringkali menjadi kesalahpahaman dan menjadi pemicu permusuhan dan berita hoaks. Mari bermedia sosial dengan bijak dan bertanggung jawab,” ujarnya.

Zulfan Arif menambahkan, literasi digital merupakan kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat dan mengkomunikasikan konten atau informasi dengan kecakapan kognitif maupun teknikal.

Ia mengungkap, tingkat literasi Indonesia di dunia tergolong rendah, yaitu ranking 62 dari 70 negara. Untuk itu, diperlkukan etika dalam menggunakan media digital.

Etika digital adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika sehari-hari dalam kehidupan digital.

“Bahwa menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama dan meningkatkan kualitas kemanusiaan,” paparnya.

Etika digital

Adapun prinsip etika digital yang pertama adalah kesadaran, yakni melakukan sesuatu dengan sadar atau memiliki tujuan. Kebajikan yaitu bernilai kemanfaatkan, kemanusiaan dan kebaikan; integritas yaitu jujur dan tidak manipulatif; dan tanggung jawab yaitu menyadari dampak dan akibat dari tindakan saring sebelum sharing,” katanya.

Novi Widyaningrum menjelaskan, hak digital adalah hak asasi manusia yang menjamin tiap warga negara untuk mengakses, menggunakan, membuat dan menyebarluaskan media digital.

“Tanggung jawab digital yaitu menjaga hak-hak atau reputasi orang lain, menjaga keamanan nasional atau ketertiban masyarakat atau kesehatan atau moral publik,” jelas Novi. Ia menambahkan, dampak negatif dunia digital yakni keamanan data, kehidupan sosial, ketentuan hak cipta, kecanduan, kejahatan siber dan terperangkap isu hoaks.

“Mari beretika dalam bermedia sosial, menilai dan memverifikasi konten negatif, distribusi konten positif, memproduksi konten positif, berkolaborasi dengan orang lain untuk mengefektifkan gerakan positif,” tuturnya.

Btari Kinayungan sebagai pembicara terakhir mengatakan, digital safety yaitu kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.

Tindakan pengaman digital paling dasar yaitu perlindungan identitas digital, perlindungan data pribadi. Data pribadi yaitu data identitas berupa kode, simbol, huruf atau angka yang jadi penanda personal yang bersifat pribadi.

“Cara melindungi identitas digital yakni memakai identitas asli atau samaran dalam platform yang dipakai, amankan identitas utama, gunakan setting privasi di sosmed, minimalisir memberi data pribadi, hati-hati saat gunakan wifi di area publik, jangan lakukan transaksi keuangan dengan wifi,” jelas Btari.

Jejak digital

Ia menambahkan agar masyarakat mewaspadai jejak digital. Jejak digital adalah jejak data yang muncul ketika seseorang menggunakan internet di perangkat komputer, laptop atau lainnya.

“Ada dua jenis jejak digital. Pertama, jejak digital pasif yakni data yang ditinggalkan secara tidak sengaja, lalu jejak digital aktif yakni data yang secara sengaja dibuat atau ditinggalkan oleh pengguna,” pungkasnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama David menanyakan, apakah orang yang mudah terjerat cyber crime menandakan bahwa kurang baiknya literasi digital yang ia miliki?

“Pendidikan seseorang tidak terkait dengan perilakunya. Artinya perilaku tersebut bisa saja terjadi karena kesalahan yang dia lakukan, orang yang terjerat cybercrime bukan perkara apes atau apa, atau terkait latar belakang pendidikan namun soal etika dan tanggung jawab personal,” jawab Taufan Akbar.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.