Salah satu penyebab terjadinya cyberbullying adalah perkembangan teknologi yang sangat cepat. Perlu kita sadari bahwa perkembangan teknologi harus diikuti literasi digital yang sangat baik, yang akan melatih dan membiasakan para penggunanya untuk berpikir kritis saat berselancar di dunia maya.
Sayangnya, kontrol sosial masyarakat di Indonesia masih terlalu permisif terhadap cyberbullying dan masih awam terhadap risiko hukumnya. Oleh karena itu, penting untuk menyebarluaskan pemahaman literasi digital untuk mengurangi hal-hal negatif di dunia maya, seperti cyberbullying, dan menjadikan masyarakat Indonesia netizen yang cakap dan pintar.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Menjadi Masyarakat Digital yang Pintar”. Webinar yang digelar pada Rabu, 15 September 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Panji Gentura (Project Manager PT WestmooreTech Indonesia), Dr Rusdiyanta SIP SE MSi (Dekan FISIP Universitas Budi Luhur), Dewi Rahmawati (Product Manager Localin), Bondan Wicaksono (akademisi dan penggiat masyarakat digital), dan Michelle Wanda (aktris) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Rusdiyanta menyampaikan bahwa jika netizen Indonesia pintar tanpa etika, kepintarannya akan digunakan untuk melakukan penindasan, kejahatan penipuan, dan kezaliman. Beretika tanpa kepintaran pun dapat berisiko menjadi sasaran penindasan, kejahatan, penipuan dan kezaliman.
Netiket adalah tata krama dalam menggunakan internet, dan menjadi penting sebagai sistem peringatan dini atau rambu-rambu berinternet sehingga kehidupan tetap harmonis. Netiket juga sebagai pedoman norma dan nilai pengguna internet sehingga dapat mengambil keputusan secara benar dan tepat. Dengan netiket, orang tidak akan merugikan pihak lain, justru memberi manfaat kepada sesamanya bahkan menyelamatkan.
“Prinsip dalam netiket yang perlu diperhatikan oleh kita sebagai pengguna media digital adalah kesadaran, kebajikan, integritas, dan tanggung jawab,” jelasnya.
Michelle Wanda selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa menggunakan teknologi digital harus tahu ada batasannya, ada segi positif dan negatif. Negatifnya, kita bisa kecanduan, maka harus membatasi penggunaan gadget, karena kontrolnya ada di diri kita.
Menurutnya, masyarakat perlu sekali memahami literasi digital, sehingga apapun yang terjadi kita sudah tahu batasan diri kita. Kalau tidak ada literasi digital, tidak akan bisa mendapat manfaatnya dari kemajuan media digital. Kecakapan digital adalah kunci. Percuma perangkatnya sudah bagus tapi kita sebagai pengguna tidak punya kemampuan literasi digital.
Salah satu peserta bernama Ara bertanya, “Apakah anak-anak harus diajarkan untuk menggunakan teknologi digital? Jenis teknologi apa yang sebaiknya diajarkan ke anak-anak?”
Panji Gentura menjawab, “Tentu, tetapi tidak bisa diajarkan secara bebas karena kita perlu beberapa skill yang jika kita tidak kontrol, anak-anak akan bersikap di luar batas seperti kecanduan bermain game. Pertahanan utama ada di literasi, jadi harus diajarkan menyesuaikan kemampuan orangtua dan diarahkan.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]