Dalam bermedia digital, berbagai bentuk aksi yang dilakukan dapat berupa interaksi, partisipasi, dan kolaborasi. Interaksi adalah proses komunikasi dua arah antarpengguna terkait mendiskusikan ide, topik, dan isu dalam ruang digital. Contoh negatifnya, komentar dengan kata-kata mengandung pelecehan seksual dan menggunakan akun anonim.
Partisipasi adalah proses terlibat aktif dalam berbagi data dan informasi yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Proses ini berakhir pada menciptakan konten kreatif dan positif untuk menggerakkan lingkungan sekitar. Contoh negatifnya, menyebarkan video atau konten yang berisiko dan mengandung unsur pornografi. Kolaborasi merupakan proses kerja sama antarpengguna untuk memecahkan masalah. Contohnya, menggunakan media sosial sebagai alternatif untuk menyuarakan keadilan, khususnya terhadap para korban pelecehan seksual online.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Stop di Kamu! Lawan Pelecehan Seksual di Media Digital”. Webinar yang digelar pada Jumat, 13 Agustus 2021 pukul 14:00-16:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Alviko Ibnugroho SE MM (financologist, motivator keuangan dan kejiwaan keluarga, dan IAPA), Lisa Esti Puji Hartanti SSos MSi (Dosen UNIKA Atma Jaya Jakarta dan Japelidi), Dr Bevaola Kusumasari MSi (Dosen Fisipol UGM dan IAPA), Andrea Abdul Rahman Azzqy SKom MSi MSi(Han) (Dosen Universitas Budi Luhur Jakarta), dan Astari Vernideani (Miss Tourism International 2019) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Lisa Esti Puji Hartanti menyampaikan bahwa pasal yang dapat menjerat netizen Indonesia untuk kekerasan seksual dapat berdasarkan UU ITE pasal 27 ayat 1 mengenai pencemaran nama baik, dan pasal 27 ayat 3 mengenai melanggar kesusilaan. Dalam rangka menghindari melakukan perbuatan negatif tersebut, ada baiknya memahami etika digital yang ada, yang pada dasarnya tidak berbeda dengan etika di dunia nyata. Mengingat apa yang kita hasilkan di dalam bentuk maya dapat memengaruhi kehidupan di dunia nyata.
“Segitiga Etika Digital berdasarkan pada hubungan timpal balik antara subyek, pencipta karya, dan audiens. Subyek dalam karya harus berkenan untuk masuk pada konten yang dibuat (consent), pencipta karya memiliki maksud baik terhadap subyek dan mempertimbangkan konsekuensi dari aksinya terhadap subyek, serta audiens dapat mendapatkan maksud baik dari yang disampaikan pencipta karya dan juga menghasilkan sebuah kontribusi dalam membangun hubungan sosial yang sehat,” jelasnya.
Astari Vernideani selaku narasumber Key Opinion Leader juga mengatakan, kita sebagai pengguna media digital bisa membatasi diri sendiri dengan informasi-informasi yang kita terima dan kita bagikan, serta beredukasi atas hal-hal positif dan bermanfaat yang bisa kita lakukan di ruang digital.
Sebagai perempuan, mengenai pelecehan seksual kita dapat melaporkan akun-akun atau konten-konten yang menyebarkan konten tersebut, serta jangan takut untuk speak up atas aksi tersebut yang dilakukan, khususnya dengan sering terjadinya influencer yang melakukan aksi tak terpuji tersebut. Dengan berliterasi digital, kita bisa mengetahui apakah yang kita lakukan termasuk pelecehan seksual atau bisa juga mengenali aksi tersebut di ruang digital dan bertindak dalam rangka melawannya.
Salah satu peserta bernama Jeremia Frederick Nicolas Turnip menyampaikan, “Banyak di berbagai media content creator menggunakan clickbait dengan judul yang menurut saya berbau ke arah seksual dan kekerasan, dengan tujuan untuk keuntungan diri sendiri. Apakah ini merupakan salah satu bentuk pornoaksi, dan bagaimana cara agar hal ini bisa diatasi melihat jumlahnya semakin banyak?”
Alviko Ibnugroho menjawab, “Sebenarnya sah-sah saja dengan memakai judul yang ‘menyerempet’, tapi pastikan konten tersebut tidak mengandung unsur-unsur pornografinya. Netizen atau penikmat konten makin lama akan semakin biasa atau mengenal taktik clickbait tersebut sehingga akan semakin sedikit viewers konten semacam itu. Jika ingin menjadi content creator baiknya menjadi seseorang yang membanjiri internet dengan konten-konten positif.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]