“Get used to it. Spirituality is creeping into office. And companies are turning inward in search of ‘soul’ as a way to foster creativity and to motivate leaders.”
Nukilan kalimat dari Majalah Business Weeks edisi 5 Juni 1995 itu kembali digaungkan Sudhamek AWS dalam materinya yang disampaikan pada penganugerahan gelar doktor kehormatan (Doctor Honoris Causa) dalam bidang Studi Manajemen Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, 2016.
Beberapa perusahaan global telah menerapkannya sebagai bagian untuk melanggengkan roda bisnis. Google, perusahaan raksasa internet dunia, adalah satu di antaranya yang menjalankannya dalam program Search Inside Yourself untuk mengembangkan karyawan.
Pendekatan spiritual ini menekankan pentingnya seorang manusia mengenali makna hidupnya, meski dalam konteks pekerjaan. “Profesi apa pun yang kita jalani, sebenarnya adalah tools atau sarana untuk perkembangan perjalanan spiritual kita sendiri,” ujar Sudhamek.
Nilai universal
“Diawali tahun 1968. Saya masih berumur 12 tahun. Tidak sengaja saya mendengar obrolan ayah saya yang sedang makan malam bersama kakak-kakak saya. Saat itu, ayah saya bertanya, apakah menurut kalian, ajaran agama itu bisa diterapkan dalam bisnis? Tak ada jawaban yang keluar dari kakak-kakak saya, tapi entah kenapa, pertanyaan ini terus terekam dengan baik di benak saya,” kenang Sudhamek saat ditemui di salah satu kantornya di TB Simatupang, Jakarta Selatan, pada Jumat (20/10).
Tiga puluh tahun berselang, Indonesia dilanda krisis moneter. Tiba-tiba Sudhamek mendapatkan jawaban atas pertanyaan sang ayah. “Pertanyaannya bukan bisa atau tidak bisa, melainkan ini (menerapkan spiritualitas dalam bisnis) sebuah keniscayaan kalau perusahaan itu mau sustainable,” terangnya.
Layaknya sebuah entitas bisnis, profit menjadi tujuan yang dicari, tetapi bukan menjadi tujuan akhir dan satu-satunya. Dengan spirit kesuksesan lahir dari kejujuran, ketekunan, dan keuletan diiringi doa, yang tersimpul dalam prinsip perusahaan berbasis spiritualitas, Sudhamek membawa GarudaFood Group menjadi salah satu yang terdepan di industri makanan dan minuman di Indonesia.
Prinsip ini mendasarkan tak hanya memaknai eksistensi untuk mencari keuntungan, tetapi juga menekankan pentingnya penerapan nilai spiritualitas (universal values) sebagai landasan dari semua aktivitas bisnis. Setiap insan di GarudaFood Group berlatih hidup berkesadaran dan terus merawat kualitas batin agar termanifestasi dalam perilaku keseharian sehingga pada akhirnya tercipta manusia yang damai dan dinamis. Kedamaian mewakili dimensi spiritualitas, dinamika mewakili dimensi duniawi ((bisnis/profesi).
“Peaceful dan dynamic, nantinya disebut manusia saleh dan kompeten. Kenapa? Karena profesi apa pun yang dimiliki seseorang, kalau menurut konsep kami, akan sukses berkelanjutan kalau keduanya dikelola dengan seimbang,” jelas bungsu dari 11 bersaudara itu.
Laku hidup berkesadaran ini membawa dampak positif dalam diri yang pada akhirnya mendorong kreativitas, inovasi, dan produktivitas. Ujung-ujungnya, perusahaan akan terus berkembang dan berjalan dengan energi baru.
Dengan lebih dari 13 ribu karyawan, GarudaFood Group pun mencatat pertumbuhan positif dari tahun ke tahun. Menargetkan pertumbuhan penjualan sebesar 14 persen pada tahun ini, akhir kuartal ketiga 2017 GarudaFood telah berhasil mencatat pertumbuhan lebih dari 15 persen.
Menjalin mitra
Pendekatan perusahaan berbasis spiritual pun mengingatkan bahwa sejatinya bekerja adalah ibadah, bukan hal yang terpisah. Menurut Sudhamek, aspek duniawi dan spiritualitas ini tidaklah terpisah, hanya terpilah. Pola pikir dikotomis tidak dapat diterapkan karena sejatinya setiap fenomena hidup selalu menampilkan keterkaitan yang erat antara satu faktor dan faktor lainnya. Prinsip interdependent co-arising ini pula yang menjadi landasan GarudaFood menjalin mitra dengan berbasis rantai nilai bisnis bersama berbagai pihak untuk saling menumbuhkembangkan.
Berinovasi melalui strategi open innovation, GarudaFood Group membuka diri berkolaborasi dengan berbagai pihak. CEO GarudaFood Group Hardianto Atmadja menjelaskan salah satu contohnya adalah menjalin mitra dengan berbagai kalangan seperti universitas, supplier dalam hal formulasi produk yang unik. Dalam hal jaminan pasokan bahan baku cokelat, GarudaFood menggandeng produsen cokelat kelas dunia yaitu Barry Callebaut dari Swiss untuk membangun pabrik cokelat di lokasi produksi GarudaFood, di Gresik, Jawa Timur.
GarudaFood juga fokus membangun original equipment manufacturer yang kini telah memiliki 10 partner dan menjalin kemitraan suplai bahan baku kacang tanah yang melibatkan 23 ribu petani kacang dengan total lahan seluas 2.500 hektar. Konsep kemitraan ini juga dijalin dengan 120 peternak sapi perah di Pengalengan, Jawa Barat, serta menyerap 14.468 liter susu per hari.
Kiprah Sudhamek dalam menjalankan entitas bisnisnya ini pun membuatnya terpilih sebagai tokoh pelaku usaha yang menerima The Legacy Award pada ajang The 10th ASEAN Business Awards (ABA) 2017 yang diselenggarakan oleh ASEAN Business Advisory Council (ABAC), pada 6 September 2017, di Manila.
The Legacy Award merupakan penghargaan kepada para pelaku usaha yang memiliki hasrat dan komitmen tinggi untuk berkontribusi pada pertumbuhan perekonomian nasional di negaranya. Selain itu, memberi dampak positif pada komunitas ASEAN. Penerima The Legacy Award dinilai memiliki integritas tinggi, telah teruji dalam menjalankan bisnis, dan menginspirasi pelaku bisnis lainnya. [IKLAN/ADT]
Foto-foto dokumen GarudaFood.
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 31 Oktober 2017