Kecanduan adalah keinginan terus-menerus terhadap suatu kegiatan maupun zat tertentu yang terasa penting atau menimbulkan rasa bahagia sekalipun dampaknya merugikan. Yang menjadi pertanyaan saat ini, apakah kita kecanduan atau terjajah? 

Jangan-jangan kita sudah lebih dari kecanduan, terhegemoni, terjajah, bahkan menjadi budak digital. Jangan sampai waktu kita jadi terbuang sia-sia. Seharusnya digital hanya sebagai alat bantu kita, dan jangan sampai alat bantu itu menjadi bos besar kita. 

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Kecanduan Digital: NO! Kreatif dan Produktif: YES!”. Webinar yang digelar pada Senin, 27 September 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring. 

Dalam forum tersebut hadir Satriwan Salim SPd MSi (Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru P2G), AA Subandoyo (Klipaa.com), Bondan Wicaksono (akademisi dan penggiat masyarakat digital), Maryam Fithriati (Co-Founder Pitakonan Studio dan Management, penggiat literasi komunitas), dan Sony Ismail (Band J-Rocks) selaku narasumber. 

Dalam pemaparannya Maryam Fithriati menyampaikan bahwa jenis kecanduan gadget, yaitu bermain game, media sosial, belanja online, judi online, compulsive surfing, dan cybersex. Apa yang harus kita lakukan agar tidak semakin kecanduan? Bisa dengan melakukan digital detox, yaitu membebaskan diri sejenak dari gadget dan internet selama 1 jam per hari. 

Atau, kita bisa melakukan hal-hal yang kreatif, produktif, dan inovatif dengan hobi yang kita sukai dan akhirnya bisa menjadi peluang bisnis bagi diri kita sendiri. Tiga komponen kreativitas adalah keahlian, kecakapan berpikir kritis, dan motivasi. Dengan melakukan hal tersebut kita tidak hanya sekedar rebahan, bermain media sosial, nonton Netflix, belanja online, gaming, dan lain sebagainya. 

“Adapun tiga cara membuat konten positif, yakni gunakan visual pemikat seperti infografis dan video 1 menit; rancang kampanye bermakna dengan memperhatikan persona, tujuan, gaya bahasa, dan nada bicara; serta perhatikan isi konten seperti halnya representasi, proporsi, materi komunikatif, mudah dipahami, dan fasilitas dukungan. Dalam dunia digital, kita juga harus memperhatikan keamanan digital, dengan melindungi perangkat digital kita untuk menghindari peretasan terhadap data-data agar tidak disalahgunakan,” jelasnya.

Sony Ismail selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa di masa pandemi ini ia masih berkarya dan bikin konten dari rumah. Pada awalnya ia merasa sedih, karena terbiasa konser secara offline dengan panggung besar dan penonton ribuan, tiba-tiba pandemi mengharuskan di rumah saja dan membuat ia dan teman-teman JRocks kebingungan. 

Namun, setelah beradaptasi beberapa lama, ternyata semuanya bisa dilakukan di rumah saja dengan memanfaatkan ruang digital dan media digital yang luas. JRocks bisa melakukan beberapa konser secara online, live di Instagram, sharing tentang musik, dan membuat konten edukasi soal musik. Intinya adalah bagaimana mempergunakan semaksimal mungkin ruang digital ini dengan karya yang positif.

Salah satu peserta bernama Enung Nurlailah menyampaikan, bagaimana upaya di era digital supaya kita mampu menyaring berita yang sifatnya negatif khususnya bagi siswa yang mudah terpengaruh hal-hal buruk? “Lalu bagaimana kiat-kiat supaya siswa dapat memanfaatkan alat-alat digital itu dengan kegiatan yang positif, karena mereka kebanyakan cenderung melakukan hal negatif yang dapat menyita waktu, seperti bermain game?”

Bondan Wicaksono menjawab, hal yang terpenting saring dulu sebelum sharing karena memang hoaks atau kata-kata yang negatif itu nadanya kadang-kadang bikin surprise atau bahkan bisa bernada ancaman sehingga kemudian orang menjadi kaget. Tentu ini harus disaring dulu kebenarannya seperti apa, valid tidak sumber informasinya, kemudian jangan mudah percaya dengan gambar atau video yang muncul dari yang ingin kita klik. 

“Lalu untuk para siswa agar bisa tetap produktif adalah dengan mengembangakan kreativitas yang dimilikinya, misalnya menulis cerpen, bermain bola, berolahraga, dan lain sebagainya,” katanya.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Utara. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]