Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Cerdas dan Bijak Berinternet: Pilah Pilih Sebelum Sebar”. Webinar yang digelar pada Kamis, 19 Agustus 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dr Bevaola Kusumasari MSi (Dosen Fisipol UGM), Zulfan Arif (translator dan content writer), Haswan Boris Muda Harahap SIP MSi (Dosen Vokasi Institut STIAMI Jakarta), dan Djaka Dwiandi Purwaningtijasa (digital designer).

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Bevaola Kusumasari membuka webinar dengan mengatakan, keterkaitan antara kepuasan penggunaan internet dengan literasi digital seharusnya dapat seimbang.

“Sehingga pemanfaatan teknologi dapat berjalan sesuai dengan kesadaran masyarakat dalam mempergunakan teknologi tersebut. Tujuan literasi digital adalah memberi kita kontrol yang lebih besar atas interpretasi, karena semua pesan media merupakan hasil konstruksi,” katanya.

Menurutnya, dunia tengah memasuki era Revolusi Industri 4.0 dan automatisasi dilakukan oleh mesin tanpa memerlukan tenaga manusia dalam pengaplikasiannya. Jadi, masyarakat harus pandai dan jeli memanfaatkan teknologi digital untuk menangkap peluang usaha baru.

“Konten positif dapat memengaruhi perubahan prilaku masyarakat ke arah lebih baik. Manusia itu pada hakikatnya belajar. Belajar untuk mengubah tingkah laku, membutuhkan asupan informasi sehingga orang dapat berpikir dan menentukan sikap,” ungkapnya.

Zulfan Arif menambahkan, etika digital adalah kemampuan individu adalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika sehari-hari dalam kehidupan digital.

Bahwa menggunakan media digital mestinya di arahkan pada suatu niat, sikap, dan prilaku yang etis demi kebaikan bersama dan meningkatkan kualitas kemanusiaan. Ruang digital adalah realitas baru yang seharusnya tidak merubah seseorang menjadi berbeda dari realitas di dunia nyata.

“Disrupsi teknologi digital yang berlangsung dengan sangat pesat memengaruhi tatanan perilaku masyarakat. Rendahnya literasi digital menyebabkan seseorang terdeindividualisasi, sehingga berani melakukan hal-hal yang negatif sebab merasa aman bersembunyi dibalik layar gadget,” tuturnya.

Tingginya pengguna medsos di Indonesia ini akan meningkatkan penyebaran konten negatif termasuk hoaks, pesan provokasi, dan ujaran kebencian, yang bisa menimbulkan konflik.

“Jika sebuah cerita hanya menggunakan sumber anonim atau tanpa sumber sama sekali, Anda harus berhati-hati. Cek gambar, melihat tidak lagi selalu percaya. Terkadang gambar digunakan di negara lain atau digunakan kembali bertahun-tahun kemudian dalam konteks yang sama sekali berbeda,” ungkapnya.

Haswan Boris Muda turut menjelaskan, kebablasan berekspresi bisa menjadi masalah, apabila perkembangan teknologi tidak diikuti kemampuan masyarakat untuk menggunakan teknologi tersebut. “Ruang digital bukan lagi sekedar mencari informasi. Medsos menjadi media bersemainya misinformasi, disinformasi, malinformasi.”

Sebagai pembicara terakhir, Djaka Dwiandi mengatakan, ada dua bentuk rekam jejak digital, yakni pasif dan aktif. Jejak digital pasif, yakni jejak data yang ditinggalkan secara daring dengan tidak sengaja dan tanpa sepengetahuan.

“Jejak aktif, yakni data yang dengan sengaja kita kirimkan di internet atau di platform digital. Mari menyeleksi informasi yang di unggah dan bagikan rekam jejak digital yang positif,” ujarnya.

Dalam sesi KOL, Sheila Siregar mengatakan, dampak positif internet yaitu mempermudah proses komunikasi yang bisa membuat kita bertemu di dunia digital secara real time, secara langsung.

“Tapi memang tidak bisa dihindari, dengan perkembangan teknologi ini pasti maraknya informasi palsu karena derasnya arus informasi, lalu penipuan secara online, ada pencurian data online, hate speech. Hati-hati apa yang kita sharing bisa jadi itu berpengaruh terhadap mental orang lain,” tuturnya.

Salah satu peserta bernama Zahra menanyakan, adakah cara agar orang lain tidak mudah terprovokasi dengan berita hoaks?

“Memang menyikapi hoaks dan provokatif adalah dengan tidak terprovokasi atau tidak termakan dengan berita itu. Gunakan akal sehat, kita harus berpikir apakah berita ini ketika diterima orang lain akan berakibat buruk atau tidak, kalau beritanya memiliki nilai yang buruk bagi orang lain jangan kita percayai,” jawab Zulfan.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]