Persatuan Indonesia menjadi sebuah tantangan demokrasi digital, dan kita sebagai pengguna media digital harus menjaganya dengan mengetahui cara membendung produksi hoaks dan ujaran kebencian di media sosial. Kita harus ingat mengenai pentingnya menghargai pendapat, baik dalam ideologi dan pilihan politik.

Perlu diketahui juga bahwa ancaman terhadap kebebasan berpendapat dari masyarakat relatif tinggi dan intens. Fenomena hoaks sebagai berita bohong dapat muncul sebagai hoaks yang cukup canggih, dengan judul heboh tapi berbeda dengan isi berita, dan berita benar namun dengan konteks yang menyesatkan. Media sosial dan saluran chatting kini juga menjadi saluran paling subur bagi penyebaran hoaks, dengan topik sosial-politik dan SARA yang menjadi jenis hoaks yang paling sering diterima.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Kreatif Lestarikan Nilai–Nilai Pancasila di Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Rabu (18/8/2021) pukul 13:00-15:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Yudha Wirawanda, S.I.Kom., M.A. (Staf Pengajar Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta & Japelidi), Fajar Nursahid (Direktur Eksekutif LP3ES Jakarta & Dosen Ilmu Politik Universitas Bakrie Jakarta), Eddi Karsito (Praktisi Pendidikan & Budaya), Adetya Ilham (Kaizen Room), dan Karina Basrewan (Puteri Indonesia Jakarta 6 2018) selaku narasumber.

Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika

Dalam pemaparannya, Eddi Karsito menyampaikan, “Kita sebagai warga negara Indonesia memiliki kewajiban untuk menjaga Pancasila agar tidak hanyut dalam pergantian zaman di era digital ini. Sehingga, pentingnya untuk kembali pada hati nurani yang dapat menumbuhkan empati, yang berujung pada menghargai dan menghormati satu sama lain; peduli, tenggang rasa. Hati nurani adalah fenomena moral yang sangat hakiki. Indonesia sebagai negara multikultural dengan berbagai macam agama, suku bangsa, bahasa, harus kembali menerapkan toleransi dan budaya sesuai semangat Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.”

Menurut Eddi, pentingnya memberikan pemahaman secara kultural kepada generasi muda sehingga nilai-nilai yang telah menjadi budaya Indonesia, seperti sopan santun dan gotong royong, akan menjadi nilai pada bangsa kita, baik dari etika maupun tradisi atau kepercayaan.

“Kita harus kreatif melestarikan nilai-nilai Pancasila di ruang digital, karena dapat menjadi momentum untuk menjaga dan memperkuat Indonesia untuk bisa menjadi bangsa yang kuat dan lebih beradab di dunia. Falsafah Bhinneka Tunggal Ika dapat diperkuat dalam rangka membangun budaya Indonesia menuju perubahan yang mengacu nilai-nilai kearifan lokal, membangun komunitas sebagai sarana berkumpul dan bertukar informasi, serta sebagai sarana kreatif dan edukatif untuk mengenal diri dan kreasi, juga sebagai ritual dalam kebersamaan dan kesetaraan agar dapat tercapainya budaya digital yang didambakan,” tuturnya.

Karina Basrewan selaku narasumber Key Opinion Leader menyampaikan, ruang digital tentunya sangat membantu mendekatkan yang jauh, khususnya di kondisi yang tidak memungkinkan untuk bertemu. Dalam membuat konten pun kita juga ikut terbantu dalam mengasah kreativitas dan berkolaborasi. Selama masa pandemi, ia sendiri menggunakan waktu selama di rumah dan memanfaat internet dengan belajar untuk memasak.

Ia menyampaikan, lebih baik diam dalam hal yang tidak terlalu dipahami dan mengerti, karena sebagai content creator dengan audiens mempunyai tanggung jawab untuk tidak membagikan informasi yang tidak simpang-siur dan dapat mencelakakan orang lain. Sangat penting untuk mengedukasi yang lain akan literasi digital karena bisa membantu dan membangun teman, keluarga kita, saudara, dan juga followers kita.

Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Alincia Tabitha Sormin menyampaikan, “Di era digital ini, banyak budaya luar yang masuk ke negara kita melalui sosial media di mana bisa merusak moral dan nilai Pancasila generasi remaja sekarang. Bagaimana cara supaya kita mengembalikan moral nilai budaya yang baik di negara kita?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Yudha Wirawanda, S.I.Kom., M.A. “Ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan, seperti membangun benteng untuk membatasi diri dari konten yang dapat merusak. Lalu, menyaring konten yang diterima berdasarkan nilai-nilai pemahaman Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sehingga pengaruh negatif dari luar bisa tersaring. Konten-konten yang mengandung nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika harus terus diproduksi dengan kemasan semenarik mungkin sehingga bisa menarik perhatian orang banyak.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.