Kebebasan berekspresi adalah hak yang mendukung hak asasi manusia lainnya, seperti hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama. Perkembangan teknologi dan informasi telah menyediakan platform baru untuk menyalurkan kebebasan berekspresi. Dengan hadirnya internet, kita sebagai pengguna media digital dapat menyuarakan hak-hak yang sebelumnya mendapat tekanan. Saat ini, generasi muda menggunakan media sosial untuk mendapatkan informasi dan menyuarakan isu sosial-politik. Hal tersebut kemudian membuat arus ide, norma dan gagasan, serta nilai-nilai semakin intens dengan karakter yang bersifat tanpa batas. Perlu diketahui bahwa tingginya pengguna media sosial di Indonesia ini juga dapat meningkatkan penyebaran konten negatif, pesan provokasi dan ujaran kebencian yang bisa menimbulkan konflik.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatik (Kominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Memahami Batasan dalam Kebebasan Berekspresi di Dunia Digital”. Webinar yang digelar pada Jumat (2/7/2021), pukul 09.00-11.30 diikuti oleh ratusan peserta secara daring.
Dalam forum tersebut, hadir Dendy Muris, MSi (dosen Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR), Denisa N Salsabila (Kaizen Room), Zulfan Arif (translator dan penulis konten), Xenia Angelica Wijayanto SH MSi (Head of Centre for Publication LSPR Institute dan Japelidi), dan Jevin Julian (The remix vice champion dan pemenang AMI Awards) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Dendy Muris MSi menyampaikan informasi, “Internet dan media sosial membawa peluang baru, khususnya di kalangan remaja. Teknologi digital telah memberi mereka alat untuk membuat dan berbagi konten, bahkan mengubah konteks peran produsen-konsumen. Remaja yang membuat konten dengan berbagai format konten yang mereka temukan secara online menjadi kreasi baru hingga membagikannya di berbagai platform.
Dibutuhkan pemahaman mengenai konten apa saja yang sebaiknya dibuat dan yang sebaiknya jangan dibuat. Fungsi konten sebagai media yaitu memberikan informasi, mengedukasi, memersuasi, menghibur, dan kontrol atau perekat sosial. Konten bisa disebut menarik dan mempunyai nilai positif jika memenuhi kebutuhan informasi, memenuhi kepuasan minat tertentu, memenuhi kepuasan unsur teknis dan artistik, relevan dengan tren saat ini, dan sesuatu yang baru dan tidak pasaran. Oleh karena itu, sebaiknya dipikirkan secara strategis tentang hasil apa yang ingin dicapai dari konten yang akan dibuat.”
Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Salsa menyampaikan pertanyaan “Terkait batasan untuk bebas berekspresi, bagaimana dengan para jurnalis yang membuat sebuah berita yang memprovokasi dengan judul yang berlebihan?”
Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Denisa N Salsabila, “Kita bisa mulai mengatasi hal tersebut dari diri sendiri dulu, dengan cara membaca berita yang positif, jangan mudah terprovokasi, menghindari hal-hal yang tidak baik atau hoaks, mencari info-info lain di sumber lainnya, serta lebih bijak lagi dalam membaca cerita.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Pandeglang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.