Awan putih berarak cantik di langit siang itu. Terik matahari terasa lembut menerpa kulit. Dasar laut tampak jernih bak lukisan. Lambaian tangan penduduk menyambut rombongan dengan hangat. Selamat datang di Pulau Badi dan Sabutung.

Ibarat lukisan karya maestro, kedua pulau ini merupakan salah satu karya terbaiknya. Setiap detail keindahan melekat dalam imaji pengunjung. Laut biru bertalu-talu memanggil kita mencicipi gemericik air. Ombak mengalun dengan nada konstan. Sungguh pemandangan yang aduhai.

Sayang, keindahan pulau yang berada di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, ini ternoda karena ulah beberapa oknum. Mereka kerap mengambil ikan dengan cara destruktif. Mulai dari menggunakan pukat harimau, bom, hingga racun. Selain mengurangi populasi ikan, bom dan racun juga merusak ekosistem laut, seperti terumbu karang.

Siswi SMAN 1, Pangkep, Sulawesi Selatan, Winari (15), menuturkan pengalamannya menyaksikan pengambilan ikan dengan cara destruktif. “Saya pernah melihat ada nelayan menggunakan bom untuk memanen ikan. Suaranya terdengar sangat keras. Akibatnya, bapak saya jadi kesulitan ketika mencari kepiting karena terumbu karang rusak,” ujarnya yang menjadi peserta acara Jurnalis Travelling Coremap-CTI pada 21–24 November 2016 di Kabupaten Pangkep.

Rusak

Diperkirakan, seperdelapan terumbu karang dunia berada di Indonesia. Hal ini menyebabkan negara kita menjadi pusat sebaran dari jenis karang yang ada di dunia. Namun, kebanyakan terumbu karang yang ada di Indonesia mengalami kerusakan.

Data dari Pusat Oseanografi LIPI kondisi terumbu karang Indonesia secara umum, 5 persen berstatus sangat baik; 27,01 persen dalam kondisi baik, 37,97 persen dalam kondisi buruk, dan 30,02 persen dalam kondisi jelek. Apabila dibagi lagi ke tiga wilayah Indonesia, yakni bagian barat, tengah, dan timur, kondisi terumbu karang paling buruk dan semakin menurun berada di wilayah Indonesia Timur. Kondisinya adalah 4,64 persen berstatus sangat baik, 21,45 persen baik, 33,62 persen buruk, dan 40,29 persen jelek.

Kondisi paling baik ada di Indonesia bagian tengah dengan 5,48 persen terkategori sangat baik, 29,39 persen baik, 44,38 persen buruk, dan 20,75 persen jelek. Sementara itu, untuk status Indonesia bagian barat adalah 4,94 persen sangat baik, 28,92 persen baik, 36,68 persen buruk, dan 29,45 persen jelek.

Tren kondisi terumbu karang di dunia saat ini sedang mengalami penurunan. Hal itu seperti yang terjadi di Jepang dan Australia. Penyebab kerusakan terumbu karang di antaranya karena pemakaian alat tangkap yang merusak, peningkatan pencemaran, permasalahan global pemicu bleaching (pemutihan) karang, serta penyakit karang dan predasi.

Berdasarkan penelitian Reefs at Risk in SE Asia 2002, total nilai potensi ekonomi terumbu karang mencapai 765.540.000 dollar AS per tahun. Selain itu, terumbu karang memiliki banyak manfaat. Salah satunya sebagai habitat dan sumber makanan bagi makhluk hidup di laut. Terumbu karang juga melindungi pantai dan daerah pesisir dari ombak besar.

Sebagai langkah rehabilitasi dan pengelolaan ekosistem terumbu karang berikut sumber dayanya, pemerintah melakukan beberapa langkah melalui program Coremap-CTI (Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral Triangle Inisiative) atau Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang.

Pengelolaan terumbu karang harus berbasis pada keterlibatan masyarakat sebagai pengguna langsung sumber daya laut ini. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya terumbu karang sangat penting mulai dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan hingga tahap evaluasi dari suatu cara pengelolaan.

Berbagai kegiatan dilakukan oleh Coremap-CTI dalam rangka rehablitasi terumbu karang. Salah satunya adalah melalui kegiatan penyadaran masyarakat melalui berbagai kegiatan seperti, pembangunan pondok informasi, pembuatan poster dan stiker tentang manfaat dan pentingnya terumbu karang, sosialisasi ke sekolah dan masyarakat, sosialisasi dan publikasi melalui media, pameran, serta journalist traveling. Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan dalam rangka peningkatan kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya terumbu karang untuk kehidupan manusia.

Program Coremap-CTI mempunyai beberapa tujuan akhir antara lain meningkatnya status dan jumlah terumbu karang sehat, meningkatnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya terumbu karang, dan bertambahnya jumlah kawasan konservasi di seluruh Indonesia. Semua tujuan tersebut dibuat agar mampu mencapai keseimbangan antara lingkungan hidup dan peningkatan kesejahteraan.

Pembelajaran

Pulau Sabutung dan Pulau Badi berada dalam wilayah pengelolaan Coremap-CTI di Kabupaten Pangkep di bawah Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Makassar Ditjen Pengelolaan Ruang Laut – KKP. Pulau Sabutung dan Badi masuk program Coremap-CTI karena diproyeksikan menjadi pusat pembelajaran pengembangbiakan kuda laut.

Berdasarkan aspek siklus hidup, ekologi, dan teknologi yang tersedia, dari 20 jenis ikan yang dilindungi, hanya jenis kuda laut yang saat ini memungkinkan untuk dilakukan pengembangbiakan.

Di Pulau Badi, masyarakat bersama PT Mars terlibat langsung usaha budidaya kuda laut. Salah satu pemilik usaha budidaya kuda laut, Abdullah (38), menuturkan keberhasilannya menjual kuda laut ke Bali hingga Belanda dengan harga Rp 30.000 per ekor. Dalam satu bulan, dia menjual sekitar 200 ekor.

Sementara itu, Pulau Sabutung menjadi pilot project program Coremap-CTI. Pulau ini berada di antara pulau-pulau yang memiliki potensi kuda laut. Oleh sebab itu, Pulau Sabutung menjadi learning center untuk budidaya kuda laut. Diharapkan akan ada semakin banyak keterlibatan pihak luar untuk belajar pengembangbiakan dan pelepasan kuda laut. [IKLAN/INO]