Indonesia melalui Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) telah mengambil inisiatif yang jitu dengan menggagas dan menyelenggarakan World Conference on Creative Economy (WCCE) di Bali pada 6–8 November lalu. Konferensi ini menghasilkan 21 poin Bali Agenda on Creative Economy yang akan terus dikawal oleh negara-negara peserta.
Ekonomi kreatif telah menjadi energi baru yang menjanjikan. Data dari Ernst & Young pada 2015 mencatat, ekonomi kreatif yang terdiri atas berbagai sektor telah menghasilkan pendapatan setidaknya 2.250 miliar dollar AS dan membuka 29,5 juta lapangan pekerjaan. Angka ini setara 3 persen GDP dunia dan 1 persen populasi angkatan kerja.
Yang juga perlu digarisbawahi, industri ini terbuka untuk semua orang dari beragam latar belakang serta memberikan kontribusi signifikan untuk lapangan pekerjaan dan karier baru para generasi muda.
Kesadaran akan keterbukaan industri ekonomi kreatif ini pula yang menjadi dasar pemilihan konsep yang diusung dalam WCCE, inclusively creative atau kreativitas yang inklusif. Tema tersebut merefleksikan bagaimana ekonomi kreatif membuat kesempatan-kesempatan ekonomi inklusif dan setara.
“Kreativitas yang inklusif adalah tema yang sangat tepat untuk memosisikan Indonesia sebagai inisiator konferensi sedunia yang pertama ini. Kita ingin industri yang banyak digadang orang sebagai sumber kesejahteraan di masa depan ini memang bisa merangkul siapa pun. Di ekonomi kreatiflah inklusivitas terjadi. Orang-orang yang tadinya merasa tidak memiliki kemampuan untuk mencipta atau berdagang sekarang semakin berdaya, apalagi dibantu digitalisasi. Ini memungkinkan mereka masuk ke kegiatan ekonomi yang mengandalkan gagasan,” tutur Kepala Bekraf Triawan Munaf, Selasa (13/11/2018).
Indonesia percaya, sudah saatnya komunitas global berdiskusi dengan serius soal peluang-peluang dan tantangan ekonomi kreatif. Isu ini juga saling berkaitan sekaligus relevan dengan isu-isu global yang lain. Menyadari adanya kemendesakan dalam hal kemitraan dan kolaborasi antarnegara untuk mengidentifikasi strategi industri kreatif secara global, Bekraf menginisiasi konferensi level internasional WCCE.
WCCE menjadi ajang pertemuan bagi pemerintah, perusahaan swasta, pelaku ekonomi kreatif, komunitas, organisasi internasional, dan pakar media dari seluruh dunia. Konferensi ini dihadiri 36 negara dengan sekitar 1.500 partisipan. Ada lima isu penting terkait ekonomi kreatif yang diketengahkan, yaitu kohesi sosial, regulasi, marketing, ekosistem, dan pembiayaan.
Agenda Bali
Pertemuan WCCE 2018 menghasilkan Bali Agenda on Creative Economy. Deklarasi ini dirumuskan dan disepakati oleh Friends of Creative Economy (FCE), wadah diskusi untuk para pelaku ekonomi kreatif berbagai negara yang mencakup akademisi, pengusaha, komunitas, pemerintah, hingga media.
Agenda Bali memuat 21 poin hasil kesepakatan para delegasi dari 36 negara. Terdapat 4 faktor yang melandasi 21 poin tersebut, yaitu kolaborasi dan kolektivitas forum FCE; dukungan terhadap pembangunan ekosistem; perayaan, promosi, dan pemberdayaan Sustainable Development Goals (SDGs) serta warisan budaya dan keberagaman; dan pertemuan WCCE berikutnya pada 2020. Bali Agenda on Creative Economy ini juga akan dibawa ke sidang umum PBB.
Seperti diceritakan Triawan, negara-negara peserta mengapresiasi ajang WCCE pertama ini dan sependapat untuk menggelar konferensi ini setiap dua tahun, dengan pertemuan FCE setiap tahunnya. Pada 2020, WCCE kedua akan dihelat di Dubai, Uni Emirat Arab.
Deputi Hubungan Antar-lembaga dan Wilayah Bekraf Endah W Sulistianti menambahkan, “Semua negara yang hadir sepakat mengusung ekonomi kreatif sebagai kekuatan untuk mengakselerasi kemajuan ekonomi, bahkan pencapaian SDGs. Semua sepakat agenda-agenda ini harus dibahas secara reguler. Kita membutuhkan komitmen politik dari negara-negara peserta.”
Bekraf juga telah menandatangani sejumlah MoU dengan pemerintah daerah, negara-negara lain, dan organisasi internasional pada WCCE. Pemerintah daerah yang telah menandatangani MoU ini antara lain Provinsi Bali, Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Gianyar, Pemerintah Kota Denpasar, Pemerintah Kota Pekanbaru, Pemerintah Kota Banjarbaru, dan Pemerintah Kota Deliserdang.
Selain itu, nota kesepahaman juga terjalin antara Bekraf dengan Denmark, organisasi Cendana dari Malaysia, dan United Nations Development Program (UNDP). Kesepakatan-kesepakatan ini dibuat untuk menguatkan ekosistem ekonomi kreatif, baik di taraf nasional maupun global.
Triawan optimistis, ekonomi kreatif akan menjadi masa depan ekonomi global. Ini terindikasi lewat performa industri kreatif nasional yang pertumbuhannya kini mencapai lebih dari Rp 100 triliun per tahun.
Pada forum WCCE, Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani menyatakan hal senada, ekonomi kreatif yang inklusif adalah solusi untuk ekonomi nasional. Terlebih lagi, dunia digital mendorong terjadinya pemerataan dan kesetaraan dalam ekonomi.
WCCE 2018 telah menjadi awal yang sangat baik untuk mendorong kolaborasi global dalam mengembangkan ekonomi kreatif dan membangun ekosistem yang sehat. Kita berharap
industri kreatif kian membuka jalan bagi
banyak orang untuk merayakan gagasan, membina kerja sama antarnegara, sekaligus meningkatkan taraf hidup. [NOV]
OzAsia 2018
Rayakan Seni Asia di Australia
Sejumlah seniman dari Indonesia unjuk karya di Festival OzAsia, perayaan seni dan budaya Asia di Adelaide, Australia. Penampilan mereka menuai apresiasi, juga membuka dialog antarbudaya dan peluang-peluang kolaborasi.
OzAsia adalah salah satu festival mayor di Australia yang berfokus pada karya-karya seni dan budaya dari benua Asia. Dihelat pada 25 Oktober–11 November 2018, tahun ini OzAsia menghadirkan lebih dari 800 seniman dari 19 negara dan disambangi sekitar 200 ribu audiens. Programnya mencakup antara lain tari, teater, musik, seni visual, film, sastra, kuliner, dan lokakarya.
“OzAsia menjadi jendela bagi publik Australia atas karya-karya di Asia. Usianya sudah 12 tahun dan satu-satunya festival di Australia yang memang aktif dan konsisten mencari apa yang terjadi di Asia dari sisi keseniannya,” tutur Produser Program Indonesia untuk OzAsia Rama Thaharani, Rabu (14/11/2018).
Tahun ini ada empat program pentas dan lokakarya dari Indonesia. Eko Supriyanto membawakan karya terbarunya yang bertajuk “Salt” pada 30–31 Oktober. Papermoon Puppet Theatre berkolaborasi dengan Polyglot Theatre asal Australia menampilkan pertunjukan boneka dan seni visual bertajuk “Cerita Anak” (“Child’s Story”) yang mengombinasikan seni wayang boneka, musik, dan teater pada 2–4 November. Kedua penampil ini difasilitasi Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).
Selain itu, ada kolaborasi Komunitas Perspektif (Yogyakarta), Tutti Arts (Australia), ACS Stepping Store dengan karya Say No More dan lokakarya Tari Topeng Cirebon gaya Slangit untuk pelajar Australia oleh Inu Kertapati.
Rama dan Deputi Pemasaran Bekraf Joshua Simandjuntak bercerita, penampilan Indonesia mendapatkan apresiasi besar, bahkan terus dibicarakan. “Direktur Artistik OzAsia Joseph Mitchell bercerita, penonton karya Eko Supriyanto terbang dari berbagai tempat di Australia ke Adelaide khusus untuk pertunjukan ini. Karya Cerita Anak juga menunjukkan teknik-teknik yang luar biasa dan diapresiasi oleh penonton dan media di sana,” kata Joshua.
Wadah presentasi karya
Yang menarik, tahun ini, OzAsia juga membawa Borak Art Series sebagai salah satu ajang yang dibarengi dengan festival ini. Borak Art Series adalah program konferensi dan pasar seni pertunjukan Asia Tenggara yang dikelola organisasi My Performing Arts Agency (MyPAA) di Malaysia.
Di OzAsia, Borak Art Series juga menghadirkan sesi Pitchpad yang memberikan kesempatan bagi para seniman terpilih untuk melakukan presentasi karyanya di depan para pelaku seni industri seni pertunjukan, seperti seniman, direktur pertunjukan, direktur festival, dan para investor.
Bekraf memfasilitasi tiga pelaku kreatif seni di sesi Pitchpad ini, yaitu Drupadi ID dengan karya “Sounds of Three Lake”, Dwi Maharani Pane dengan karya “Vertical Limit”, dan Otniel Tasman dengan “Nosheheorit”. “Pitchpad Borak Art Series ini sangat menarik. Pendekatannya bagus sekali. Dengan adanya presentasi di depan semua peserta, mereka jadi saling tahu satu sama lain tentang proyek yang sedang dikerjakan. Ini akan membuka banyak jejaring dan peluang,” ujar Joshua.
Keriaan di OzAsia memberi energi baru bagi dunia seni Indonesia. Menerbitkan asa bagi seluruh pegiat dan penikmat seni, bahwa suatu saat perayaan seni dengan kemeriahan yang sama bisa dihelat di Tanah Air. [NOV]
Bekraf Festival 2018
Merangkum Kreasi dan Ekspresi
Biasanya, laporan kinerja hanya berbasis angka dan kalimat di atas kertas. Namun, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) melaporkannya dengan mengadakan Bekraf Festival (Bekfest) untuk menunjukkan hasil kerjanya.
Setelah sukses di Bandung, Jawa Barat, pada 2017, tahun ini, Bekraf menghelat (Bekfest) di Grand City, Surabaya, Jawa Timur pada 15–17 November 2018. Tahun ini, Bekraf mengangkat tema “Accelerate Inclusive Creativity” dan menampilkan empat konsep acara, yaitu gelar wicara (talkshow), lokakarya (workshop), pertunjukan (performance), dan pameran (exhibition).
Direktur Riset, Pengembangan dan Edukasi Bekraf Poppy Savitri mengatakan, ada 45 program unggulan yang akan disajikan secara informatif. Misalnya, program capacity building (Orbit, Coding Mum, Create, Bek Up), program akses pembiayaan (Akatara, Dana Dekraf, Food Startup Indonesia), dan program pembentukan ekosistem (Ikkon, Jaringan Kota Kreatif).
Masih ada lagi program perlindungan HKI dan sertifikasi profesi yang memberikan sertifikasi pada barista dan menampilkan Indikasi Geografisnya. Sementara itu, program pemasaran menampilkan Hello Dangdut dan pameran soto melalui Unity in Diversoto.
Pengunjung juga bisa mengikuti beragam coaching clinic, antara lain dari Docs By The Sea dan Thomas Ramdan. Pembicaranya antara lain Kahfiati Kahdar, Agustinus Wibowo, dan Zein Alitamara. Sajian musik juga dihadirkan dengan menampilkan NTRL, Lightcraft, Jason Ranti, dan Diskoria Selekta.
“Melalui Bekfest, diharapkan masyarakat paham secara utuh tentang program unggulan Bekraf yang ternyata saling terkait satu sama lain. Masyarakat juga tahu tentang proses pembentukan ekosistem ekonomi kreatif dan ada kesempatan untuk ikut aktif dalam program tersebut,” ujar Poppy.
Ada perbedaan Bekfest tahun ini dengan sebelumnya. Penataan pameran tahun ini lebih menonjolkan programnya dengan komprehensif. Jadi, bukan berdasarkan kedeputian lagi. Ada pula pameran dan pertunjukan film serta tari (Imajitari).
Surabaya sendiri dipilih karena dilihat sebagai salah satu kota yang mendukung penuh kemajuan ekonomi kreatif. Hal ini terlihat dengan penghargaan yang telah diraihnya. Lebih lanjut Poppy menjelaskan, survei ekonomi BPS juga menunjukkan Surabaya punya jumlah usaha ekonomi kreatif dengan jaringan tunggal yang terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 6,41 persen.
“Kebetulan, Surabaya juga terpilih sebagai tuan rumah International Start Up Nation Summit (SNS). Jadi, Ibu Risma menyarankan untuk menggabungkan jadwal Bekfest dengan SNS,” ujarnya Poppy.
Industri kreatif itu abadi
Dalam sambutannya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyambut dengan baik Bekfest. Menurut Risma, ini menjadi sarana belajar bagi anak muda dan pengusaha di industri kreatif.
“Kita punya kekayaan yang bisa dibanggakan. Anak muda, mari belajar untuk bisa berkreasi dan bertahan. Sebab, industri kreatif tidak pernah mati sampai kiamat. Kalau bisa berkreasi, kita tidak akan kelaparan,” kata Risma.
Kata-kata itu sejalan dengan ucapan Bapak Ekonomi Kreatif John Howkins di bukunya The Creative Economy: How People Make Money from Ideas (2001). Howkins mengatakan, ekonomi kreatif adalah jenis ekonomi pertama yang mengandalkan imajinasi dan kreativitas untuk menentukan apa yang ingin orang lakukan dan hasilkan.
Kepala Bekraf Triawan Munaf juga mengucapkan terima kasih atas dukungan Surabaya terhadap Bekfest. Triawan dalam kesempatan itu juga mengatakan, Risma juga menjadi salah satu inspirasi bagi Bekraf.
“Ini adalah acara terbesar kami yang benar-benar milik Bekraf. Dan, ini pertama kalinya Bekraf mengadakan acara sebesar ini. Terima kasih pada Ibu Risma yang sangat mendukung. Berkat Ibu Risma juga, Surabaya punya ruang terbuka yang dimungkinkan untuk mengembangkan ekonomi kreatif,” kata Triawan.
Triawan berharap dengan dukungan talenta industri kreatif, industri ekonomi kreatif bisa menjadi tulang punggung ekonomi. Dengan adanya Bekfest ini, dirinya berharap kegiatan semacam ini bisa menciptakan ruang simpul kreasi dengan cepat. [VTO]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 17 November 2018.