Sebagai pengguna media digital, kita perlu ketahui ada 3 jenis hoaks. Pertama, misinformasi, yaitu berupa informasi salah yang disebarkan oleh orang yang percaya bahwa informasi itu benar. Orang ini tidak bisa disalahkan, karena memang tidak tahu, tapi agar tidak terjadi lagi perlu diingatkan.
Kedua, disinformasi yang merupakan informasi salah yang sengaja disebarkan oleh orang yang tahu bahwa informasi itu salah, sehingga ada unsur kesengajaan. Ketiga, malinformasi, informasinya benar tetapi digunakan untuk merugikan orang, kelompok, organisasi, atau negara lain. Sayangnya, ketiga macam hoaks ini seringkali masih terjadi di tengah masyarakat Indonesia, yang bisa aktif menggunakan internet hingga 8 jam sehari.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Bijak Bermedia Sosial: Jangan Asal Sebar di Internet”. Webinar yang digelar pada Kamis, 19 Agustus 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Septyanto Galam Prakoso SIP MSc (Dosen HI UNS dan IAPA), Puji F Susanti (Kaizen Room), M Nur Arifin (peneliti dan antropolog), Krisna Murti SIKom MA (Tenaga Pengajar FISIP Universitas Sriwijaya dan IAPA), dan Cinthia Karani (Miss Earth Indonesia 2019) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Puji F Susanti menyampaikan bahwa berbicara mengenai budaya, semua teknologi ini adalah hasil dari budaya. Setelah kita mengembangkan teknologi, ini berpengaruh juga terhadap kebudayaan kita. Biasanya datang ke sekolah, sekarang bisa menggunakan Zoom, Google Meet, atau lain sebagainya.
Banyaknya ponsel yang terkoneksi dengan internet lebih banyak dibandingkan jumlah orang. Selain itu, terkait perubahan yang dibawa oleh kemajuan teknologi, kita harus memahami antargenerasi itu berbeda-beda. Ada yang bisa menerima, ada yang tidak. Kompetensi dasar dalam budaya komunikasi digital meliputi cakap produksi, cakap distribusi, cakap partisipasi, serta cakap kolaborasi.
“Lalu mengapa pemahaman terhadap nilai-nilai negara itu penting dalam bermedia digital? Dampak rendahnya pemahaman atas Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika adalah salah satunya dapat menciptakan echo chamber karena kita hanya mengikuti atau hanya mem-follow orang-orang yang sepemahaman dengan kita,” jelasnya.
Cinthia Karani selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa sebagai pengguna media digital, link yang kita terima pasti banyak sekali, baik email maupun SMS. Untuk itu, kita harus lebih berhati-hati dan jangan langsung klik. Menurutnya, dunia digital positifnya lebih banyak dan kita terbantu dengan banyak hal dan peluang; dari mencari pekerjaan, teman, sampai hiburan.
Namun, ada juga sisi negatifnya seperti cyberbullying, hacking, dan penjualan data. Ia juga mengingatkan kita untuk selalu check dan re-check lagi sebelum mengonsumsi suatu berita. Melihat dunia digital setiap hari berkembang, smart digital ini harus diikuti juga dengan smart people. Kita sebagai pengguna media digital harus mau belajar dan bijak, diimbangi dengan rasa tanggung jawab, dan melakukan saring sebelum sharing. Selain itu, jangan lupa untuk hargai perbedaan, dan selalu pikirkan dulu apapun yang akan kita share di media sosial.
Salah satu peserta bernama Ade Rica Juniansyah berpendapat, “Sekarang di Indonesia pengguna media sosial begitu bebasnya merendahkan presiden, lembaga negara, bahkan simbol negara. Apakah fenomena ini efek dari sanksi yang terlalu ringan, atau karena adanya tindakan pembiaran dari pemerintah?”
M Nur Arifin menjawab, di satu sisi kita negara demokrasi yang setiap orang bebas berekpresi tanpa batas. Hal yang menjadi masalah di sini adalah orang jarang memahami kalau kebebasan itu tetap ada batasnya, minimal batas hukum dan batas agama.
“Kalau hukum bekerja terlalu keras akan cenderung diprotes. Hukum sudah berjalan sesuai koridor, sesuai norma hukum, tapi tetap saja ada yang protes. Kita hargai penegak hukum, kalaupun protes pun silakan, tetapi ada koridornya,” jawabnya.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Barat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]