Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Literasi Digital Untuk Membangun Karakter Bangsa”. Webinar yang digelar pada Jumat, 24 September 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Denisa N Salsabila (Kaizen Room), Misbachul Munir (entrepreneur dan fasilitator UMKM Desa), H Abdul Rojak (Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Tangerang Selatan), dan Eka Y Saputra (web developer dan konsultan teknologi informasi).
Denisa N Salsabila membuka webinar dengan mengatakan, teknologi hadir untuk memudahkan kehidupan kita. “Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan-kemajuan teknologi yang ada menciptakan tantangan baru bagi masyarakat digital.”
Maka, diperlukan digital skills yang merupakan kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta sistem operasi digital. Mulai dari website hingga beragam aplikasi di ponsel.
Misbachul Munir menambahkan, ruang digital adalah realitas baru yang seharusnya tidak mengubah seseorang menjadi berbeda dari realitas di dunia nyata. Disrupsi teknologi digital yang berlangsung dengan sangat pesat memengaruhi tatanan perilaku masyarakat.
“Rendahnya literasi digital menyebabkan seseorang terdeindividualisasi, sehingga berani melakukan hal-hal yang negatif sebab merasa aman bersembunyi dibalik layar gadget,” jelasnya.
Selain itu, pola komunikasi masyarakat di Indonesia dalam bersosialisasi media yakni “10 to 90”. Artinya, hanya 10 persen yang memproduksi informasi sedangkan 90 persen cenderung mendistribusikannya.
Menurutnya, ketika bersosialisasi dan berinteraksi di internet kita haruslah etis, karena perkembangan komunikasi digital memiliki karakteristik komunikasi global yang melintasi batas-batas geografis dan batas-batas budaya.
Ruang digital dengan berbagai perbedaan kultural dan pertemuan secara global tersebut sangat mungkin menciptakan standar baru tentang etika. Etika digital sendiri adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika sehari-hari dalam kehidupan digital (netiket).
“Bahwa menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama dan meningkatkan kualitas kemanusiaan,” tutur Misbachul.
H Abdul Rojak menjelaskan, karakter sendiri adalah pengertian dari sikap atau perilaku yang sudah menjadi kepribadian seseorang. Karakter yang diinginkan dari pendidikan yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggungjawab.
“Dunia digital bisa membentuk karakter, teorinya karakter manusia dibentuk dari kebiasaan. Kebiasaan dibentuk dari apa yang dilihat, didengar, dan dirasa. Oleh karena itu, apa yang sering dilihat, didengar, dan dirasa dari dunia dunia digital berpotensi untuk membentuk kebiasaan,” ungkapnya.
Dari kebiasaan itu, nantinya akan terbentuk karakter. Dunia digital sangat berpotensi membentuk karakter seseorang. Sebab, dengan dunia digital terbentuk kebiasaan melalui apa yang dilihat, didengar, dan dirasa.
Dalam sesi KOL, Riska Yuvista mengatakan, karakter adalah suatu sifat yang sudah ada sejak lahir, dan sesuatu yang mendasar dan tidak bisa diubah lagi. “Kita harus menjadi masyarakat yang fleksibel dan menerima sesuatu yang baru, jadi karakter ini adalah hal yang mendarah daging yang sudah ada dan bisa mengubah habit kita menjadi lebih baik lagi.”
Salah satu peserta bernama Ati Kurniati menanyakan, bagaimana contoh tindakan yang paling mudah untuk mengarahkan generasi milenial, agar lebih dewasa dalam penggunaan ruang digital?
“Caranya adalah dengan satu tetap mengetahui nilai agama dan jadikan sebuah pedoman menurut agama yang dianut, agar kita bisa menerapkan nilai- nilai tersebut di lingkungan sekolah, rumah, atau di manapun. Lalu sikap kreatif anak dan nalar kritis, agar anak dan orangtua bisa berdialog mengenai hak-hak anak agar anak tidak merasa menjadi diskriminasi dalam lingkungan keluarga,” jawab Misbachul.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]