Konten negatif yang membarengi perkembangan dunia digital menyasar para pengguna internet, termasuk di Indonesia. Untuk bisa mengenali konten negatif, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti siapa yang memproduksi atau mengirim informasi tersebut dan apa tujuan informasi itu dibuat. Pastinya kita sebagai pengguna media digital harus menghindari dan turut mencegah pendistribusian konten negatif.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Think Before Posting!”. Webinar digelar pada Senin, 28 Juni 2021, pukul 09.00-11.00, diikuti oleh ratusan peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Pradna Paramita (Founder Bombat Media), Fakhriy Dinansyah (Co-Founder Localin), Sigit Widodo (Internet Development Institute), Muhammad Salahuddien Manggalanny (CEO PT Karatech), dan Rinni Wulandari (Indonesian Idol 2007, singer, arranger) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Pradna Paramita menyampaikan bahwa salah satu cara untuk mengecek asli atau tidaknya berita adalah memeriksa alamat domain sumber informasi tersebut. Domain atau alamat internet terdapat dalam bentuk generik, yang dapat digunakan siapa saja, di mana saja, tanpa verifikasi identitas dan legalitas.
Biasanya, lanjut Pradna, digunakan untuk keperluaan komersial dan terdiri atas 3 huruf atau lebih, seperti .com, .net, dan .info. Lalu, ada pula domain negara yang dikelola oleh masing-masing negara di dunia, dengan pendaftaran yang membutuhkan verifikasi identitas atau legalitas. Untuk Indonesia, domain negara berupa kode .id dan diatur dalam UU ITE dan Permenkominfo, serta dikelola oleh PANDI (www.PANDI.id).
“Terdapat juga subdomain untuk domain instansi, seperti pemerintah pusat dan daerah yang menggunakan .go.id, serta pemerintah desa yang menggunakan desa.id. Mengapa penting mengetahui ini? Perlu diketahui bahwa domain negara berfungsi untuk fitur keamanan, di mana dengan pendaftaran situs menggunakan identitas resmi dapat meminimalisasi penyalahgunaan situs dengan lebih cepat dilacak oleh pihak berwenang,” terang Pradna.
Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta, Siti Rubiyanti, menyampaikan, “Terkait dengan keamanan data pribadi kita, mengapa data bisa bocor atau mudah diretas para hacker padahal keamanan sudah diperkuat dengan membuat kata sandi atau password yang rumit?”
Pertanyaan tersebut dijawab oleh Muhammad Salahuddien Manggalanny. “Memang, masih banyak pengguna media sosial yang awam mengenai keamanan akunnya sehingga hanya mengandalkan password. Kini, situs-situs layanan digital atau media sosial mendorong para pengguna untuk menggunakan cara yang lebih aman dalam mengamankan akunnya. Misal, mengaktifkan 2-factor authentication dengan menggunakan OTP untuk mengubah pengaturan-pengaturan di akun kita.”
Salahuddien menambahkan, pengguna juga dapat membatasi perangkat yang terhubung dengan akun sehingga dapat lebih mudah mengontrol akses akun mereka. Lalu, nomor telepon yang terhubung untuk fitur OTP dibedakan dengan nomor telepon keseharian kita agar benar-benar bersifat rahasia, dan tidak disebarkan luas sehingga dapat mengurangi risiko untuk bocornya kontak-kontak pribadi.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.