Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, “Indonesia harus terus mengembangkan industri hilirisasi batubara bukan hanya dalam mengurangi impor tetapi mengembangkan ekspor.”

Dalam rangka peningkatan nilai tambah batubara Indonesia, dua BUMN papan atas Tanah Air menjalin kerja sama pengembangan produk batubara menjadi gas yang juga bermitra strategis dengan Air Products, perusahaan berbasis di Amerika Serikat yang pada 2018 mengakuisisi paten teknologi gasifikasi batubara Shell.

PT Bukit Asam Tbk (PTBA) bersa­ma dengan PT Perta­mina (Persero) dan Air Products and Chemicals, Inc, menandatangani kerja sama untuk gasifikasi batubara menjadi dimethylether (DME) dan synthetic natural gas (SNG), di Allentown, Amerika Serikat pada Rabu (7/11/2018). Penandatanganan ini dilakukan oleh Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, dan Chairman, President & CEO Air Products Seifi Ghasemi, disaksikan Menteri BUMN Repu­blik Indonesia Rini Soemarno.

Rencana usaha gasifikasi batubara yang baru ditanda­tangani di Allentown tersebut berlokasi di Mulut Tambang Batubara Peranap, Riau.

Menteri BUMN Rini Soemarno menyambut baik kerja sama ini dan mengharapkan agar realisasi berdirinya Hilirisasi Batu­bara ini segera terwujud.

Arviyan Arifin menegaskan, “Produk DME yang dihasilkan dari proses hilirisasi batubara ini sebagai pengganti LPG yang sebagian besar masih diimpor sehingga secara langsung dapat menghemat devisa negara.”

Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin mengungkapkan, “Hilirisasi yang dilakukan PTBA ini diperkuat dengan total sumber daya batubara sebesar 8,3 miliar ton dan total cadangan batubara sebesar 3,3 miliar ton. Salah satu produk hasil hilirisasi batubara ini adalah DME, yang ditujukan sebagai pengganti LPG.”

Pabrik gasifikasi batubara ini adalah proyek yang sangat strategis secara nasional. “Lang­kah ini adalah upaya PTBA untuk Indonesia yang pengadaan LPG-nya mayoritas masih diimpor,” tambah Arviyan.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menegaskan, kerja sama Pertamina dengan Bukit Asam serta Air Products adalah langkah strategis bagi semua pihak, untuk mening­katkan ketahanan, keman­dirian, dan kedaulatan energi nasional, melalui peman­faatan DME dan SNG. “Sekitar 70 persen LPG masih diimpor. Pada 2017, Indonesia mengonsumsi tidak kurang dari 7 juta ton LPG. Pabrik gasifikasi batubara ini adalah proyek yang sangat strategis secara nasional,” ujar Nicke.

Selain mewujudkan sinergi BUMN, Nicke menambahkan, kerja sama dengan PTBA dilakukan guna optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam nasional.

Nicke Widyawati menyampaikan, “Kerja sama ini mencerminkan pemanfaatan energi dari dalam negeri, sebagai komitmen kami untuk menyediakan pasokan energi bagi masyarakat Indonesia.”

Chairman, President & CEO Air Products Seifi Ghasemi berkomitmen bahwa sebagai pemilik teknologi gasifikasi batubara akan sungguh-sung­guh berinvestasi di Indonesia dan menjadi bagian penting dari berdirinya industri dengan teknologi upstream yang meng­hasilkan syngas dan kemudian diolah melalui tekno­logi down­stream menjadi DME dan SNG.

Pada saat beroperasi kelak, pabrik hilirisasi batubara di Tambang PTBA Peranap ini direncanakan berkapasitas 400 ribu ton DME per tahun, dan 50 mmscfd SNG. Diperkirakan kebutuhan batubara sebagai feedstock tidak kurang dari 4,18 juta ton per tahun, dan untuk pembangkit listrik pabrik sebesar 2,24 juta ton sehingga total 6,42 juta ton batubara per tahunnya dialokasikan untuk proyek ini.

Langkah besar pengembangan usaha PTBA dan Pertamina ini untuk lokasi Tambang PTBA di Peranap, Riau, sebelumnya PTBA telah menandatangani Head of Agreement (HoA), pada Desember 2017 dengan Pertamina, Pupuk Indonesia, dan Chandra Asri untuk memproduksi urea, DME, dan polypropelene di tambang batubara PTBA yang lain, yaitu tambang batubara di Tanjung Enim. [*]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 13 November 2018.