Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Identifikasi dan Antisipasi Perundungan Digital (Cyberbullying)”. Webinar yang digelar pada Kamis, 23 September 2021 di Kota Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Samuel Berrit Olam (Founder dan CEO PT Maline Teknologi Internasional), Sandy Nayoan (lawyer IT, Dosen Universitas Gunadarma), Muhammad Yunus Anis SS MA (Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret), dan Anggun Puspitasari SIP MSi (Dosen Hubungan Internasional Universitas Budi Luhur Jakarta).

Samuel Berrit membuka webinar dengan mengatakan cyberbullying (perundungan dunia maya) ialah bullying/perundungan dengan menggunakan teknologi digital. “Hal ini dapat terjadi di media sosial, platform chatting, platform bermain game, dan ponsel.” Cyberbullying merupakan perilaku berulang yang ditujukan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran.

Berdasarkan data yang ditampilkan Drone Emprit, perundungan siber ini paling banyak terjadi di Instagram, yakni 42 persen. Lalu disusul dengan Facebook 37 persen, Snapchat (31 persen), WhatsApp (12 persen), YouTube (10 persen), dan Twitter (9 persen). Penampilan merupakan faktor terbesar yang melatarbelakangi terjadinya perundungan di ranah digital ini, yakni 61 persen.

Sandy Nayoan menambahkan, cyber bullying lebih kejam dibandingkan bullying karena meninggalkan jejak digital seperti foto, video, dan tulisan. Dampak cyber bullying juga tergolong dahsyat karena mampu mengguncang psikologis seseorang.

“Dampak cyberbullying yakni menimbulkan keresahan, tekanan emosional, ketakutan, kurang percaya diri, kebencian, bunuh diri, tidak semangat hidup, cemas berlebih/depresi, isolasi diri dunia maya, kemarahan, dan dendam,” ungkapnya.

Ciri-ciri cyberbullying yaitu tidak ada kekerasan fisik antara pelaku dan korban, sangat sedikit melibatkan kontak fisik, memanfaatkan teknologi dan peralatan tertentu, memanfaatkan jaringan telekomunikasi, media, dan informatika secara global.

Perlu dipahami, terdapat pasal menjerat sehubungan bullying. Jika bermuatan kesusilaan maka dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Jika bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Jika bermuatan pemerasan dan/atau pengancaman dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (4) UU ITE.

“Perlakukan orang lain seperti engkau mau orang lain lakukan terhadapmu. Saring sebelum sharing. Kirim selalu yang positif. Jangan ikuti orang lain yang melakukan bullying. Terapkan nilai-nilai Pancasila dalam bermedia,” tuturnya.

Muhammad Yunus turut menjelaskan, perundungan adalah perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal, fisik, maupun sosial di dunia nyata maupun dunia maya. Perundungan membuat orang tertekan, sakit hati, dan tidak nyaman.

“Indonesia dengan potensi keragaman budayanya harus terus dijaga dan dilestarikan khususnya di ranah digital, dengan memperkuat karakter nilai-nilai Pancasila maka akan lahir budaya digital yang kreatif, aman, dan nyaman, khususnya dilengkapi dengan implementasi 4 kurikulum literasi digital yang optimal,” katanya.

Sebagai pembicara terakhir, Anggun Puspitasari mengatakan, tingkat cyberbullying di media sosial ada Instagram yang pertama, Facebook, Snapchat, Whatsapp, Youtube, Twitter.

“Mari lindungi diri sendiri di sosial media. Utamakan hanya mem-follow akun verified di sosial media. Hati-hati dengan alter account, fake account, non-personal account, disarankan hanya berteman dengan akun yang mempunyai mutual,” jelasnya.

Dalam sesi KOL, Ade Wahyu mengatakan cyberbullying memang sering terjadi, sama saja seperti baik di dunia nyata maupun digital dan biasanya orang-orang yang di-bully ini jadi pendendam dan melakukan kejahatan.

“Karena banyak orang berpikirnya kalau di ruang digital itu tidak ada yang mengawasi dan bebas. Maka hati-hati dengan rekam jejak digital. Tips dan trik agar terhindar dari cyberbullying pertama anggap kita di ruangan digital ini hidup seperti di dunia nyata kita harus punya aturan mainnya etika, akhlak, dan punya empati,” ujarnya.

Salah satu peserta bernama Vinca Kirana menanyakan, bagaimana memotivasi anak-anak dalam menghadapi bullying?

“Mentalitas seseorang itu beda-beda. Memang ada yang kuat ada yang enggak. Ya kita terapkan support anak itu dan mendidik anak jangan terlalu banyak main media sosial beri kegiatan. Ketika anak kena cyberbullying dekati dari hati ke hati,” jawab Samuel.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]