Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Menjadi Pelopor Masyarakat Digital”. Webinar yang digelar pada Senin, 8 November 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Septa Dinata, AS, MSi – Peneliti Paramadina Public Policy Institute, Uji Baskoro – Direktur PT Intrans, Wulan Furrie, MIKom – Praktisi & Dosen Manajemen Komunikasi Institut STIAMI, Ari Ujianto – Penggiat Advokasi Sosial.

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Septa Dinata membuka webinar dengan mengatakan, digital structural change atau perubahan struktural digital, merupakan hasil dari revolusi panjang untuk menemukan cara yang lebih efektif dan lebih efisien dalam berkomunikasi.

“Jadi komunikasi sekarang ini menjadi lebih mudah terlepas dari umur, profesi semuanya berada dalam frekuensi yang sama. Jadi menjadi terkoneksi antara satu dan yang lainnya,” katanya.

Uji Baskoro menambahkan, data per Januari 2021, dari 274,9 juta penduduk, sebanyak 345,3 juta orang melakukan koneksi telepon seluler, 202,6 juta pengguna internet, dan 170 juta pengguna media sosial aktif.

Internet adalah sumber informasi terbesar di Dunia. Maka, ayo jadi pelopor masyarakat digital yang beretika. Orang dengan literasi digital yang baik mampu membedakan informasi yang benar dengan misinformasi, disinformation, dan malformasi. Selalu ingat, saring sebelum sharing,” tuturnya.

Menurutnya, millenials adalah kelompok yang memiliki peluang besar untuk menjadi bagian dari pelopor masyarakat digital. Menjadi pelopor masyarakat digital artinya harus siap untuk tidak berhenti belajar.

Wulan Furrie turut menjelaskan, pengaruh media digital yaitu merubah dunia kita, merubah cara kita membentuk dunia di sekitar kita, merubah cara kita berfikir. Tantangan budaya di era digital, yakni berkurangnya nilai-nilai budaya Indonesia karena media digital menjadi panggung seolah-olah budaya asing.

“Kecenderungan terhadap kebebasan berekspresi yang kebablasan juga seringkali berdampak pada berkurangnya toleransi dan penghargaan pada perbedaan. Berita/kabar bohong yang sengaja dibuat untuk disamarkan seperti layak kebenaran,” ungkapnya.

Menjadi pelopor masyarakat digital bisa dilakukan dengan masyarakat harus diliterasi, sehingga bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Pemerintah harus membuat peraturan yang tegas setiap pelanggaran pengguna teknologi informasi yang merugikan orang lain dan negara.

Lalu memperkuat nilai-nilai agama di keluarga, masyarakat dan negara. Agama memiliki norma yang bila kita sungguh-sungguh akan dapat mengatasi dampak negatif. Menjadi pelopor masyarakat digital juga bisa dilakukan dengan melestarikan nilai-nilai pancasila di ruang digital.

Sebagai pembicara terakhir, Ari Ujianto mengatakan, masyarakat modern dan progresif, terbentuk sebagai hasil adopsi dan integrasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di rumah, tempat kerja, pendidikan dan rekreasi, serta didukung oleh sistem dan solusi telekomunikasi dan konektivitas nirkabel yang canggih.

Sebagaimana masyarakat “fisik” masyarakat digital juga ada dan membutuhkan keterampilan, etika, aturan-aturan, rambu-rambu, agar masyarakat tersebut bisa berjalan dengan aman dan nyaman, produktif, dan berkebudayaan.

“Untuk menjadi warga masyarakat digital, harus mempunyai literasi digital yang terjabarkan dalam kompetensi- kompetensi digital. Salah satu bentuk kompetensi keamanan digital yakni dengan memahami pengamanan identitas digital dan data pribadi di ranah digital,” katanya.

Dalam sesi KOL, Astari Vern menjelaskan, masyarakat Indonesia makin melek teknologi di era sekarang ini, akses internet sudah ada di rumah, di smartphone sudah ada akses internet, keseharian kita juga sudah menggunakan dan memanfaatkan akses internet itu sendiri.

“Kita mau investasi dan berbelanja kebutuhan sehari-hari sudah ada di marketplace, jadi itu benar-benar memudahkan kita di era ini jadi kita harus makin cakap digital, makin melek digital dan bisa memanfaatkan digital untuk kita menjadi in positive way,” pesannya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Putri Damayanti menanyakan, bagaimana upaya yang sebaiknya dilakukan agar generasi muda lebih mempunyai inovatif, kreatif, bijak dan kritis dalam bermedia digital sehingga menjadi pelopor masyarakat digital?

“Yang perlu kita lakukan yang pertama adalah identifikasi dahulu. Kita itu bakatnya ada di mana lalu kita tentukan platform mana yang lebih cocok dengan bakat kita itu karena masing-masing platform yang ada di media sosial ini berbeda-beda, kalau sudah menentukan platform media yang cocok dengan bakat kita lalu kita gunakan sosial media itu dengan tujuan,” jawab Septa.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.