Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Posting Konten? Hargai Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)”. Webinar yang digelar pada Selasa, 23 November 2021 di Kabupaten Pandeglang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Muhammad Mustafied – Sekretaris Nur Iman Foundation Mlangi Yogyakarta, Saeroni, S.Ag., MH. – Head of Studies Center for Family and Social Welfare at UNU, Moh. Syukron Aby – Alumni Lemhannas RI dan Trainer Capacity Building dan Jota Eko Hapsoro – Founder & CEO Jogjania.com.

 

Kekayaan intelektual

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Muhammad Mustafied membuka webinar dengan mengatakan, kecakapan digital (digital skills) didefinisikan sebagai berbagai kemampuan untuk menggunakan perangkat digital, aplikasi komunikasi, dan jaringan untuk mengakses dan mengelola informasi.

Digital skills, memungkinkan orang untuk membuat dan berbagi konten digital, berkomunikasi dan berkolaborasi, memecahkan masalah untuk pemenuhan diri yang efektif dan kreatif dalam kehidupan, pembelajaran, pekerjaan, dan kegiatan sosial pada umumnya.

Di dunia digital, dikenal ada 4 jenis hak kekayaan intelektual. Pertama hak cipta, ini berkaitan dengan hak yang kita punya ketika kita membuat sesuatu konten, semisal foto, gambar, film, musik, karya seni, dan yang sejenisnya.

Lalu paten, yang berkaitan dengan penemuan kita atas sesuatu, baik dalam bidang ilmu dan teknologi, yang perlu didaftarkan terlebih dahulu di kantor pendaftaran paten untuk dapat diakui penemuannya ini.

Selanjutnya ada merek dagang, ini merupakan hak eksklusif untuk menggunakan nama atau logo tertentu sebagai merek dagang. Anda perlu mendaftarkan merek dagang Anda di kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM.

Terakhir, ada rahasia perusahaan, ini merupakan jenis informasi rahasia yang dimiliki perusahaan dan dilindungi oleh hukum, semisal resep tertentu atau formula tertentu yang digunakan perusahaan untuk membuat barang dagangannya.

“Penggunaan konten digital dalam kaitannya dengan hak cipta, konten berhak cipta, untuk penggunaan konten berhak cipta, semisal Anda melakukan review film atau reaction Youtube, Anda tidak dapat menayangkan langsung videonya, tetapi hanya memakai trailer atau mengambil gambar layar Youtube,” jelasnya.

Adapun contoh pelanggaran hak cipta di internet yakni mengunduh/mengunggah hasil karya orang lain, membuat website dengan konten bajakan, plagiasi karya orang lain, menggandakan software premium, website dengan konten yang bisa diunduh secara bebas, digitalisasi buku secara tidak resmi.

 

Etika

Saeroni menambahkan, etika digital merupakan kemampuan individu untuk menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiket) dalam kehidupan sehari-hari.

“Pentingnya etika bagi netizen, setiap kita adalah manusia, jadi ikutilah aturan dan etika dalam kehidupan bersama, termasuk di dunia digital. Sebab, pengguna internet berasal dari berbagai wilayah yang beragam budaya, bahasa, adat-istiadat, yang berbeda-beda,” tuturnya.

Pengguna internet terus menerus bertambah setiap saat, sehingga perlu petunjuk dan pengamanan. Dalam dunia digital setiap orang bisa membuat pesan dan menjadi konten kreator, termasuk anak-anak.

Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dilindungi menurut pasal 40 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Etika menghargai karya orang lain di dunia digital yakni memberikan apresiasi terhadap karya orang lain.

“Lalu memberikan kritik dan saran yang konstruktif. Diam, jika tidak menyukai karya orang lain. Tidak melakukan plagiasi, menjadikan karya orang lain sebagai inspirasi, meminta izin penciptanya jika menggunakan karya orang lain, jangan menikmati karya bajakan, menyebutkan sumbernya menggunakan karya orang lain,” katanya.

Moh. Syukron Aby turut menjelaskan, dalam modul digital culture diajarkan bahwa kita perlu menghargai hasil karya orang lain, mengetahui tentang hak akses, kebebasan berekspresi, perlindungan dalam privasi dan hak hak atas kekayaan intelektual yang perlu diperhatikan dalam kehidupan bermasyarakat.

Inovasi sebagai bentuk hasil karya manusia wajib diapresiasi. Kompetensi digital individu difungsikan agar mampu berperan sebagai warga negara dalam batas-batas formal yang berkaitan dengan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam ruang negara.

HAKI adalah hak yang didapatkan dari hasil olah pikir manusia, kreativitas, inovasi dalam bentuk karya. HAKI adalah hak yang didapatkan dari hasil olah pikir manusia untuk dapat menghasilkan suatu produk, jasa, atau proses yang berguna untuk masyarakat.

“Manfaat HAKI yakni perlindungan terhadap penyalahgunaan atau pemalsuan karya intelektual yang dimilikinya oleh pihak lain. Dapat menjamin kepastian hukum baik individu maupun kelompok serta terhindar dari kerugian akibat pemalsuan dan perbuatan curang pihak lain,” paparnya.

Sebagai pembicara terakhir, Jota Eko Hapsoro menambahkan, digital safety merupakan kemampuan individu dalam mengenali, memolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.

Maraknya pelanggaran hak cipta berbanding lurus dengan tingginya risiko keamanan digital. “Yang sering dicuri dan digunakan secara ilegal untuk membuat konten yakni foto dan gambar grafis, tulisan/artikel, video, musik/lagu dan software,” jelasnya.

Hargai hasil karya orang lain dengan menggunakan sumber sumber aset digital dan aplikasi yang legal bukan bajakan. Buatlah konten yang positif dan inspiratif bukan hanya mengejar insentif.

Dalam sesi KOL, Rusmina Dewi mengatakan, ada dampak positif dan negatif di ruang digital. Dampak positifnya yaitu bisa merasakan pekerjaan jarak jauh dari rumah (WFH), dan kalau mau liburan jarak jauh untuk pesan tiket bisa lewat HP.

“Kalau dampak negatifnya yaitu kebanyakan netizen berkomentar sesuka hati, dan kalau dari sisi kerjaan bisa copy paste sebebas mungkin tanpa melihat copyrightnya, kebanyakan netizen langsung komen tanpa dipikir, maka dari itu kita harus memfilternya terlebih dahulu,” tuturnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Doni Fahkrozi menanyakan, jika konten kita dicuri orang dan orang tersebut meng-upload ke media sosialnya, apa yang kita harus lakukan?

“Pertama kita bisa melakukan komunikasi yang baik oleh orang yang bersangkutan, yang kedua jika itu diupload di web lain kita bisa melaporkan hal tersebut dengan pihak yang bersangkutan, jika hak itu paten maka hal tersebut dapat dituntut. Tetapi kita juga harus bisa memahami dulu landasan hukumnya seperti apa,” jawab Mustafied.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Pandeglang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.