Negara Indonesia telah memberi jaminan kebebasan berpendapat, berekspresi, dan menyampaikan ide atau pemikiran. Hendaknya kebebasan yang diberikan tersebut bisa digunakan untuk memfasilitasi segala hal positif teruntuk membangun masa depan bangsa. Bebas jangan diartikan tanpa aturan, etika, apalagi lupa norma. Jangan sampai ketidakcakapan dalam berkomentar justru merepotkan dan membawa kita kepada hal-hak yang tidak baik. 

Ruang-ruang yang seringkali digunakan untuk berkomentar di dunia maya yaitu ada sosial media, aplikasi chatting, website, dan marketplace. Terkait dengan itu, kita harus ketahui cara bijak berpendapat di media sosial agar tidak terjadi kesalahpahaman dan menyebabkan ketegangan dalam ruang digital.

Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Suara Demokrasi di Ranah Digital”. Webinar yang digelar pada Selasa, 23 November 2021, pukul 09:00-11:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring. 

Dalam forum tersebut hadir Imam Wicaksono (Praktisi Pendidikan), Diana Balienda (Founder DND Culinary), Septa Dinata, A.S., M.Si. (Peneliti Paramadina Public Policy Institute), Ari Ujianto (Penggiat Advokasi Sosial), dan Ade Wahyu (Jurnalis & Content Creator) selaku narasumber. 

Demokrasi

Dalam pemaparannya, Ari Ujianto menyampaikan, “Demokrasi dibangun diatas landasan kesederajatan dan kemerdekaan atau kebebasan. Ciri-ciri dari negara demokrasi adalah adanya penghargaan terhadap hak asasi manusia dan adanya kedaulatan hukum. Dikarenakan dibangun diatas landasan kebebasan berpikir dan berekspresi, maka demokrasi mendorong perbedaan pemikiran dan keyakinan bahkan saling bertentangan. Selanjutnya demokrasi mendapat roh baru karena kondisi di atas yakni pluralisme dan toleransi. Di ranah digital semua prinsip dan ciri tersebut juga dijunjung tinggi. Namun konsekuensinya juga terjadi.”

“Kebebasan dihargai tapi konsekuensinya ditanggung sendiri, dengan kata lain di dalam demokrasi, disamping hak (kebebasan) ada juga tanggungjawab (kedaulatan hukum). Di ranah digital pluralisme pemikiran juga terjadi, namun seringkali toleransi tidak terjadi sehingga yang muncul justru pertentangan dan permusuhan. Kebebasan berekspresi harus tetap dihormati dalam ruang digital, dan perlu literasi digital dalam bermedia digital, khususnya dalam pembuatan dan penyebaran konten sehingga yang dibuat dan disebarkan adalah konten yang konstruktif dan mendukung penyelesaian masalah atau menyikapi perbedaan secara damai.”

Ade Wahyu selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa kita bebas berpendapat di manapun asalkan kita tahu batasan seperti hoaks, provokasi, dan ujaran kebencian. Ia ingatkan abhwa kini sudah ada UU ITE. Menurutnya tujuan dari literasi digital ini adalah supaya kita cakap digital; ketika kita paham literasi digital kita akan berpendapat dengan hati-hati, memposting sesuatu dengan berpikir ulang apakah ada dampak positif atau negatif. Kita sebagai pengguna harus cakap digital dan harus logis dan bisa mengendalikan diri. Selalu lakukan cek dan ricek lagi, jangan langsung posting dan harus punya etika dan empati ketika berada di ruang digital.

Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Fera Dwi menyampaikan pertanyaan, “Sekarang ruang digital merupakan ruang untuk menyampaikan aspirasi masyarakat dalam hal berkomentar, mengkritik, memberi masukan, bahkan berkreasi dengan meme yang menyindir. Namun kebebasan demokrasi di ranah digital sangat rentan terhadap UU ITE karena bisa saja kita memberikan aspirasi yang provokatif dan melakukan pencemaran nama baik. Lalu bagaimana skill yang harus dimiliki masyarakat kita dalam menyampaikan aspirasi yang merupakan hak kita dalam berdemokrasi dengan baik dan positif?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Imam Wicaksono, “Pertama adalah dengan menggunakan kalimat yang baik; sebut namanya siapa yang perlu kita berikan kritik dan sampaikan apa saja yang beliau sampaikan. Harus mampu bisa cukup obyektif dalam melihat, memahami, dan menilai kritikan yang akan diberikan, dan jangan lupa sampaikan terima kasih atas perhatian dan mohon maaf jika kritikan kita keras atau tidak nyaman agar yang kita kritik tidak salah paham terhadap kita.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.