Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Dua Sisi, Positif dan Negatif Kemajuan Teknologi”. Webinar yang digelar pada Senin (5/7/2021) di Kabupaten Serang itu, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Tauchid Komara Yuda, S.Sos.,MDP (Dosen Fisipol UGM), Khuriyatul Husna, MPA (Universitas Lancang Kuning), AA Subandoyo (Klipaa.com), dan Fariz Zulfadhli, MBA (CEO of @kubikkreatif). Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.

Budaya

Tauchid Komara membuka webinar dengan mengatakan, budaya itu ibarat air, yang akan terus bertransformasi dan berkembang menyesuaikan dimana ia ditempatkan.

“Budaya seperti air, yang abadi adalah sifat dasarnya sebagai benda cair. Sama seperti budaya nasional Indonesia, yaitu gotong-gotong, yang akan berkembang dan bertransformasi seiring dengan revolusi industri,” kata Tauchid.

Menurutnya, dalam revolusi digital, gotong royong tidak akan hilang, melainkan beradaptasi dalam sistem digital.

“Pola pikir yang harus dibangun adalah diperlukan sikap memahami, bukan menghakimi, dan belajar adaptif,” tambahnya.

Sementara Khuriyatul Husna, dalam menggunakan teknologi digital, diperlukan etika digital, yakni kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiket) dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun dampak negatif media sosial, yakni kemajuan teknologi terutama media digital, memiliki potensi informasi yang dapat memanipulasi penggunanya.

“Perkembangan teknologi seharusnya tidak menggerus nilai-nilai yang menjadi jati diri/karakter diri dalam ruang digital,” ujarnya.

AA Subandoyo menambahkan, beda generasi, beda teknologi, beda pula apa yang dimakannya. “Tahun lahir berpengaruh kepada cara berpikir,” kata Subandyo. Sebagai ilustrasi, saat ini lazim dikenal kerja digital, alias bisa dilakukan dari mana saja.

Padahal dulu, bekerja sudah pasti harus dilakukan di kantor. Menurutnya, generasi sendiri dibagi dalam beberapa golongan. Pertama baby boomer (1946-1960), lalu generation X (1961-1980), generation Y (1981-1995), dan generation Z (Born After 1995).

“Teknologi mengubah segala kehidupan seperti melayang, karena merasa tidak ada hal negatifnya. Padahal banyak sekali sisi negatif teknologi, seperti bisnis pangan secara online, yang dapat menimbulkan predatory market, predatory stock, dan monopoly,” paparnya.

Semua daring

Sebagai pembicara terakhir, Fariz Zulfadhli mengatakan, era pandemi seperti saat ini membuat hampir seluruh kegiatan dilakukan secara daring, termasuk kegiatan belajar mengajar siswa.

Dampak pendidikan secara daring atau e-learning, yakni siswa dapat belajar online kapan saja dan di mana saja, seperti menggunakan aplikasi Ruangguru. Lalu, sisi positif dalam bidang bisnis, memudahkan dua atau banyak pihak untuk melakukan transaksi tanpa harus bertemu langsung secara fisik.

“Untuk perbankan, ada mobile banking yang memungkinkan transaksi perbankan dilakukan lewat ponsel pintar,” kata Fariz. Meski begitu, pengguna teknologi digital harus tetap waspada dengan adanya tindak kejahatan.

Salah satu cara mencegahnya, yakni dengan cara batasi publikasi data dan informasi personal yang sensitif, seperti password/PIN/OTP, alamat, nomor telepon/HP, foto KTP, dokumen legal, silsilah keluarga, tanggal ulang tahun, atau pun foto/video tanpa busana.

“Jangan asal klik link atau file dari pengirim yang tidak dikenal. Kenali dulu siapa pengirim file dan link. Sebelum transaksi online, kalian bisa cek nomor rekening yang dituju pernah dilaporin atau tidak. Lalu hindari konten negatif seperti hoaks, ujaran kebencian, dan SARA,” paparnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Putri menanyakan, pada era modern seperti ini, hampir seluruh kegiatan manusia ditunjang oleh teknologi, dari mulai pekerjaan hingga bersosialisasi.

Untuk mengoperasikannya kita memerlukan digital skill. Sebagai anak muda yang sekarang hampir sebagian besar kehidupan dihabiskan di depan layar smartphone dan komputer, digital skill apa yang wajib dimiliki saat ini?

“Menentukan passion sesuai dengan skill yang dipunya, belajar sesuatu hal yang baru, kita harus bisa membaca diri sendiri, dan terus menerus mengasah skill agar bisa mengoperasikan digital skill dengan baik,” papar Tauchid Komara.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.