Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Memahami Toleransi di Dalam Dunia Digital”. Webinar yang digelar pada Jumat, 9 Juli 2021 di Kota Tangerang, itu diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Daniel J Mandagie (Kaizen Room), Zulfan Arif (penerjemah dan penulis konten), Kiai M Jadul Maula (penulis dan budayawan), dan Delviero Nigel Matheus (Dosen Universitas Lambung Mangkurat).
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Daniel J Mandagie membuka webinar dengan menjelaskan bahwa media sosial saat ini bukan hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga wadah untuk mencari informasi.
“Bisa dikatakan, kita menghabiskan lebih banyak waktunya di media sosial dibandingkan media lainnya. Mulai dari website hingga beragam aplikasi di smartphone,” kata Daniel.
Ia menambahkan, tekonologi baru menghadirkan tantangan baru. “Teknologi hadir untuk memudahkan kehidupan kita. Namun, tidak dapat dimungkiri bahwa kemajuan-kemajuan teknologi yang ada menciptakan tantangan baru bagi masyarakat digital.”
Untuk itu, diperlukan digital skills dalam menggunakan media digital. Digital skills adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, serta menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK dan sistem operasi digital.
Zulfan Arif menambahkan, tantangan di ruang digital, yakni disrupsi teknologi digital yang berlangsung dengan sangat pesat, sehingga mempengaruhi tatanan perilaku masyarakat. “Keteraturan dalam pola interaksi sosial, kini turut terdisrupsi, mengaburkan beragam batasan dan norma-norma sosial. Rendahnya literasi digital menyebabkan seseorang ter-deindividualisasi, yang membuatnya berani melakukan hal-hal yang negatif sebab merasa aman bersembunyi dibalik layar gadget.”
Menurutnya, perkembangan komunikasi digital memiliki karakteristik global yang melintasi batas-batas geografis dan batas-batas budaya. Ruang digital dengan berbagai perbedaan kultural dan pertemuan secara global sangat mungkin menciptakan standar baru tentang etika.
“Prinsip beretika digital yakni kesadaran, integritas, kebajikan, tanggung jawab. Baik dalam melakukan one to one communication, yakni komunikasi yang terjadi antara satu individu dengan individu lainnya, maupun one to many communication, komunikasi yang terjadi antar-individu dengan beberapa orang atau kelompok,” paparnya.
Sementara itu, Kiai M Jadul menjelaskan toleransi berasal dari bahasa Latin tolerantia yang berarti kelonggaran, kelembutan hati, keringanan, dan kesabaran (Oxford Dictionary). Dalam bahasa Arab, toleransi disejajarkan dengan kata samahah yang artinya keluhuran budi dan kedermawanan (Al-maarry.com).
“Jadi, toleransi sebetulnya tidak bermakna pembiaran, karena ketidaktahuan atau sikap masa bodoh, tetapi sikap yang berangkat dari kelonggaran/kelembutan hati, kesabaran, keluhuran budi, dan kedermawanan untuk memberikan ruang dan kesempatan kepada hal yang berbeda untuk berkembang, untuk tujuan kebaikan bersama sejalan dengan norma-norma yang berlaku,” tukasnya.
Toleransi yang benar, yakni antarsesama umat beragama, antarsesama warga negara, antarsesama manusia. Toleransi mengandaikan sikap-sikap yang positif: moderat, seimbang, adil, dan terbuka.
Sebagai pembicara terakhir, Delviero Nigel Matheus, memaparkan, cyberbullying merupakan penyalahgunaan internet untuk melecehkan, mengancam, mempermalukan, dan mengejek orang lain melalui media digital.
“Contoh perilakunya, yakni menyebar kebohongan tentang seseorang, menuliskan kata-kata menyakitkan di kolom komentar, posting foto/video yang memalukan atau menyakitkan, mengirim pesan atau ancaman yang menyakitkan via chat, meniru atau mengatasnamakan seseorang, dan mengirim pesan jahat kepada orang lain,” kata Delviero.
Adapun dampak bagi korban cyberbullying, yaitu psikologis, sosial, hingga kehidupan sekolah. Sementara dampak bagi pelaku cyberbullying cenderung bersifat agresif, berwatak keras, mudah marah, impulsif, lebih ingin mendominasi orang lain, kurang berempati, dan dapat dijauhi orang lain.
“Dampak bagi yang menyaksikan (by stander) yaitu jika cyberbullying dibiarkan tanpa tindak lanjut, maka orang yang menyaksikan dapat berasumsi bahwa cyberbullying adalah perilaku yang diterima secara sosial,” ungkap Delviero.
Hukuman bagi cyberbullying, ancaman pidana bagi mereka yang memenuhi unsur dalam Pasal 27 ayat (3) UU 19/2016 adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750 juta.
Apabila perbuatan penghinaan di media sosial dilakukan bersama-sama (lebih dari 1 orang), maka orang-orang itu dipidana atas perbuatan “turut melakukan” tindak pidana.
Salah satu peserta bernama Marhaeni berpendapat, maraknya aksi saling hujat di media sosial bahkan menjurus isu SARA menjadi cermin rendahnya tingkat toleransi masyarakat. Hal ini sangat terlihat pada momen-momen pemilu dari pilres sampai pilkada.
“Apa penyebab sebenar hal ini bisa terjadi? Latar belakang pendidikankah yang memengaruhi atau hanya individunya saja yang kurang bisa menahan diri?” tanyanya.
Zulfan menjawab, salah satu hal perlu adanya banyak pendidikan dan edukasi literasi digital. “Kedua, perlu adanya perbanyakan banjiri konten-konten positif, lalu perlu adanya keberanian untuk melaporkan akun-akun yang melakukan intoleran.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]